Mengalihkan Rasa

541 55 4
                                    

Pagi yang indah, kali ini aku benar-benar leluasa menikmati pagi di pulau dewata ini, tak seperti kemarin karena harus terbebani dengan segala hal tentang acara yg kami ikuti.

kak Rivan sudah tidak ada di kamar saat aku terbangun. Aku pun memutuskan untuk segera mandi lalu bersiap-siap untuk jalan-jalan.

Tok... tok...

Aku membuka pintu. Kulihat dena datang dengan 2 piring nasi goreng untuk kami sarapan. Aku sedikit bingung kenapa dia disini, kukira dia pergi bersama kak Rivan.

"Nih hamly, kita makan bareng" katanya tarsenyum.

"Duh dena makasih yah, emang paling pengertian" kataku mencubit pipinya. Dena memutar bola matanya.

"Apa sih yang enggak buat sohib gua yang imutnya kayak teletubis ini hahaha" katanya terdengar mengejek, aku sedikit cemberut dan dia malah makin tertawa.
"Eh btw yang kemarin siapa?" Tanyanya.

"Kemarin ? Oh Edwin ? Dia kan juga delegasi, tapi dia tuan rumah sih karena dari Bali" kataku.

"Iya tau kampret, maksud gua kok lu bisa akrab banget. Malah kayak orang pacaran tau" katanya sedikit judes.

"Ah bagus dong, boleh juga tuh dapet pacar cakep kayak dia hahaha" ucapku sedikit bercanda.

"Iya sih cakep, tapi gue nggak setuju lu sama dia. Ada orang yg lebih mengharapkan cinta lu hamly, peka dikit napa" katanya dengan nada sedikit di tinggikan.

"Wow wow wow, calm sist. Kok jadi serius gini. Gua bercanda kali. Lagian lu ngomong apa sih nggak jelas banget."

"Tau ah gelap, hujan meteor, pantat panci -.-" ucapnya memalingkan wajah. Dia ngambek. Kami terdiam untuk beberapa menit, entah mengapa sahabatku ini menjadi sedikit sensitif hari ini.

"Lu gimana sama kak Rivan ? Kok belum jadian" kataku mencoba menarik perhatiannya dan Berhasil. Dena menoleh, artinya memang ada sesuatu diantara mereka. Mengetahui itu dadaku entahlah sedikit terasa sesak.

"Maksud lu ?"tanyanya.

"Ayolah, nenek-nenek main futsal juga tau kalau kalian lagi deket, kentara ko dia suka sama lu. Dia juga sering nanyain lu ke gua" kataku tersenyum, meski mengatakannya membuatku terluka. Tapi aku yakin ini adalah langkah yang tepat, mungkin dengan menyatukan mereka bisa membuat persaab gila ini lebih tenang.

"Masa ? Dia nanyain gua ? Hahahaha" katanya tersenyum.
"Lu cemburu yah hahahahaaha" lanjutnya tertawa.

"Eh eng- enggak kok, lu bakalan tetap jadi sahabat gua, meskipun lu udah punya pacar" kataku.

"Bukan itu maksudku huff sudahlah" dia menghela nafas.

"Hamly...," kudengar suara teriakan dari luar, itu suara kak Cilla, aku segera membuk pintu kamar, dan kulihat kak Cilla berdiri disana bersama kak Rivan. Tubuhku lansung beku seketika.

Mereka lansung masuk melewatiku tanpa menyadari ekspresiku.

Tahukah kalian saat aku melihat wajahnya ada debaran yang hangat tapi juga menusuk saat mengingat dia sama sekali tak melirik mu ? Rasa ingin memiliki tapi sama sekali tak pernah dilirik olehnya. Percayalah perasaan itu benar-benar bisa membuat seseorang mati perlahan.

"Hamly masuk, malah bengong hahahaha" kata kak Cilla dari dalam, aku pun menyusul mereka.
Saat aku sudah bergabung dengan mereka bertiga kak Cilla lansung angkat bicara.

"Gini, gue tadi udah sewa guide buat nemenin gue belanja, jadi kayaknya hari ini kita jalan-jalannya sendiri-sendiri aja yah" kata kak Cilla.

"Oke nggak masalah sih" kata kak Rivan santai.

"Aku pergi jalan-jalan sama kak Rivan" kata Dena tiba-menarik lengan kak Rivan. Deg. Perasaan tak enak itu selalu saja menghampiri. Apa hak ku untuk merasa cemburu? Apalagi pada sahabatku sendiri.
dena menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan, bibirnya sedikit menyeringai. Sedangkan kak Rivan menatap Aku dan Dena secara bergantian.

"Hamly gimana ?" Kata kak Cilla.

"Oh aku, anu. Umm aku juga dia ajak keluar sama Edwin, tapi aku bilang mau izin sama kalian dulu." Kataku berbohong. Aku sedikit menduk.

"Ihhhh hamly, gua kan udah bilang gak suka lu sama dia. Batalin gak !" Kata dena tegas. Apa-apaan sih.

"Nggak bisa seenaknya gitu dena terus gua ngapain ?." Kataku ngotot.

"Lu kan bisa ngerengek gitu buat ikut sama gua sama kak Rivan. Atau lu aja gih yang jalan sama kak Riv. Gua jaga kamar aja" katanya seolah mengambek.

Saran yang gila, aku tidak mau merusak momen yang telah mereka rencanakan. Jadi aku tetap memutuskan. Kak Rivan juga menatapku terus dengan mata yang agak sendu seolah bersedih, ku anggap itu kode agar aku memberi mereka waktu untuk berdua.

"Nggak papa Dena, biarin aja dia Pergi" kata kak Rivan sedikit ketus, tahu kah dia kalau nadanya itu menghantam ku. Aku rasanya ingin menangis. Mataku sudah berkaca-kaca.

Drrrtttt Drrttt
Handphoneku bergetar.

"Halo"

"Hamly ayo jalan-jalan. Sejam lagi gua jemput ya." Kata seseorang dari seberang sana. Suaranya cukup keras untuk di dengar orang-oranf di kamar ini.

"Oh iya, aku siap-siap dulu" jawabku.

"Dandan yang manis yah hahahaha– Tutt~~" aku menutup telpon. Dasar Edwin gila.

"Siapa itu ? Kurang ajar sekali" kata dena terlihat sangat marah. Ada apa sih ?
Kak Rivan juga wajahnya seperti menahan amarah. Ada apa dengan mereka berdua dan Edwin ?

"Edwin" jawabku singkat.

"Cih, pokoknya lu ikut sama gua sama kak Rivan. Jangan sama dia"katanya masih memaksa.

"Udahlah dena, biarin aja." Kata kak Rivan lalu keluar dari kamar tanpa melihatku sama sekali.

Di susul kak Cilla dan dena. Aku kembali beriap-siap untuk keluar bersama edwin

Fade Out (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang