Last day in bali ?

541 48 2
                                    

Hamly POV

Sumpah ini adalah makan malam teraneh yang pernah ku alami. Setelah kak Rivan menyeretku ke restoran hotel. Kami duduk berhadapan lalu disusul kedatangan Dena dan Edwin. Dan sejak tadi mereka berdua terus berdebat tentang hal yang aku tidak mengerti.

Kak Rivan ? Sedari tadi ia memandangku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Apalagi setiap edwin melakukan berbagai skinship denganku yang membuat Dena menyumpahinya.

Mungkinkah dia tau aku gay ? Dia jijik melihatku dengan Edwin ? Haha tentu saja, apa yang coba kau harapkan hamly ?

"Hamly sayang nanti kalau sampai di sana jangan lupa konak gua terus yah" kata Edwin dengan suara di manja-manjakan sambil mengelus rambutku.

"lu yah, parasit. Gua bilang hamly udah ada yang punya." Bentak Dena.

"Iya hamly punya gua. Apa lu ?" Kata Edwin sewot.

"Lu gila. Jangan-jangan lu gay yah ?" Kata Dena seolah mengejek.

"Iya gua gay kenapa ?" Balas Edwin. "Gua bakalan buat hamly jadi gay juga. Buat dia jatuh cinta sama gua terus bawa dia ke belanda buat kawin. Gua serius" ucapnya lalu menyeringai tajam kearah kak Rivan di akhir ucapannya. "Karena gua bukan pengecut." Lanjutnya.

"Edwin apaan sih. Gila lu ya." Kataku merasa pembicaraan ini makin aneh. Edwin malah menggenggam tanganku dan berkata.

"Tergila-gila pada mu hamly manis" ucapnya manja.

Blushhh

Dapat kurasakan wajahku memanas. Aku memang paling gampang berblusing ria ketika dipuji.

Brakkkkk...

Kak Rivan memukul meja lalu beranjak pergi dengan cepat. Dena ikut berdiri dan menatapku sebal.

"Ih Hamly bego" katanya lalu pergi.

"Hahahahaahhahaha" kulihat Edwin malah tertawa terbahak-bahak.

"Nggak lucu Edwin, mereka akan salah paham sama gua." Aku menunduk. "Mereka akan menganggap gua menjijikan" kataku murung.

"Hahaha tenang aja ly, percaya sama gua. Mereka nggak akan anggap lu menjijikan" dan dia tertawa tanpa aku mengerti sedikitpun.

*****

"Hati-hati yah sayang, kabarin aku terus yah" kata Edwin sok mesra saat kami sudah di bandara. Ia lalu memelukku.

"Is lu apaan sih, lepasin gak." Kata Dena mencoba menarikku. "Lu bukan siapa-siapanya jadi jangan coba-coba buat deketin hamly dari sekarang !"

"Oeh emang lu siapanya ?" Tantang Edwin. "Lu suka sama Hamly ?"

"Gua sahabatnya. Dan enggak. Tapi gua nggak setuju kalau hamly sama lu" kata dena sengit.

"Kalau hamlynya mau sama gua lu bisa apa ?" Kata Edwin.

Kak chilla mendatangiku dan berkata. "Haha ly lu di rebutin tuh hahaha." Katanya.
Akupun terkekeh pelan.

"Nggak tau kak, mereka sama-sama gila kayaknya." Kataku.

"Temen lu si Edwin itu cakep juga haha. Gua curiga jangan-jangan dia suka beneran sama lu ly" kata kak chilla bercanda. Aku hanya menanggapinya dengan senyuman lima jari.

"Nah itu, hamly manis banget kalau senyum. Jadi pengen gua bawa pulang" kata Edwin menunjukku.

"Gua tampan win, bukan manis" kataku mempoutkan bibirku

"Ih jangan manyun gitu hamly, nggak tahan gua. hamly kok lu manis banget sih" kata Dena juga ikut-ikutan. Mereka akur untuk satu hal -.- "benerkan kak Rivan?"lanjutnya.

Tapi kak Rivan yang ditanya malah menatapku dingin. Sepertinya dia memang jijik padaku. Semalam saja saat aku kembali ke kamar ia bahkan tak menoleh padaku, malah fokus mendengar lagu dengan headsetnya.

Setelah panggilan bahwa pesawat kami akan berangkat, aku pun berpisah dengan Edwin.

Di pesawat, kak chilla, kak Rivan dan dena duduk bersebelahan sementara aku duduk di kursi seberang. Saat pesawat take off 2 kursi di sebelahku tak juga terisi. Kulihat mereka bertiga sedang bercanda disana.

Beberapa menit saat sudah mengudara aku dikagetkan oleh kak Rivan yang berpindah duduk disebelahku.

"Gua duduk disini yah, mereka berisik" katanya, aku hanya mengangguk lalu menunduk. Kulihat dia memasang headsetnya lalu menutup mata. Aku juga menutup mata mencoba untuk tertidur.

15 menit kemudian. Aku terbangun dan lansung shock saat menyadari bahwa aku teridur sambil menyender ke pundak kak Rivan.

"Udah bangun hamly ?" Katanya,

"Maaf kak, nggak sengaja." Aduh aku menunduk, malu sekali. "Kakak nggak tidur ?" Kulihat dia masih terus menatapku.

"Enggak karena lu nyender terus." Katanya, " sekarang giliran gua tidur. Jagain kepala gua ya" katanya lansung menidurkan kepalanya di pundakku. Hidungnya di arahkan ke tengkuk ku sehingga dapat kurasakan setiap nafasnya di leherku. Dan sejak itu jantungku terus berdebar kencang, wajahku pasti semerah tomat. Aku melihat dena menatap ke arah kami sambil tersenyum, sepertinya dia memang menyukai kak Rivan.

Fade Out (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang