Bab 4

1.4K 59 3
                                    

Enjoy

Cindy berlari menuju toilet setelah keluar dari area kantin. Dia tidak pernah menangis untuk Alex selama 2 tahun terakhir ini. Sudah cukup 1 tahun ia menghancurkan diri demi cowok brengsek tak berperasaan yang damn sh*t itu. Tapi kenapa sekarang ia menangis karena mengingat Alex lagi. Cindy menghapus air matanya dengan kasar. "Gue gk seharusnya nangis buat dia. Gue yakin suatu saat gue bisa membalaskan dendam gue sama dia." Cindy mengatupkan rahangnya. Tangisnya berhenti digantikan oleh kemarahan yang menggelegak hingga ke ubun-ubun. Cindy mencuci mukanya lalu pergi meninggalkan toilet dan menuju kelasnya.

Cindy berusaha berkonsentrasi mendengarkan dosennya yang sedang menjelaskan panjang lebar itu. Sekeras apapun dia berusaha pikirannya tak ingin berkompromi. Konsentrasinya selalu buyar.Cindy menyerah. Ia mengalihkan pandangan dari dosennya itu dan menatap kosong ke arah jendela kelasnya.

Tak lama dosennya pun keluar meninggalkan kelas. Cindy tidak tau berapa lama ia menatap kosong. Saat ini pikirannya kosong seperti kertas putih tanpa coretan sedikitpun.
Shilla memandang sahabatnya miris, "Cin, jangan bengong entar kesambet lu" Shilla mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Cindy. Perlahan Cindy pun menengok ke arah Shilla.

"Hmm?"

"Lu bengong dari tadi, Cin. Lama banget lagi. Seandainya tadi bukan kelasnya si dosen killer itu udh gue sadarin lu daritadi. Gue takut banget tadi ngeliat lu. Pandangan lu kosong kayak orang kesurupan."

"Enak aja ngatain gue kesurupan. Gaklah. Gue tadi lagi mikir aja."

"Mana ada orang mikir bengong. Dimana-mana tuh kalo orang mikir itu merengut bukan kayak lu tadi."

"iya iya deh." ujar Cindy mengiyakan. Kalo dia berdebat dengan Shilla gak akan ada habisnya sampe besok pagi pun. Sahabatnya ini emang kadang kelewat cerewet.

"Yuk ke kantin!"ajak Shilla

"Hmm." Cindy ingin ikut ke kantin tapi begitu pikirannya melayang pada pertanyaan Robby tadi di kantin ia mengurungkan niatnya. "Bisa-bisa gue ketemu tuh setan lagi disana.Ogah ah."

"Gk deh, Sil. Gue mau cabut." Cindy memasukkan bukunya ke tas dengan terburu-buru.

"Cin, entar kan kita masih ada kelas."

"Gue ada urusan penting."

"Oo yaudah deh gue ke kantin dulu ya sama Leony."

Cindy berjalan cepat menuju pelataran parkir. Langkahnya terhenti karena mendengar suara yang terdengar familir di telinganya. "Ini kan suara cowok rese itu." Cindy memutuskan untuk mendengar percakapan Robby dengan seseorang di telepon.

"Lex, apa lu masih suka sama Cindy?" suara Robby terdengar cukup jelas di telinga Cindy. "Alex.Alex siapa??Apa Alex di masa lalunya?Gimana dia bisa kenal??"

"Gue udh bilang sama lu waktu itu. Lu boleh ambil dia. Gue gk akan ngehalangin. Dia bukan siapa-siapa gue lagi. Lagian gue gak pernah sayang ataupun suka sama dia. Tapi ada yang harus gue kasih tau lu. Dia itu udah gak berharga lagi." ucap Alex penuh arti.

"Gak heran. Gue udh tau nasib mantan-mantan cewek lu kayak gimana."

"Ternyata my step brother gue ini kerja jadi detektif juga ya sampe tau hal-hal yang bersifat pribadi gue."

"Iyalah. Gimanapun kita saudara walaupun saudara tiri. Gue tau banyak tentang lu Alex Marcuss Glorano."

"Pasti karena cewek itu lu jadi tertarik tentang hal-hal yang berhubungan sama gue." Alex terkekeh-kekeh di seberang telepon.

"Emang salah satu alasannya itu."

"Lu masih mau sama Cindy padahal dia udh gak berharga lagi sebagai cewek?" Alex bertanya memastikan kepada Robby.

COWOK??!Gue Benci COWOK!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang