Extra Part III

852 48 3
                                    

Robby melepas jas kerjanya dan menyampirkannya di bahunya. Rasa lelah membebaninya setelah bekerja seharian penuh, namun keinginannya untuk segera bertemu Cindy membuat Robby mempercepat langkahnya menuju kamar. Begitu sampai kamar, Robby tampak mencari-cari kehadiran Cindy. Setelah seharian tidak bertemu dan mendengar suara Cindy, rasanya relung hati Robby menjadi kosong. Setelah beberapa menit Robby mencari dan tidak kunjung menemukan Cindy, Robby menyerah. Robby memutuskan untuk mandi, baru mencari Cindy.

Begitu Robby keluar dari kamar mandi, Robby tampak terperanjat melihat Cindy sedang tertunduk di wastafel. Robby membiarkan rambutnya yang masih basah membasahi karpet di kamar dan menghampiri Cindy.

"Kamu kenapa?" tanya Robby khawatir.

"Gak papa kok, cuma mual aja." jawab Cindy sekenanya. Robby memijit tengkuk Cindy dengan lembut dan mengelus punggung Cindy serta mengambilkan handuk untuk Cindy.

"Kamu habis makan apa tadi?"

"Habis makan sate ayam yang deket perempatan." jawab Cindy lemah.

"Jangan makan sembarangan ya, sayang. Aku gak mau kamu sakit." Robby mengecup kening Cindy.

"Aku tadi tiba-tiba kepengen, By."

"Lain kali kalo kamu kepengen, telpon aku aja jadi biar aku beli yang berkualitas."

"By, boleh gak kamu tutup mata dulu sebentar!" pinta Cindy.

"Mau ngapain?" tanya Robby bingung.

"Udah tutup mata aja!"

Robby pun menutup matanya menuruti keinginan Cindy. Cindy berjalan perlahan menuju lemari dan mencari-cari sesuatu yang dicarinya di dalam lemari pakaian.
Tangan Cindy meraba ke dalam lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati itu. Kemudian setelah merasa bahwa benda yang dicarinya ditemukan, Cindy menarik benda itu untuk diperlihatkan pada Robby. Tapi, sayangnya terlambat karena Robby ternyata sudah ada di belakangnya dalam keadaan membuka mata. Bahkan Robby memeluk pinggang Cindy posesif sambil menatap surat di tangan Cindy dengan penasaran.

"By, kok kamu gak tutup mata sih?"

"Ini surat apa?" Robby meneliti surat itu.

"...."

"Surat rumah sakit?? Kamu sakit?" tanya Robby begitu melihat lambang rumah sakit pada ujung amplop surat itu. Robby membuka surat itu dengan tegang. Ia membaca surat itu dalam hati.

Beberapa detik kemudian...

Robby memeluk Cindy erat dan menggendong Cindy tinggi-tinggi untuk melampiaskan rasa bahagianya.

"Kamu gak bilang kalau kita udah punya baby?" Robby tidak dapat menahan senyumnya.

"Aku emang mau surprise-in kamu, tapi kamunya malah buka mata duluan." gerutu Cindy.

"Kok aku gak nyadar ya dengan perubahan kamu akhir-akhir ini." Robby tampak berpikir keras.

"Berubah apa? Emang keliatan banget?"

"Gak, maksud aku kan akhir-akhir ini kamu jadi manja. Udah gitu makannya banyak banget lagi. Harusnya aku nyadar kalo kamu mirip ibu hamil."

"Kata dokter umurnya baru tiga minggu." ujar Cindy pelan.

Tiba-tiba, Robby berlutut dan mencium perut rata milik Cindy.

"Hey, little baby! Your daddy's here..."

Kata-kata itu seperti sengatan listrik bagi Cindy yang memicu senyumnya terukir lebar. Cindy akhirnya benar-benar yakin bahwa Robby mencintainya dengan setulus dan segenap hati. Mereka saling mencintai, bukan karena mereka menganggap hubungan mereka hanya sebagai hubungan mutualisme semata. Mereka saling mencintai karena mereka tau tanpa siapakah hati mereka akan hampa. Walaupun rintangan menghalangi mereka menuju kepada cinta sejati, dan walaupun mereka tertatih-tatih menuju puncak kebahagiaan mereka. Namun, semuanya itu setimpal dengan hasil yang mereka dapat.

Hari-hari Cindy menjadi lebih berwarna, apalagi sekarang ditambah makhluk kecil yang tumbuh di perutnya. Kini sesibuk apapun Robby, Robby pasti akan membagi waktunya lebih dominan pada keluarga. Robby yang biasanya pulang jam 4 sore, sekarang menjadi pulang jam 12 siang, bahkan jika pekerjaannya sedikit Robby mengerjakan pekerjaannya di rumah. Hal itu tentu saja boleh-boleh saja mengingat posisi Robby di kantor sebagai CEO perusahaan, Robby bisa saja mengambil libur selama yang dia mau. Namun, Robby tetap tidak meninggalkan tanggung jawabnya. Robby masih memimpin rapat kantor, terutama meeting dengan klien-klien perusahaan pentingnya.

Jam menunjukkan pukul 3 sore....
Cindy masih tidur terbaring di ranjang karena kelelahan. Akhir-akhir ini, Cindy memang kerap mengalami kelelahan mungkin itu karena usia kandungannya yang semakin membesar. Oleh karena itu, akhir-akhir ini Robby selalu berada di rumah memantau Cindy. Tapi, tadi pagi Robby terpaksa ke kantor untuk menemui rekan bisnisnya. Cindy terbangun dari tidurnya karena sengatan rasa sakit yang mendera perutnya. Cindy merintih kesakitan...Namun, tidak ada seorangpun didekatnya.

Di lain tempat...
Robby sedang menjamu rekan bisnisnya di sebuah restoran elite di kawasan Jakarta Pusat.

"Mari bersulang untuk kesuksesan perusahaan kita!" ucap Robby mengangkat gelasnya. Kemudian suara dentingan antar gelas itu terdengar nyaring memenuhi ruangan VIP restoran tersebut.

Robby, dan beberapa rekan bisnisnya tenggelam dalam pembicaraan tentang dunia bisnis. Di tengah percakapan itu, Robby tampak tidak tenang. Sedari tadi, Robby tampak gelisah mengkhawatirkan Cindy yang sedang sendirian di rumah. Sebab itulah, ketika selesai perjamuan makan itu Robby langsung memacu mobilnya menuju rumah.

Robby berlari memasuki kamar begitu mobilnya begitu ia keluar dari rumah. Robby begitu panik saat melihat Cindy terbaring menahan sakit dengan muka pucat. Seketika itu juga, Robby menggendong Cindy ke mobilnya dan bersiap untuk mengecek Cindy ke rumah sakit.

Dalam perjalanan...

"Sakitt, By." rintih Cindy.

"Sabar yaa.. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."

"Saa..kittt." rintih Cindy sambil mengerutkan keningnya menahan gejolak rasa sakit yang menderanya.

Kemudian semuanya gelap bagi Cindy...

BE CONTINUE TO NEXT EXTRA PART.

UDAHH aku update lagi yaaa. Vote sama commentnya ditunggu.

Thx for reading.

COWOK??!Gue Benci COWOK!! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang