pahit

36.7K 346 50
                                    

"Maafkan kenyataan ini jika aku menyukai pacarmu.."

...............................

Aku mengenal lelaki itu sebagai teman sekelas ku di kelas sastra

Aku menganggapnya lelaki ini berbeda, tentu saja beda.

Laki-laki biasanya jarang yang mau masuk kelas sastra, bayangkan ada laki-laki yang mau menulis panjang-panjang dan mengarang cerpen, belum lagi disaat membuat puisi kadang harus bermain dengan kata-kata.

Biasanya lelaki malas dengan semua itu, mereka lebih menyukai menggambar, atau menghitung angka-angka dari pada membuat sebuah kata menjadi indah.

Tapi dia berbeda, dia datang dengan senyuman manisnya, di tangannya terdapat notes coklatnya.

Bahasanya sangat lembut dan santun. Karya puisinya mengagummkan, bahasanya menakjubkan. Karya-karya cerpennya semua nya memiliki makna-makna. Tak sembarang tulisan hasil imajinasi semata.

Selalu membuat guru-guru tercegang. Anak kesayangan guru-guru sastra, tulisannya bukan tulisan ceker ayam khas anak lelaki, tulisannya rapih dengan kata-kata indah.

Wajahnya manis, jalannya tegap, badannya jangkung tinggi. Senyumnya memancarkan karisma, suaranya terdengar wibawa. Segala sesuatu yang aku sukai. Jika mendengar dia bicara aku yakin semua orang tau dia orang yang cerdas.

Jangan bayangkan dia lelaki yang sedikit miring  karna menyukai sastra, jika kau berpikir begitu kau salah besar, dia benar-benar Lelaki. Sama saja hobinya seperti lelaki lain hobi bermain basket, atau menaiki gunung di saat weekend. Bedanya setelah pulang dari gunung ia selalu membuat puisi, puisi tentang indahnya puncak yang baru ia datang.

Beberapa bulan aku hanya mengangumi nya dari jauh, menatapnya bagaikan bintang yang indah tapi sulit digapai. Memandangi senyuman manisnya semanis gula walaupun bukan untukku, membuka blog yang ditulis olehnya setiap hari, mengulang setiap bait puisi yang ia tulis,menatap diam-diam mata hitam legam yang indah penuh pancaran wibawa. Wangi maskulin nya yang selalu aku ingat bila ia tak sengaja melewatiku.

Beberapa bulan, diam-diam aku melihatnya dari kejauhan saat ia melakukan lay up, atau hanya sekedar shooting biasa. Atau diam-diam aku menitipkan doa agar perjalanannya menuju puncak gunung selamat.

Tanpa kusadari, aku jatuh hati. Jatuh hati pada bintang disana, bintang yang paling terang dilangit.

Tanpa kusadari, dilubuk hatiku namanya terukir jelas.

Tanpa kusadari, beberapa malam sebelum tidur, senyumnya selalu muncul di ingatanku, menghangatkan hati. Menguatkan rindu agar cepat bertemu kembali.

Ya aku mencintainya, hati ini telah jatuh pada dirinya, hati ini telah berlabuh kepada dirinya.

Dirinya yang sangat dekat saat kelas sastra, dirinya yang duduk di kursi paling depan kelas sastra, dirinya yang 2 baris di depanku.

Dirinya sang juara kelas, Dirinya yang puisinya selalu bersanding dengan puisiku dimading. Dirinya,dia! Dia yang beberapa baris di depanku!

Dia! Yang aku tatap dari kejauhan saat dia bermain basket, dirinya yang selalu ku baca blog nya. Dirinya yang selalu berpas-pasan denganku

Tapi kenapa,

Tapi kenapa rasanya sangat susah kugapai.

Rasanya dia begitu jauh, rasanya begitu tak mungkin aku menggengamnya.

Rasanya dia bintang kejora yang berjarak ratusan kilometer dari diriku.

Lalu datanglah suatu kesempatan,

CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang