Sajak Untuk Beranjak

535 13 5
                                    

Entah sudah berapa lama kakiku tak melangkah. Menantikan kau, seseorang yang telah berada di antah berantah. Yang terasa kian menjauh, yang tak bisa kukejar walau telah berpeluh peluh. Mungkin saja kau telah bahagia dengan duniamu yang baru, yang mungkin saja kau anggap lebih cemerlang tanpa kehadiranku. Ketahuilah, asalkan saja ku tau jika kau bahagia aku pun dapat menerimanya. Meski harus berteman dengan kesendirian yang meracun diriku secara perlahan, dan kehampaan yang tanpa permisi menelusup dalam hati.

Ayunan gontai kakiku berusaha beranjak. Menjelma menjadi segelayut luka yang menghiasi sepetak altar dalam jiwa. Tempat dimana dulu kau bercengkerama manja hingga langit berubah jingga merona. Disini, disebuah tempat yang redup kau menciptakan siluet sang senja.

Diujung malam, diantara gelap yang tersadar. Aku menatap langit dengan milyaran bintang, dan secuil rindu yang meraksasa diangkasa. Di temani sang dewi malam yang menatapku dengan pandangannya yang sayu. Dengan nyanyiannya yang selalu saja berhasil merasuk kejiwaku, jiwa yang mungkin saja tak sudi untuk melupakanmu.

Ayunan gontai kakiku berusaha beranjak. Menyisakan secuil renggang dalam ruang kita, namun apa daya, rinduku selalu saja bermalam pada sosokmu, sosok yang dulu bersamaku.

Terasa sekali, waktu terus saja berdetak tanpa meninggalkan jejak. Terasa sekali mereka berlari lebih cepat tanpa tau kapan mereka penat. Mungkin karena mereka tak sabar menemuimu di ujung malam kali ini.

Khayalku melayang, hilang, sepertinya tertuju padamu. Merangkai selembar pertanyaan yang tiba tiba terngiang, sudahkah kau terbenam dimalam ini? Dalam lelap pulasmu yang menyatu dengan semesta. Meninggalkan semua fana yang pernah kita puja, ingatkah kau tentangnya nona ? Saat kau berikan pandangan semu milikmu itu untukku. Yang menciptakan rindu yang selalu berhasil menyudutkanku.

Mengingatkanku kepada masa masa itu,kala kau meninggalkanku. Jujur saja, kepergianmu masa itu menggorekkan pilu, menorehkan bilur diatas altar kehampaanku, menuai luka, goreskan sebuah lara. Menghilang sosokmu, sirna sudah suara yang membuatku rindu, dirimu melayang, hilang. Lamunanku mengenang saat kita larut dalam sesuatu yang membuatku senang. Dalam tebal kabut yang menyembunyikan sebuah hati yang kalut.

Ayunan gontai kakiku berusaha beranjak. Berusaha membuat runtuh sebuah jiwa yang angkuh.

Dingin menggelayut di ujung kakiku, menjalar lambat laun menyebar, mendobrak hati yang terdalam. Tak terasa aku sedang dalam perjalanan menuju pagi yang terlalu pagi. Sungguh teramat dingin, tak kalah dingin jika dibandingkan sikapmu akhir akhir ini. Membuatku hanyut dalam samudera rindu penuh luka dan lara. Membuatku terhipnotis untuk memikirkan apa yang sudah terjadi padamu. Seberapa jauh pun ayunan gontai kakiku mengertilah bahwa selalu ada rindu yang tercipta karena mu. Entah, mengapa hal itu terjadi padaku. Ataukah mungkin ;

Karena mengenangmu merupakan sesuatu yang sangat menyenangkan bagiku. Dan rindu yang tercipta karenamu merupakan penguat luka yang selalu berhasil membuatku berpikir tentangmu.

Ayunan gontai kakiku masih terus berusaha beranjak, sampai nanti ketika kutemukan butiran hujan yang tak lagi menetes kan duka, meretas lara dan memulihkan luka.

Senja dan KerinduanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang