Akhirnya kuberanikan diri tuk jawab pesan retoris darimu itu, pesan yang terasa mengiris rasa yang telah kau ciptakan padaku.
"Hey, aku pengen ngomong sesuatu sama kamu. Kamu nanti habis sekolah jangan langsung pulang ya. "
Ku kirim pesan dengan kata kata yang sangat enteng namun mengandung banyak sekali rasa yang carut marut disini. Aku ingat, setelah bel pulang sekolah menjerit. Aku langsung saja bergegas kearahmu. Kulihat parasmu yang cantik seperti biasa, namun dengan rasamu yang kutahu telah tiada.
"Hmmm, sebenernya kamu kenapa sih."
"Ah, seharusnya kamu sudah tahu. Chat yang tak kirim kemarin udah jelas banget kok."
"Oke. Aku paham kok sama chatmu kemaren. Tapi kenapa?"
"Ya gitu."
"Hmm. Jadi ini semua salahku?"
"Udah deh! Gausah ngomongin siapa yang salah, kalo kamu merasa udah dewasa harusnya udah bisa instrospeksi sendiri."
"Hmm. Oke, aku minta maaf. Aku tau aku bukan siapa siapa kamu, aku minta maaf udah ngatur ngatur kamu, aku gak berhak buat gitu. Aku minta maaf, aku sadar aku salah. Hmm, kalo kamu pengen kita temenan aja, yaudah kita temenan aja, aku bisa apa kalo kamu pengennya gitu. Makasih banyak buat semuanya, makasih udah pernah nemenin chatting sampe malem, makasih udah sering nyemangatin aku, makasih buat ucapan selamat pagi ditiap hariku. Sekali lagi, terimakasih buat semuanya."
"Hmm, eee, kamu gapapa kan ? eee, makasih banyak ya udah ngertiin aku. Sekarang kita temenan aja, kayak biasanya waktu dulu. Oke?"
"Iya, aku gapapa kok.Okelah"
Saat itu, yang kuingat adalah kupegang tanganmu. Lembut seperti biasanya, namun dengan rasa yang berbeda. Mulai saat itu, aku berusaha berpindah. Mulai saat itu, aku paham akan maksud dari kalimat yang berkata bahwa cinta tak selamanya tentang kepemilikan, kadang cinta juga butuh keikhlasan. Paling tidak, aku bisa melihat sosokmu setiap hari, dengan senyuman manis yang sama seperti biasanya yang kau berikan untukku, walau mungkin rasanya sudah berbeda, itu jauh lebih dari cukup untukku.
Terimakasih atas segala rasa yang pernah kau curahkan untukku, asal kau tau, aku masih saja sering merindukannya. Terimakasih atas segala waktu yang pernah kau habiskan bersamaku, asal kau tau, aku masih saja sering menyempatkan diriku untuk mengais kembali harapaan yang sempat engkau berikan, mencarinya kembali hingga tak ada kata "kita" di kemudian hari. Aku benar benar paham akan kesalahanku; bahwa aku merasa jika kau adalah satu dan satu satunya; bahwa aku tak pernah merasa, jika kau tiada pernah punya cinta untuk kau bagi bersamaku.
Tak terasa jam dinding berkata bahwa waktu sudah menunjukkan pukul enam tepat, sudah terlampau lama kubiarkan diriku mengenangmu. Cakrawala lambat laun mulai menghitam, iringi harapanku yang perlahan sirna. Kopiku juga hampir habis dan tiada kehangatan didalamnya, cangkirnya terasa sangat dingin, seperti sikapmu padaku akhir akhir ini.
Entah baik atau buruk, akan selalu ada kisah di tiap perjalanan.
Akan selalu ada cerita di dalam setiap hubungan yang pernah terjalin. Pada akhirnya, yang menjadikannya indah adalah sebuah penerimaan akan kenyataan yang ada. Entah itu manis ataupun teramat getir.
Dengan segala rasa yang sederhana, dengan sebuah luka yang akhir akhir ini masih kujaga. Sekali lagi aku berucap terimakasih banyak atas segalanya.
Ah, langit mulai pekat, bintang mulai bergantungan di cakrawala, kunang kunang tunjukkan kedipan genitnya. Sungguh petang yang syahdu.
Aku tersadar, sudah waktunya beristirahat. Bersyukurlah atas hari yang hebat, berdoa penuh cinta untuk kebaikan esok yang lebih memikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Kerinduan
De TodoAkan selalu ada cerita di dalam setiap hubungan yang pernah terjalin, Pada akhirnya, yang menjadikannya indah adalah sebuah penerimaan akan kenyataan yang ada, Entah itu manis ataupun teramat getir. Dengan segala rasa yang sederhana, dengan sebuah...