Pembunuhan Misterius

35.6K 1K 43
                                    

BAB 1 - PEMBUNUHAN MISTERIUS

"Ini daftar yang Anwar berikan kepadamu," suara lembut itu terdengar di telinga kecilku.

Aku menoleh sebentar ke arah sumber suara. Di depanku sudah ada Nadien, sahabat SMAku dan sahabat kerja.

Oh ya, perkenalkan namaku Maudy Clarina, kalian boleh memanggilku Maudy. Aku dilahirkan dari keluarga sederhana yang ada di kota ini. Pintar dan cantik, itulah julukanku saat aku masih SMA dulu.

Dan sahabatku, Nadiena Dewi Saputri merupakan satu-satunya sahabat SMA yang masih bertahan, yang lainnya menjauh karena sifatku yang benar benar buruk sekali. Menurutku, Nadien merupakan gadis paling cantik dan pintar yang pernah kutemui. Dia baik, pandai bermain biola, gitar, dan basket.

Dia bagaikan laki-laki bertubuh perempuan.

"Apa ini?" tanyaku kepadanya.

Gadis itu tersenyum kecil, benar benar perpaduan antara manekin butik dan bidadari surga. "Anwar menyuruhku untuk memberikan itu kepadamu, dengan selamat tanpa ada satu pun yang hilang."

Aku menerima file yang ada di tangan Nadien, lalu membacanya di dalam hati.

Daftar Korban Hilang;
1. Lola Kamila.
2. Marshanda Lutfia.
3. Sharin Lorina.
4. Arin Shalsabila.
5. Tya Nurhayati.
6. Rina Puteri.
7. Sarah Ayu Syahrina.
8. Amanda Fauziah.
9. Rivina Chairil.
10. Tiara Medina.
11. Wulan Meilani.
12. Widya Handayani Ayu.
13. Marissa Ananda.
14. Fatihana Ulya.
15. Nanda Nasution.
16. Natasha Art.
17. Naumi Lolita.
18. Lidya Azhari.

Berdasarkan kesaksian dari para saksi mata, mereka mengatakan kalau kejadian ini selalu terjadi saat pukul 15.40. Tidak ada yang tahu pasti di mana dia melakukan kejahatannya, tetapi para mayat telah ditemukan di lokasi berikut ini: aula sekolah, perpustakaan sekolah, ruang osis, kelas 10-6, parkiran motor/mobil.

Apa-apaan ini? Apakah Anwar sedang bercanda?

"Anwar tidak bercanda soal ini, kan?" tanyaku sambil menatap pupil mata Nadien yang berwarna sebiru samudra. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.

"Kenapa? Apakah kasusnya sulit?" tanya Nadien.

"Tidak. Aku akan ke ruangan Anwar sebentar. Kau boleh pergi," Aku mengangguk ke arah Nadien, lalu melangkah keluar dari ruang kerjaku.

***
- Author Pov.
Di ruang kerja Anwar.

"Apa-apaan maksudmu, Anwar?!" Begitu pintu terbuka, Maudy datang sambil membawa sejuta amarah yang luar biasa. Anwar yang sedang sedang menyesap kopinya hanya bisa mengernyitkan dahi sambil melempar pandangan bingung.

Kemudian pria itu tersenyum lebar. "Ah Maudy, kau pasti sudah menerima file itu kan?" tebaknya.

"Tentu saja! Apakah kau gila?! Kenapa kau menyuruhku?! Sendiri pula. Apakah kau memakai otak kosongmu itu?!" ujar Maudy dengan nada keras. Sungguh dia benar benar kehabisan kesabarannya untuk kali ini.

Anwar menaikkan sebelah alis matany, lalu kembali menyesap kopinya. Dia begitu menikmati kopi trrsebut hingga melupakan keberadaan Maudy yang sudah jamuran karena diabaikan sejak tadi.

"Aku tidak sedang bercanda, Tuan Andre Anwar Nicholas."

Anwar kembali mengalihkan perhatiannya kepada Maudy, "Gadis keras kepala, sombong dan sangat berisik. Apakah kau bisa diam?" batin Anwar.

"Apa?! Mau apa kau menatapku seperti itu?" tanya Maudy. Anwar menghela nafasnya sebentar.

"Kau ...,pergilah mengusut kasus ini bersama Nadien. Jadi, jangan berisik lagi!" kata Anwar. Pria itu berdiri dari kursinya sambil memegangi gelas kopinya. Dia berjalan pelan keluar dari ruangannya. Saat dia berada di depan pintu, Anwar menoleh sebentar ke arah Maudy. "Hati-hati. Kudengar dia salah seorang yang mencintaimu dulu."

DEG

***

Setelah keluar dari ruangan Anwar, pertanyaan demi pertanyaan berputar-putar di kepala Maudy. Pria yang mencintainya dulu? Siapa? Lalu lebih tepatnya, kapan?

Nadien menghampiri Maudy yang sedang melamun di kursi depan ruangan Anwar. Gadis itu tampak bingung sembari sesekali menggumam tentang kata 'cinta', 'cinta' dan 'cinta'. Entah setan cinta siapa yang merasuki gadis itu, Nadien tidak tahu.

"Maudy?" Nadien mencoba menyapa Maudy. Gadis itu tersentak ke belakang begitu menyadari Nadien berada di depan wajahnya.

"Apa?!" tanya Maudy agak keras.

"Kau? Sedang melakukan apa? Mengapa sejak tadi kau menggumamkan kata cinta? Apa kau sedang jatuh cinta pada seseorang?" Maudy menoleh ke arah Nadien yang sekarang sudah duduk di sisi kirinya.

"Ah tidak. Kau kepo sekali." Jawab Maudy sedikit ketus.

Nadien tersenyum.

"Aku bertanya-tanya, kenapa Anwar menyuruh aku dan kau untuk mengusut berita ini."

"Itu karena penjahatnya laki-laki, dan kebetulan kau dan aku adalah perempuan paling cantik di sini." celetuk Nadien. Dua gadis itu terkekeh.

"Nadien," Maudy menghadapkan pandangannya pada Nadien. Gadis itu menghela nafasnya. "Kita mulai besok ya."

Nadien ikut menoleh. Gadis itu melihat keseriusan dalam pandangan mata Maudy, lalu dia mengangguk.

***
Keesokan harinya...
Di rumah Maudy.

Maudy kini tengah bersiap-siap. Dia menyiapkan alat-alat yang kiranya mereka butuhkan nanti. Setelah dia selesai, dia berjalan menuju dapur untuk makan sebelum berangkat.

Kringg... Kringg...

Maudy menoleh ke arah mejanya di ruang tamu, ada handphone nya yang sedang berbunyi di sana. Dia menghampiri handphonenya dan mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera di layar.

"Helo?"

"Helo, Maudy ya?" Maudy mengernyitkan dahinya, siapakah gerangan orang ini?

"Ya. Siapa ini?" tanya Maudy.

1....

2....

3....

4....

5....

Tidak ada suara, tetapi panggilan masih terhubung. Maudy menghentakkan kakinya karena kesal.

"Helo! Siapa nih?!" ujarnya Maudy.

"Jangan datang. Jika kau datang, tentu kau akan menyesal," dan telepon itu langsung dimatikan secara sepihak.

Maudy mendecakkan lidahnya. "Siapa sih tuh orang? Ganggu aja!" batinnya kesal.

Maudy menoleh ke arah jam besar di ruang tamunya, masih menunjukkan pukul 14.18. Lama juga ternyata.

***
BERSAMBUNG

Misteri SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang