M - 1

961 125 55
                                    

"Rainaaa!"

    Suara menggelegar seorang wanita paruh baya yang sangat dikenal Raina membuatnya tersadar dari tidurnya. Vera, Mama Raina. Tetapi Raina masih bergusar di atas kasurnya sedang berpelukan mesra dengan guling bergambar panda itu. Yap, Raina sangat menyukai segala benda yang berciri khas hewan berwarna hitam putih tersebut. Jangankan guling, kamarnya saja berwallpaper panda dan setiap benda yang Raina punya tak lepas dari gambar panda.

"Rain bangun, nanti kamu telat!" ucap Vera sangat lembut.

Mendengar perkataan Mama membuat Raina sejenak mengerjapkan matanya beberapa kali. Namun, hasilnya nihil Raina kembali bergulat dan menutupi wajahnya dengan bantal.

Sepertinya Vera mulai menyerah dan menggelengkan kepala melihat putrinya yang susah sekali di bangunkan, seperti orang mati.

Sekarang ia berjalan keluar dari kamar Raina sambil mengucapkan. "Mama gak tanggung jawab ya Rain, kalau kamu di hukum sama guru kamu!"

Sontak seketika mata Raina terbuka dengan lebar dan membulat. Dengan malas Raina bangun dari tidur lelapnya, mengucek matanya berulang kali dan ia masih saja menguap.

Tiga detik kemudian, "Tringgg".

Suara ponsel Raina berbunyi, menandakan jika ada pesan masuk dan layar ponsel yang berkedap - kedip. Tangan Raina segera meraih benda tersebut dan membuka pesan masuk.

"Rain lo dimana? Acaranya bentar lagi dimulai, cepat deh lo. Kalok gak bisa berabeh urusannya. Jangan lupa bawak perlengkapannya!!!

Penggirim : Gita Anggara.

Raina membaca pesan tersebut dengan teliti. Selesai ia membacanya dengan frontal Raina melemparkan benda berbentuk persegi tersebut ke atas kasur.

"Ya ampun gue telat" gumam Raina sambil mengacak rambutnya.

    Bagi Raina hari ini adalah awal tahun ajaran baru. Rasanya baru kemarin Raina menjadi kakak kelas tapi sekarang ia kembali lagi menjadi adik kelas. Belum lagi ia mengikuti kegiatan MOS di sekolah (Masa Orientasi Siswa). Huuhh, menyebalkan sekali apalagi dengan adanya kakak kelas yang hobinya ngelabrak.

15 menit kemudian, kini Raina sudah keluar dari dalam kamarnya dengan memakai seragam putih abu - abu, sembari mengikat tali sepatu dengan tergesa - gesa.

"Non udah siap? Sini sarapan dulu" tanya bik Ina menyambut kedatangan Raina di ruang makan.

"Enggak usah deh bik, Raina udah telat banget ni. Mama sama papa mana bik-kok gak kelihatan?"

"Bapak udah berangkat kerja dan ibuk tadi berangkat sama bapak non. Oh ya non, kata bapak hari ini non berangkat sendiri ya. Soalnya bapak ada rapat di kantor" jelas bik Ina.

Akhirnya Raina memutuskan untuk naik bus ke sekolah. Raina berdecak dengan tidak sabar sampai bus berhenti di depan halte sekolah.

Mata Raina melirik arloji berwarna biru yang melingkar manis di tangan kirinya-07.31. Raina bergegas lari menuju gerbang sekolah berharap ia masih bisa lolos dari seniornya yang sedang berjaga di depan gerbang.

Namun kenyataannya Raina terlambat masuk, ia juga lupa membawa perlengkapan MOS dan tidak mengenakan pita merah di rambutnya. Hanya Raina saja yang baru muncul dari balik gerbang sekolah SMA Kartika.

"Heh!! Lo yang baru masuk" ucap salah satu kakak senior yang mengetahui kehadiran Raina. Dengan bername tag Adinda dan di dampingi oleh salah satu temannya.

"Mampus gue!" gumam Raina sambil menatap para siswa - siswi yang berkumpul membentuk barisan di lapangan sekolah.

"Lo telat, kenapa baru datang?"

"Iya, kak tadi--"

Belum sempat Raina menyelesaikan perkataannya langkah kaki seorang lelaki berseragam senada dengan dirinya berjalan di hadapan Raina dan para senior yang berada di gerbang sekolah. Lelaki itu berjalan santai menuju lapangan yang ramai oleh para siswa - siswi baru.

Raina menoleh tapi tak sempat melihat wajahnya. Raina hanya menatap punggung tinggi tegap itu yang berlalu begitu saja.
Raina sedikit bersyukur karena ternyata, bukan hanya ia seorang yang terlambat.

Tapi hal buruknya, para senior tersebut membiarkan lelaki itu berjalan ke arah lapangan sekolah tanpa sedikit pun halangan dari mereka.

"Cepetan, lo mau ngomong apa tadi? Terus pita lo mana? Tas karung lo? Gak ingat!" serbunya dengan berbagai pertanyaan.

"Saya lupa, kak" ucap Raina pasra.

"Terus kalo lo lupa gue peduli? Besok - besok apalagi yang lupa? Kepala lo!" ucap senior dengan menyebalkan.

Sabar gak boleh emosi, masih anak baru. Pengen ngelawan tapi berhubung ini mos jadi gue harus banyak - banyak istifar. Batin Raina.

"Sekarang lo berdiri di depan tiang bendera! Hormat selama setengah jam. Habis itu, lo baru minta tanda tangan" perintahnya.

Dengan berat hati Raina mulai berjalan menuju tempat yang diarahkan oleh kakak seniornya. Setelah berdiri tepat di tiang bendera mata Raina melirik ke arah sekitar, ternyata siswa lain sudah mulai berpencar untuk jam istirahat. Sementara dirinya menghabiskan waktu hanya untuk berpanas - panasan.

***

25 menit telah berlalu, kini Raina merasakan jika bulir keringatnya mulai membasahi baju bagian belakangnya. Sesekali Raina menyeka keringat yang bercucuran di dahinya secara kasar dengan punggung tangannya.

"Kepada seorang gadis yang berada tepat di tiang bendera, hukuman lo selesai!" perintah seorang lelaki yang berada di mimbar.

Sehingga membuat semua murid mengalihkan pandangannya ke arah Raina. Gita sahabat Raina pun mengubah pandangannya ke arah sumber suara tersebut. Tak terkecuali ketua osis SMA Kartika, Raja yang menolehkan kepalanya ke arah lapangan sekolah.

Raina hanya mengernyitkan dahinya bingung, ia terpaku melihat lelaki yang ada di depannya. Berdiri di mimbar dengan jarak mereka yang hanya beberapa meter. Entah siapa orang ini yang jelas ia sudah menyelamatkan Raina dari waktu yang tinggal beberapa menit lagi. 

Selain terlihat tampan, ia juga baik hati. Raina mulai meneliti wajah lelaki itu dari kejauhan. Kulitnya putih dengan dihiasi hidung nan bengkok namun beraturan serta bibir yang sempurna. Lelaki itu berperawakan cukup tinggi.

"Kenapa masih berdiri di situ? Hukuman lo selesai!" jelasnya sekali lagi yang langsung turun dari mimbar.

Membuat seluruh mata menatap ke arah gadis yang berada tepat di depan tiang bendera. Raina mengalihkan pandangannya lalu meninggalkan tempat tersebut. Raina sedikit merasa malu karena ia menjadi bahan perhatian seluruh murid sekolah. Apalagi, di hari pertama masuk sekolah.

Kini Raina menyempatkan diri untuk beristirahat di bawah pohon rindang. Yang mungkin dapat membuat badanya sedikit terasa dingin, tepatnya berada di halaman belakang sekolah yang jarang di datangin oleh para murid.

Raina sejenak memejamkan matanya untuk merasakan hiliran angin. Belum tiga detik, sudah terdegar suara dari arah depan kembali. Hingga membuat Raina harus membuka matanya dengan spontan.

"Ini buat lo! Gak usah nolak, gue tau kalok lo haus!" ucapnya sambil meletakkan botol mineral di samping Raina.

Lalu lelaki itu pun segera berjalan pergi meninggalkan Raina. Raina masih terdiam dan terpaku tak menyangka jika ia akan bertemu lelaki itu lagi dengan jarak yang hanya beberapa senti.

Tapi kali ini Raina tak mensia - siakan kesempatan yang ada di depan mata. Ia memfokuskan kedua bola matanya terhadap name tag lelaki itu, Aldo Mahera Dinata.


VOTE DAN KOMEN, MAKASIH :)

To be continued...

MELANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang