M - 2

631 116 27
                                    

"Raina!"

Teriakan seseorang membuat Raina menoleh sambil menyipitkan mata. Siapa lagi kalau bukan Gita. Sahabatnya itu berlari kecil menghampirinya dengan tergesa - gesa.

Begitu sampai di hadapan Raina, Gita mengatur nafasnya. Ia menghirup nafas dalam - dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Kenapa, Ta?"

"Rain! Dari tadi gue carik-in lo, ternyata lo di sini. Ayo buruan! Kita harus liat mading biar tau informasi. Oh ya satu lagi lo kenapa bisa terlambat sih? Dan nanti lo harus cerita sama gue soal kejadian yang di lapangan tadi!" celoteh Gita tiada henti.

"Iya, bawel deh lo" ucap Raina sambil menganggukkan kepala.

Kini Raina harus melebarkan langkah kakinya karena Gita sudah jauh berada di depannya. Mereka sibuk mencari nama, kelas, serta kelompok MOS yang sangat sulit di temukan namanya di antara ratusan nama murid baru lainnya. Ternyata ada di deretan pojok bawah sebelah kanan mading.

Apalagi, MOS kali ini Raina tidak satu kelompok dengan Gita dan yang membuat Raina tak habis pikir, ia berada satu kelas dengan Aldo.

Lelaki yang membantunya barusan, lelaki itu bagaikan malaikat ataupun sejenis superhero yang turun dari langit dengan seketika siap membantu siapapun dikala membutuhkan pertolongan.

***

Sementara di tempat lain, seorang lelaki berperawakan cukup tinggi mulai menghampiri adik kelasnya, Aldo. Yang sedang santai di bawah pohon. Lelaki itu sekaligus menjabat sebagai ketua osis di SMA Kartika. Selain itu ia adalah siswa terpintar di SMA Kartika dan tercatat sebagai siswa kesayangan para guru di sekolah berkat kepintaran dan kesopanannya.

"Aldo?" ucapnya dingin.

Aldo mendogakkan kepala menatap lelaki itu sinis. "Iya, ada urusan apa?"

"Nekat juga lo! Lo mau jadi pahlawan kesiangan di sekolah ini?" ucap Raja selaku ketos, dengan senyum meremehkan.

Pandangan Aldo memicing. "Maksud lo apaan? Gak usah cari ribut sama gue, gue lagi malas ngeladeni orang kayak lo!"

Lanjutnya "Ohh gue ngerti, soal kejadian tadi. Emang ada urusannya sama lo?" lanjut Aldo sambil mengangkat kedua bahunya acuh.

"Belagu lo! Ini sekolah jadi kalok mau sok pahlawan, ini bukan tempatnya" ujar Raja dengan menekankan kata sok pahlawan. "Satu lagi, ini sekolah jadi punya aturan dan tata caranya tersendiri" ketus Raja.


Aldo menatap datar ketua osisnya tersebut. "Gue gak peduli sama omongan lo dan kalok mau nindas ini bukan waktu yang tempat, gue sarani sama lo" ucap Aldo dengan tajam yang langsung pergi meninggalkan Raja.

Yups, Raja dan Aldo adalah saudara kembar non-identik. Mereka anak dari keluarga Mahera, anak dari pasangan Deddy Mahera dan Claudya Rangkuti, keluarga yang terpandang. Tapi mereka berdua tak pernah sedikit pun akur dalam berbagai hal apapun itu. Apalagi tempat mereka sekarang bersekolah adalah milik orang tuanya. Otomatis apapun yang selalu mereka lakukan tidak pernah ada salahnya, selalu benar.

Aldo memang memiliki wajah yang terbilang tampan mampu membuatnya menjadi salah satu Most Wanted di sekolah. Dan dapat di kategorikan sebagai bad boy.

Sedangkan, Raja sosok lelaki yang terbilang sempurna dan dewasa. Dan tak kalah tampan dari adiknya Aldo.

Meskipun ini adalah hari pertama Aldo di sekolah menegah atas hampir seluruh kaum wanita di SMA Kartika menyukainya mulai dari kakak seniornya serta yang seumuran dengan dirinya.

***

Bel berbunyi, menandakan jika waktu MOS telah berakhir. Tapi sialnya Raina masih berada di lingkungan sekolah. Ia masih saja mendapat hukuman dari kakak kelasnya yang bername tag Adinda untuk menyapu halaman sekolah sebagai ganti sisa hukumannya. Mau tak mau, rela tak rela Raina harus mengerjakannya dengan rasa terpaksa agar tidak dapat masalah lagi.

Akhirnya pekerjaan pun selesai, kini Raina mulai terasa kelelahan setelah mencari sahabatnya Gita yang tak kunjung ketemu. Ia sudah mencarinya ke segala arah sudut sekolah tapi hasilnya sama, tidak ada tanda - tanda Gita sedikit pun.

Hufft, Raina mulai menyerah. Ia berjalan gontai ke arah gerbang sekolah. Seketika langit yang sebelumnya sangat cerah nan indah di temanin awan - awan putih, kini tampak gelap dan mulai terlihat awan hitam.

Baru saja Raina keluar dari gerbang sekolah, langit sudah menumpahkan air yang begitu deras. Akhirnya, Raina memutuskan untuk berteduh pada halte di dekat sekolah. Ada beberapa orang yang juga sedang berteduh di sana.

Tidak ada sisa bangku kosong untuk di dudukin oleh Raina di halte tersebut. Ia hanya berdiri dengan mata yang terfokus pada ponselnya.

"Matikan ponsel lo, nanti ke samber petir" ucap seseorang berbisik di telinga Raina.

Raina menoleh ke arah sumber suara. Menatap lekat -lekat lelaki di depannya dan otaknya sedang berfikir. Lalu tanpa basah - basih Raina segera mematikan daya ponsel dan memasukannya ke dalam saku roknya.

"Kaki lo gak pegal bediri mulu? Gantian lo duduk biar gue yang berdiri" ucap lelaki tersebut.

Raina menggeleng, "Gak usah--" sebelum Raina menyelesaikan perkataannya lelaki itu terlebih dahulu menarik pergelangan tangan Raina dan mengantikan posisi lelaki tersebut.

Keduanya terdiam, hanya terdegar suara kendaraan yang berlalu lalang dan suara gemericik hujan. Mereka hanyut dalam pemikiran masing - masing.

Hujan pun reda, lelaki itu langsung menaiki motornya dan mengenakan helm full facenya. Sedangkan Raina hanya memandang lelaki itu sekilas. Sebelum lelaki itu benar - benar pergi meninggal tempat tersebut.

"Tunggu" jerit Raina sambil berjalan hati - hati ke arah lelaki tersebut.

Seketika lelaki itu pun mengalihkan pandangannya ke arah Raina. "Makasih, lo udah banyak bantu gue ini hari" ucap Raina.

"Sama - sama" jawabnya singkat.

"Oh, nama lo Raina-Abrina-Rafaela?" ejanya dan bola mata lelaki itu terfokus pada badge nama gadis yang ada di hadapannya.

Tiba - tiba sebuah pukulan mendarat di helm yang di kenakan Aldo dan langsung membuatnya meringis kesakitan.

"Kok lo pukul sih? Malu gue di lihatin banyak orang." ucap Aldo sambil memegangi helmnya.

"Mata lo liat apaan tadi?"

"Pikiran lo tuh yang negative. Gue gak aneh - aneh kok cuman mau baca name tag lo" ujar Aldo dengan wajah kesalnya.

Kini wajah kesalnya Aldo berubah menjadi wajah menahan tawa. Dan akhirnya tawa Aldo pecah begitu saja. Pipi Raina pun langsung bersemu merah.

"Pipi lo merah. Alergi?"

"Iya, kenapa?" jawabnya dengan sewot.

Dan Aldo hanya mengangguk samar. Kemudian Raina mengubah pandangannya ke arah segenangan air di depannya.

"Kenalin gue Aldo" jelasnya sambil menjulurkan tangan ke arah Raina. Saat detik itu juga tergambar senyum merekah lebar di wajah keduanya.


VOTE DAN KOMEN, MAKASIH:)

To be continued...

MELANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang