Apakah ini suatu kebetulan?

904 173 117
                                    

Have some edited word(s). Happy reading.

Anne melaju di jalan raya dengan kecepatan setara pembalap F1. Bukan tanpa alasan ia terburu-buru seperti ini, hari ini ia sedikit lebih lambat untuk berangkat ke kampusnya karena semalaman ia bergadang dengan setumpuk buku. Parahnya lagi hari sudah siang-untuk ukuran kota besar-yang artinya jalan raya tengah penuh dengan lalu lalang kendaraan.

Anne mendesah kesal saat traffic light sudah berwarna hijau namun deretan kendaraan di depannya masih seperti ular. Dengan segala kenekatannya Anne kembali menekan pedal gasnya dan mencoba menyalip beberapa kendaraan yang lain. Tak mengapa. Ia yakin tidak akan terjadi apa-apa mengingat pasti banyak orang melakukan hal yang sama sepertinya.

Namun kali ini perkiraannya salah. Sebuah Chevrolet Trax merah melesat dari arah kanan perempatan. Semuanya terjadi begitu cepat sehingga Anne tidak sempat meghindari benturan keras yang tandanya mobilnya telah beradu dengan mobil tadi. Wajahnya pucat pasi antara syok dengan ketakutan karena saat ini seseorang bertubuh tegap keluar dari Chevrolet tadi.


Lelaki itu terlihat akan membuka pintu mobil Anne. Anne mulai menstabilkan dirinya, wajahnya yang pias kembali berwarna seperti semula. Sebelum lelaki itu membuka pintunya, ia sudah keluar dari mobil itu sambil berkacak pinggang.

"Yak! Kalau situ udah puas hidup, nggak usah ajak-ajak dong, Om!" wajah Anne dibuat segarang mungkin. Ia hanya tidak ingin disalahkan dalam tabrakan ini. Disamping ia tidak mau memperpanjang masalah ini, ia juga tidak yakin dapat membayar biaya perbaikan mobil lelaki itu.

Satu alis lelaki itu terangkat tanda ia sedikit heran dengan kata terakhir Anne. Oke, Anne memang hanya setinggi dada lelaki itu, tapi apa lelaki itu sudah terlihat tua sehingga layak mendapat panggilan seperti itu?

"Maaf, apa Anda ter-"

"Memangnya om buta warna ya? Masa' sih nggak bisa bedain warna merah dan hijau?" sambar Anne sebelum lelaki itu sempat berbicara padanya.

Anne kembali melirik ekspresi di wajah lelaki itu. Ia melihat lelaki itu seperti sudah kehilangan kantung kesabarannya. Namun itu hanya sebentar, lelaki itu terlihat menghela napas sejenak dan kini ia sedang menatap dari atas hingga bawah ke arah Anne. Kedua mata Anne membola. "Ya Tuhaaan, ada apa sih dengan laki-laki yang ada di depanku ini? Setelah tadi ia menabrakku, sekarang ia malah menatapku seperti itu. Dasar om-om mesum!" Anne memandang lelaki itu sengit.

Tak ingin membuang waktu lebih lama hanya untuk mendengar omelan Anne, lelaki itu merogoh saku celananya untuk mengeluarkan buku cek dan note kecil. Ia menuliskan nominal yang cukup besar untuk mengganti rugi mobil itu. Bagaimanapun, ia tak ingin dicap sebagai lelaki tidak bertanggung jawab. Selain menulis nominal uang, ia juga menuliskan nomor teleponnya untuk sekadar jaga-jaga apabila ada kemungkinan lain yang muncul di luar dugaan seperti-uang gantinya kurang mungkin.

Lelaki itu menyerahkan kedua lembar kertas yang berbeda ukuran itu kepada Anne. "Ini biaya perbaikan mobil kamu. Dan asal kamu tahu, umur saya tidak setua itu untuk dipanggil om." Setelah mengatakan itu, sang lelaki kembali ke dalam mobilnya dan pergi berlalu.

***

Anne sudah sampai di kampusnya dengan selamat-minus tabrakan tadi- yang membuatnya melangkahkan kedua kakinya lebih cepat. Beruntung, saat ia masuk ke dalam ruangan, dosen yang mengajar belum hadir. Jika tidak, bisa-bisa ia menjadi calon MaBa-Mahasiswa Abadi- hanya dengan membayangkan saja membuat Anne bergidik ngeri.

"Gila kamu, An. Jam segini baru sampai!" seru Emily, sahabat Anne yang super heboh. Anne hanya menyunggingkan senyum masamnya. "Ini semua gara-gara tugas yang dikasih Mr. Robert aku jadi terlambat bangun. Ditambah dengan laki-laki mesum yang nabrak aku tadi."

"What? Tapi kamu nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Emily sambil sibuk memutar tubuh Anne, memeriksa siapa tahu ada luka yang tak terlihat.

Iya, aku nya nggak apa, tapi mobil kesayangan aku mesti masuk bengkel dan pergi kemana-mana harus pakai taksi untuk sementara, itu yang ada di pikiran Anne- "Iya, aku nggak kenapa-kenapa kok. Slow, Emily." - hanya itu yang keluar dari bibir Anne.

Pembicaraan mereka harus terhenti karena dosen yang mengajar di ruangan itu sudah masuk dan mulai mengabsen satu persatu nama yang ada di ruangan itu.

***

Joe menjatuhkan tubuhnya pada sofa putih yang ada di ruang kerjanya. Pagi yang sial, pikirnya. Bagaimana bisa ada perempuan ceroboh seperti itu. Ia memijat keningnya untuk sedikit merilekskan diri.

Drrt....Drrt

Ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Dari ayahnya, ia diminta untuk mendatangi kampus yang didirikan oleh ayahnya, kunjungan rutin. Joe mendesah pelan, tadi pagi ayahnya memintanya untuk pergi ke kantor lebih awal, sekarang sudah diminta pergi lagi ke tempat lain. Joe menghubungi William, sahabat sekaligus asistennya.

"Halo-"

"Wil, tolong sediakan mobil di depan kantor ya. Mobil yang rusak itu kamu bawa aja ke bengkel," Joe memotong ucapan salam dari William.

"Oke. Sepertinya kamu sedang terburu-buru sampai salam saja kamu potong," kekeh William.

"Memang, aku tutup ya teleponnya."

Sepuluh menit kemudian, mobil cadangan yang diminta Joe sudah tiba di depan. Joe segera masuk dan memasang seatbeltnya. Ia memacu mobilnya menuju kampus yang diminta, Universitas Huge Science.

UHS adalah kampus yang didirikan oleh keluarganya dan dikelola secara turun temurun. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak bisnis keluarganya. UHS cukup luas dengan fasilitas yang menunjang sehingga banyak pelajar yang melanjutkan kuliahnya disini. Jika Joe mengunjungi tempat ini ia terasa sedang bernostalgia mengingat ia juga lulusan dari UHS sebelum diizinkan menduduki kursi perusahaan.

Joe sudah tiba di tempat, ia keluar dari mobilnya dan melangkahkan kaki menuju ruang kepala. Mereka membicarakan acara tahunan yang selalu dinanti para mahasiswa di UHS yaitu peringatan hari jadi kampus ini dan memeriksa laporan keuangan.

Setelah melewati pembicaraan yang membosankan, Joe pamit undur diri untuk menyambangi kantin kampus, hitung-hitung sekalian makan siang. Selama ia melangkahkan kakinya, ia juga kerap membalas sapaan dari para perempuan yang menurutnya sedikit genit, pertahankan pencitraan, pikirnya.

Sesampainya ia di kantin, ia langsung memesan makanan dan minuman untuknya. Ketika ia membalikkan tubuhnya, dari arah yang berlawanan ada dua orang mahasiswi yang sedang kejar-kejaran dan salah satu dari mereka menabraknya. Bersyukurlah karena makanan maupun minuman yang ia bawa tidak tumpah berhamburan dan malangnya malah perempuan itu yang terjatuh. Apa sebegitu kuatnya tubuhku, pikir Joe.

Dengan masih memikirkan pencitraannya karena disini terlalu banyak pasang mata yang memandangnya saat ini, Joe mengulurkan tangannya untuk membantu perempuan itu yang ternyata ditepis olehnya. Mata perempuan itu menatapnya tajam, lalu bangkit dengan sendirinya.

"Yak, Om! Hobi banget sih nabrak orang, tadi pagi udah nabrak mobil saya sekarang saya juga."

Kening Joe berkerut tanda bingung, "Pardon? Bukannya kamu yang lari-larian tidak jelas terus nabrak saya?"

"Ya situ juga salah, udah tau ada yang lari-larian minggir kek, eh ini malah stay di tempat," balas perempuan itu.

Joe yang sudah jengah dengan perdebatan tidak jelas ini menghela napasnya sejenak. Ia memajukan wajahnya sedikit ke arah perempuan itu lalu menatap manik kelamnya, "Kamu itu sudah besar jadi tidak cocok untuk bertingkah seperti anak TK..." kini Joe berbisik tepat di telinganya, "Dan masalah tentang kedua kalinya kita bertemu, apakah ini suatu kebetulan?"

Setelah itu Joe kembali dengan posisi awal disertai senyuman tipisnya. Ia berlalu meninggalkan seseorang yang sedang diam terpaku antara menahan emosi atau mencerna kata-kata yang ia lontarkan tadi.

***

Yeay my first work 🙌
Give me a vomment juseyoo~

Perfect Two [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang