Rasa apa ini?

338 122 44
                                    

Persiapan UHS's Anniversary sudah dimulai dari jauh-jauh hari. Ini hari pertama mereka bekerjasama. Sepulang kuliah, Anne pergi untuk menemui calon sponsor, sebut saja klien. Ia tidak sendiri, ada Joe yang nanti turut membantunya mempresentasikan secara singkat seputar acara itu. Meskipun mobil Anne sudah selesai diperbaiki, kemarin mereka sepakat untuk menggunakan mobil Joe sebagai transportasi kesana kemari.

Joe sudah menanti Anne di depan kelasnya. Kelas Mrs. Nina sudah selesai dan sepasang mata Joe menatap gerak Anne yang mendekat ke arahnya.

"Sudah selesai? Ayo kita pergi, kliennya sudah dalam perjalanan menuju restoran yang kemarin kita bicarakan," ujar Joe dan Anne membalasnya dengan anggukan. Mereka menuju parkiran dan Anne melihat Joe membuka kunci sebuah mobil... Fortuner?

Anne berdeham, "Om menggunakan mobil siapa? Bukankah mobil yang bertabrakan denganku itu Chevrolet Trax merah?" ada nada heran terselip dalam pertanyaan Anne.

Joe terkekeh, "Ini punyaku. Kamu benar-benar tidak tau siapa aku?" tanya Joe. Bukan niatan untuk menyombongkan diri, tetapi hampir semua orang di UHS mengenal siapa dia.

Anne menggeleng dan itu membuat Joe semakin gemas melihatnya. "Aku anak dari pemilik UHS, jangan heran kalau aku bisa gonta-ganti mobil. Jadi, kamu tetap mau berdiri disana atau masuk ke dalam mobilku?"

Kenyataan bahwa Joe merupakan anak dari pemilik UHS membuat Anne terdiam, pikirannya kosong namun ia tetap membuka sisi pintu belakang.

"Jangan disana. Kamu ingin membuatku terlihat seperti supir ya?"

Anne tersadar dan menutup pintu itu lalu berpindah ke depan, di samping kursi pengemudi. Anne terus menunduk mengingat betapa tidak sopannya ia menggunakan panggilan om pada orang besar seperti Joe?

"Ma...maaf. Saya tidak tau, Pak," kata Anne yang membuat Joe menaikkan alisnya, namun itu hanya sebentar karena Joe mengerti kemana arah pembicaraan itu.

Joe mengelus dagunya yang bersih dari bulu-bulu halus itu dengan gaya setengah berfikir.

"Aku memang agak keberatan kalau kamu memanggil aku dengan panggilan om, tetapi aku lebih tidak suka dipanggil bapak oleh adik tingkatku sendiri."

"Cukup panggil aku Joe. Itu akan membuat aku terlihat muda bukan?" tanya Joe dengan nada menggelikan.

"Baiklah, Pa...eh Joe, aku mengerti. Jadi bisakah kita pergi sekarang?"

"Kamu yakin akan berangkat?" Anne sedikit bingung dengan pertanyaan Joe yang terkesan belum terselesaikan kalimatnya. Tiba-tiba Joe mendekatkan diri pada Anne. Anne yang memang tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenis refleks menggerakkan tangannya menahan pada bagian dada bidang Joe, "Kamu mau apa?" tanya Anne.

Joe memutar bola matanya malas, ia meraih karet panjang yang biasa disebut seatbelt itu lalu memasangkannya untuk Anne. Setelah selesai, Joe menjentik kening Anne dan kembali ke posisi semula, "Jangan berfikir yang aneh-aneh. Aku hanya memasangkan itu untukmu."

"Aku tidak berfikir yang aneh-aneh. Siapa yang tidak takut kalau tiba-tiba kamu mendekat seperti itu?" ujar anne sambil mengusap keningnya yang mulai memerah, untung saja dapat tertutupi oleh poni. Joe hanya mengangkat bahunya tanda tak peduli.

Mereka memulai perjalanan dengan suasana sepi. Saking bosannya, Anne hanya menggerakkan ke kanan dan ke kiri Air Conditioner yang ada di depannya. Sebuah pertanyaan terlintas di pikiran Anne. Ia berkali-kali memandang Joe yang tengah fokus mengemudi. Anne ingin bertanya, namun takut.

Joe yang sadar telah dipandangi berkali-kali oleh Anne akhirnya menoleh, "Ada apa? Ingin bertanya sesuatu?"

"Di toko buku beberapa hari yang lalu, kamu tau darimana namaku?" tanya Anne, memang itu tidak penting sih, tapi daripada harus penasaran terus lebih baik bertanya langsung.

"Oh...itu. Kamu tidak tau kalau saat itu KTM mu masih tergantung bebas di lehermu? Dasar ceroboh." Perkataan Joe membuat Anne malu dan mulai merutuki diri sendiri.

***

Joe memarkirkan mobilnya dengan rapi di depan sebuah restoran ternama, kemudian menatap Anne yang ada di sebelahnya.

"Kita sudah sampai."

Anne mengangguk. Mereka berdua turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam restoran. Saat sampai di dalam, ada lelaki dengan kisaran umur 28 tahun--sama seperti Joe-- sudah menunggu mereka.

"Maaf Pak Edwin, kami terlambat," ujar Joe kemudian menjabat tangan laki-laki itu.

"Selamat siang, Pak. Saya Anne, mahasiswi UHS." Anne mengikuti apa yang dilakukan oleh Joe, menjabat tangan Pak Edwin. Namun ia merasa tangan itu menggenggamnya terlalu erat.

Joe berdeham untuk memutuskan kontak tangan mereka.

"Silahkan duduk Pak," ujar Joe masih berusaha untuk tetap ramah. Ia dan Anne kemudian ikut duduk.

Acara makan siang mereka dimulai. Disini Anne yang lebih banyak berbicara karena ia yang membuat semua dokumen untuk acara ini. Joe hanya sesekali menambahi, sisanya ia habiskan untuk menatap Anne dengan serius.

"Oh ya," kata Pak Edwin setelah Anne izin ke toilet. "Saya juga ingin memiliki teman makan siang seperti Anne."

"Maksudnya?" ada kejanggalan dari perkataan Pak Edwin tadi dan itu membuat dada Joe berejolak marah karena sesuatu.

Pak Edwin terkekeh, "Bukankah sudah jelas Pak. Cukup pinjamkan Anne pada saya seharian."

Emosi yang sedari tadi ditahan Joe meletup seketika saat mendengar ucapan itu. Ia mencengkeram jas yang dikenakan Pak Edwin dan menariknya hingga berdiri. Beberapa pengunjung berteriak panik saat terdengar suara piring pecah di dasar lantai. Joe sudah hendak melayangkan tinjunya namun ditahan karena Anne sudah kembali dari toilet dengan sedikit berlari.

"Dengarkan baik-bak Pak Edwin yang terhormat. Jangan menganggap Anne seperti barang yang dapat dipinjamkan. Saya tau Anda hanya perwakilan dari perusahaan yang akan kami ajak kerjasama. Bagaimana jadinya jika saya melaporkan Anda kepada atasan Anda karena perilaku tidak sopan tadi," ujar Joe lalu melepaskan cengkeramannya. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar pesanan tadi serta piring yang dipecahkannya.

Joe menarik pergelangan tangan Anne menuju mobil. Setelah masuk ke dalam mobil, Joe melepas genggamannya. Ia menatap tajam ke arah Anne.

Joe sudah menyadari sejak tadi bahwa Anne hari ini sangat cantik. Dress formal selutut berwarna peach, ditambah ikat pinggang kecil berwarna coklat semakin membentuk tubuh Anne secara sempurna.

"Lain kali jangan mengenakan dress selutut, jangan mengikat rambutmu terlalu tinggi, jangan senyum terlalu banyak," ujar Joe melarang ini itu. Memang aneh.

"Tapi, Joe... Ini bahkan tidak terlalu terbuka," ujar Anne membela pakaian yang ia kenakan hari ini.

"Jangan menyela," ujar Joe yang membuat Anne terdiam.

"Apa kamu tau bagaimana tatapan lapar Pak Edwin tadi? Membayangkannya saja sudah membuatku geram," lanjut Joe.

Seharusnya Anne kesal karena Joe sudah menariknya tadi, seharusnya ia kesal ketika Joe melarang ini itu. Tapi mengapa hati Anne menghangat mendengar ucapan Joe? Apa Joe khawatir terhadapnya? Rasa apa ini?

***

Yeay update setelah sekian lamanya 🙌
Ngetik di hape ini aelah-__-
Warning typo(s)
Vomment yaaw

Perfect Two [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang