Photograph II

196 24 16
                                    

Pipeh - starswinner (4,65/5)


***

"Ck, mana, sih."

Sambil menggerutu kecil, Uni terus mengubek-ubek benda kubus yang ia gunakan untuk menyimpan buku-buku lamanya.

"Perasaan aku sim--ah! Ini!" Uni langsung memeluk buku kecil itu erat. "Akhirnya, kamu ketemu juga, Nak."

Uni membuka lembar demi lembar dengan perlahan, mencari rumus yang sesuai untuk soal yang sedang ia kerjakan. Sampai di halaman terakhir, bukan rumus yang ia dapatkan, melainkan sebuah foto yang terlihat usang.

"Ini, kan ...," Uni mengingat-ingat siapa orang yang bersamanya di foto tersebut. "Oh, astaga!" Uni ingat, dia, seseorang yang telah lama tidak pernah ia lihat keberadaanya. Uni ingat, dia, seseorang yang tiba-tiba menghilang tanpa memberitahunya.

Uni juga ingat, foto ini ia ambil saat dirinya diberikan kamera baru oleh ayahnya.

"Aku punya kamera baru, loh. Ayo, kita foto." Uni menarik paksa lengan laki-laki tersebut agar lebih dekat denganya.

"E-eh, jangan, saya malu."

"Tinggal senyum aja, kok. Ayo, satu, dua, tiga."

Uni menatap foto itu dengan senyum kecut, senyum canggung laki-laki itu tercetak jelas. Berbanding terbalik dengan Uni yang tersenyum lebar di sampingnya.

"Kapan, ya, aku bisa ketemu dia lagi?" gumam Uni sambil mengusap foto tersebut.

"Asiikkk, akhirnya dateng juga."

"Coklat?"

"Iya, dong!" Uni mengambil es krim itu sambil meloncat kegirangan.

"Uni!" seru Ani--ibu Uni--dengan intonasi tinggi.

"Astaga, Ibu. Ngagetin aku aja." Uni mengusap dadanya yang berdebar kencang.

"Kamu ngapain, sih? Ini buku-buku kenapa pada berantakan gini?" tanya Ani sambil berjalan mendekati Uni.

"O-oh, ini, aku abis cari catetan matematika aku."

"Trus, kenapa kamu malah mandangin foto kamu sama pak didi si tukang es krim itu?"

*****

PhotographWhere stories live. Discover now