Entah mengapa pagi ini, bus penuh dengan penumpang. Ya, sepagi ini, biasanya hanya ada beberapa orang dengan sisa kursi kosong. Anindita berdiri sambil menatap layar ponselnya. Dia tidak mendapat tempat duduk di sana. Sedari tadi Anindita hanya fokus pada satu wajah di salah satu akun Instagram. Satu-satunya foto yang menampakkan wajah laki-laki itu. Laki-laki yang selama ini ia kagumi dari jauh. Jingga. Anindita hanya bisa menatap Jingga melalui layar ponselnya tanpa ada orang yang mengetahuinya. Jemarinya terus menggulir layar yang memperlihatkan foto demi foto yang Jingga posting. Tidak ada foto lagi yang menunjukkan wajah Jingga selain itu. Sisanya hanya foto makanan atau pemandangan yang Jingga posting di Instagram berfollowers 5k itu. Anindita tahu, ada banyak orang yang mengagumi Jingga.
Bus berhenti. Ada seorang penumpang yang naik. Anindita tidak memperdulikannya. Dia masih fokus men-stalk akun instagram Jingga. Hingga akhirnya ada sebuah wajah lain terpantul di layar ponsel Anindita. Anindita segera membulatkan matanya dan menatap orang yang berdiri di sisi kanannya itu. Jingga. Anindita segera memasukkan ponselnya ke dalam saku. Anindita lalu menjaga jarak dengan Jingga dan memalingkan wajahnya dari laki-laki itu. Jantungnya berdegup kencang dan wajahnya memerah karena ia sangat malu.
Jingga Ranandika. Siswa kelas X.2 yang sangat populer di sekolahnya. Bukan hanya karena dia adalah ketua OSIS, tapi juga karena dia adalah siswa tercerdas di sekolah. Jingga adalah perwakilan Olimpiade Sains tingkat provinsi rayon Jakarta. Jingga adalah kesayangan semua guru. Siswa yang menaikkan martabat sekolah menjadi sekolah yang disegani. Dengan kata lain, Jingga adalah aset berharga sekolah ini. Ditambah, dia adalah pacar dari Soraya Caesara, pemenang lomba Cipta Lagu tingkat Nasional.
"Kiri pak!" seru Jingga pada sopir bus.
Bus berhenti. Jingga kemudian membayar ongkos dan turun dari bus. Anindita hanya menatap Jingga yang berjalan melawan arah. Ini masih sangat jauh dari sekolah dan Jingga baru saja naik. Anindita segera mengigit bibir bawahnya dan menghentakan kakinya berulang kali. Dia kesal pada dirinya sendiri.
'Anindita bego! Anindita goblok! Jingga pasti jadi ilfeel sama lo! Dasar pe'a!'
Anindita melangkahkan kakinya dengan malas di koridor. Dia menjadi tidak bersemangat hari ini. Jingga, orang yang selama ini ia sukai menjadi ilfeel padanya. Mendekati siswa itu saja sudah sulit apalagi ditambah dengan ilfeel? Ini adalah mission impossible bagi Anindita.
-o0o-
Anindita melemparkan tasnya ke atas meja dan segera menenggelamkan wajahnya. Dia merutuki dirinya sendiri yang terlalu bodoh itu. Anindita mengangkat kepalanya malas lalu mengambil beberapa buku yang ada di tasnya dan memasukkannya ke dalam laci meja. Tunggu, ada sesuatu yang aneh di dalam situ. Anindita segera mengeluarkan benda aneh itu. Sebatang coklat dan kartu ucapan yang sama seperti satu minggu yang lalu.
'Dear, Anindita.
Smile, my girl.
It's not the end of the world.
I love to see your happy face.
G'
Anindita teringat pada coklat yang ia terima satu minggu yang lalu. Anindita masih menyimpan kartu Baymax jingga itu di dalam tasnya. Dia kemudian mengambil kartu tersebut dan membandingkannya. Tulisan tangan yang sama seperti satu minggu yang lalu tapi inisial di bawahnya berbeda. Anindita pikir hanya ada satu orang yang memberikan coklat padanya ternyata tidak. Anindita mengintip keluar jendela namun tidak ada orang seperti satu minggu yang lalu. Namun ada satu hal yang membuat Anindita heran. Bagaimana bisa orang itu tahu jika dirinya sekarang sedang bad mood?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukable
Fiksi Remaja[SUDAH TERBIT] TERSEDIA DI TOKO BUKU! [SEBAGIAN BESAR PART SUDAH DIHAPUS] Bagaimana rasanya berada di antara cowok paling baik dan bad boy nomor satu di sekolah? Anindita. Tidak pintar, tidak juga cantik tapi dia adalah gadis yang ceria di sekol...