Cinta Tak Semudah Itu

91 19 2
                                    

Padang, Sumatera Barat

Sudah masuk semester lima. Semua masalah bercampur aduk dalam fikirannya. Penentuan tempat magang yang belum jelas. Keuangan keluarga yang sedang memburuk. Keluar dari Neutral Management EO. Terakhir sekaligus paling penting adalah, ia kehilangan penyemangat terhebat. Kendra Novde.

Pustaka kampus adalah tempat favorit-nya. Jadwal perkuliahan sudah usai semenjak pukul 11.00 Wib, seharusnya dilanjutkan jam 13.15 Wib untuk mata kuliah lain. Dosennya berhalangan hadir, karena ada urusan mendadak. Akhirnya ia memilih duduk di ruangan perpustakaan. Membaca sebuah buku tentang pemasaran.

Promotions Mix, sub bab yang tertarik untuk dipelajarinya kembali. Ada mata kuliah lain yang berhubungan dengan itu, yaitu Public Relations. Aila ingin mendalami lagi tentang Advertising sebagai salah satu bagian dari Promotions Mix. Impiannya nanti adalah memiliki perusahaan rumah produksi sendiri. Paling tidak Perusahaan Advertising.

Sayangnya, kali ini konsentrasinya pecah. Berpencar pada beberapa penjuru, seperti sebuah bom yang baru meledak. Akhirnya ia hanya melihat-lihat buku yang dipegangnya. Lebih tepatnya, hanya membolak-balik halaman buku.

Biasanya, Aila tak masalah dengan Dosen yang berhalangan hadir. Ia langsung bersemangat bisa menghabiskan waktu di basecamp. Merencanakan kegiatan-kegiatan menarik dengan anggota EO.

Sangat berbeda. Sekarang waktu kosong sedikit saja, bisa membuatnya larut entah seberapa dalam pada rentetan kejadian beberapa hari lalu. Semua berubah sejak kehadiran perempuan bule berambut coklat, dan ikal itu. Suze.

Aila kehilangan tempat, dan banyak hal lainnya.

Tujuh tahun lalu.

Kali kedua Kendra menyatakan perasaannya dengan jujur. Usianya masih empat belas tahun, ketika Kendra memberikannya sebuah cincin. Usai perpisahan sekolah, di depan perpustakaan. Sebuah taman, dengan Pohon Mahoni di tengah-tengahnya.

"Saya tau, setiap hati tidak bisa dengan cepat menerima kehadiran orang baru. Kalau di dalamnya sudah ditempati seseorang. Dan saya merasakan hal yang sama. Tidak bisa lupa kalau saya sudah menyerahkan perasaan ini bulat-bulat kepadamu. Meski saya sendiri lupa, kapan pertama kali perasaan itu muncul."

Aila terdiam, paham benar siapa yang dimaksud Kendra.

"Beri saya ruang, untuk mencoba mengisi tempat itu. Pura-pura lah untuk beberapa lama, hingga kamu akhirnya benar-benar menerima saya secara penuh."

Aila setelahnya mengangguk, menyetujui hubungan mereka mulai detik itu akan lebih dari sekedar teman. Perlakuan lelaki itu selama kurang dari dua tahun membuatnya yakin, bisa melupakan "orang itu" dengan cepat.

Dan cinta tak semudah itu.

Aila tau persis, ia gagal meski Kendra bertahan selama itu. Kehilangan yang dirasakannya, hanya sebatas ketakutan. Tidak sama ketika "orang itu" meninggalkannya. Kendra memberikannya banyak hal. Seiring berakhirnya hubungan mereka, Aila harus melepaskan semuanya. Bukankah rasa kehilangan yang wajar? "Orang itu" bahkan tidak memberikannya apapun, meski ia hanya berharap bisa mendapatkan hatinya saja. Tak lebih.

Masalah hati memang serumit itu.

"Kak, Lo itu cuma memanfaatkan semua yang Kak Kendra punya. Mentang-mentang dia cinta, lantas seenaknya saja memperlakukan begitu."

Hanim sempat melontarkan kalimat yang menohok jantung Aila. Semula ia tak ambil pusing. Peduli apa dengan ABG labil yang setiap hari berusaha mengambil perhatian Kendra. Hanim hanya iri, melihat Aila mendapat perlakuan istimewa dari Manager EO mereka. Aila sering difitnah olehnya, dan anggota lain acuh jika Hanim mulai cerewet menyebar berbagai gosip tentang Aila. Hanya masalah persaingan kerja.

Namun, kini sedikit kesadaran itu muncul. Ia memang tidak matrai seperti tuduhan Hanim. Tak pernah meminta dibelikan apapun, atau merengek untuk ikut kemanapun Kendra pergi. Hanya saja, Kendra selalu melakukannya tanpa diminta.

Hampir jam 12.00 Wib, pengumuman jam istirahat oleh petugas perpustakaan terdengar memenuhi ruangan. Ia meletakkan buku di rak semula. Mengelus cincin putih yang melekat di jari manis kirinya. Beranjak, tanpa tujuan. Malas untuk pulang lebih cepat.

Sebuah bus lewat. Lampunya tidak menyala, pertanda ia masih beroperasi. Mungkin itu bus terakhir yang lewat, menjelang istirahat. Depan Gedung Akademik, juga sudah ramai berjejer angkutan umum. Saatnya mereka mendapat kelebihan rezki, menjelang pukul dua siang selesai jam istirahat makan para supir bus. Mahasiswa yang pulang jam istirahat siang, kebanyakan memilih naik angkutan umum, ketimbang harus menunggu berjam-jam.

"Kak!!!" Aila menahan langkah, ketika hendak menaiki bus kampus.

"Genta?"

Meski tertutup helm, Aila hafal betul sosok dihadapannya. Wajah Aila sumringah. Berlarian menuju parkiran motor di samping pos satpam. Mereka memutuskan untuk makan siang bersama, dan menghabiskan waktu seharian di Pantai Muaro Lasak. Tempat wisata yang kini pengelolaannya sudah diupayakan pemerintah daerah, terletak paling ujung dari Pantai Padang, Purus. Tempat itu, favorit Genta.

Banyak foto yang dikumpulkannya dari potongan-potongan kehidupan di sana. Ketika ombak memburu bibir pantai, dan kaki-kaki kecil berlarian memecah air. Bau garam menguap ke udara. Hingga senja membawa sepotong cahaya, ke dasar samudera.

Ia paling suka bagian itu. Siluet membentuk berbagai kenangan dalam hidupnya yang lalu, sebelum ia mengenal Kendra. Potret alam, yang sayang jika dilewatkan untuk mengabadikannya dalam bidikan DSLR.

"Kak, se sulit apa mencintai seseorang yang berkorban banyak hal dalam hidupnya demi kita? Apa memberikan cinta- kepada seorang yang tulus mencintai kita, adalah hal yang menyakitkan?" Nada pertanyaan itu datar. Lambat. Satu buah potret matahari orange dua menit menjelang pembaringan ke barat, berhasil ia bidik.

"Menyakitkan, bila terus melukainya dengan berpura-pura. Membiarkan waktu terus berlalu, sementara kau tidak pernah tau- kapan kau bisa memberikan perasaan yang sama."

"Tapi, bukankah ia mudah mengambil simpati? Gee saja, sekali bertemu seperti sudah mengenalnya seumur hidup. Bisa menyayanginya dengan mudah." Genta memperhatikan hasil fotonya lewat layar kamera.

"Beda Gee. Kakak juga sayang- tapi bukan berarti setiap orang yang kita sayangi, dipilih oleh hati untuk menempati ruang itu. Sebuah ruang, yang bukan sekedar tersedia untuk orang yang istimewa. Melainkan, seorang yang dipilih langsung. Kadang bahkan tanpa alasan."

Mereka tengadah, langit mulai gelap. Pasir tempat mereka berbaring, terasa dingin.

***

Dear Pembaca,
Cerita ini sudah diterbitkan ya, dan bisa didapat di toko buku dengan pemasaran Pulau Jawa dan Bali. Toko Buku Togamas.

Tulisan ini diposting guna kepentingan cetak kedua. Aku ngidam cover beda untuk kali ini. Jadi kalau naik cetak akan di recover.

Ibarat kata, aku pengen Kendra Novde dan Aila Nandini beserta perangkat lunak lainnya #apasih dibungkus lebih awesome dan anggun. Dih, aku banyak dapat kritik sih ya dari cover yang sekarang. Entahlah, bagaimanapun juga apa yang pertama kali kita lihat akan disaring otak dalam dua penilaian; menggoda dan tidak menggoda.

Ada si, buku yang covernya aduhai bohai cincai, tapi isinya bikin capaiiiii...
Ada juga yang covernya sepele, biasa, nggak menjual tapi isinya jempolan...
Intinya bukan itu doang, tapi lebih ke keinginan setiap author menyempurnakan karya yang sudah ada, sembari menciptakan karya yang baru.

So, please help guys... 😘

Cinta Tanpa Jeda - Dee MWhere stories live. Discover now