Pengendali Hati

55 13 3
                                    

Note : Bagian ini memasuki pertarungan hati. Tak semua cinta mudah, Semoga tak bosan jatuh cinta...

Padang, Sumatera Barat.

Sebuah SMP Negeri, pinggiran kota. Banyak yang berubah setelah delapan tahun ia tak berkunjung. Tamannya semakin cantik. Bunga-bunga tumbuh dengan mekarnya. Aroma khas cat menemani perjalanannya sepanjang koridor. Sekolah itu baru saja mengganti cat orange dengan warna hijau daun. Kesannya lebih berpadu dengan alam.

Tepat di depan kelas VIII.2 (dulunya 2.2). Tempat ia memulai karir sebagai guru pengganti. Mengajar di kelas Aila, murid kesayangannya. Sekaligus cinta pertamanya. Sampai saat ini tetap menjadi kesayangan, tetap cinta. Saat itu ia mengajar Kesenian. Tau banyak hal dari Tante Yessi, tentang murid yang bernama Aila Nandini.

Aila tak suka not balok.

Ia benci meniup Pionika.

Sering dimarahi Guru Kesenian.

Selalu dapat nilai jelek dalam Kesenian.

Penyelamatnya hanya nilai penampilan pada acara pentas seni sekolah. Ia mahir ber-acting. Masuk Klub Teater dari kelas satu, dan selalu mengisi classmeeting Sabtu dengan latihan teater. Saat murid lain senang mencoba semua kegiatan ekskull-nya bergantian. Aila setia dengan Klub Teater, tak pernah berpaling.

Cerita itu berawal dari salah tekan tuts Pionika. Sembilan tahun yang lalu.

Semua murid di kelas kaget, tiba-tiba sebuah nada tinggi melengking muncul di tengah-tengah permainan Pionika mereka. Sebagian menutup telinga karena sangat terganggu.

"Kamu ini! Dari kelas satu tidak pernah bisa memainkan satu lagupun sampai selesai. Selalu salah! Padahal, lagu yang saya pilih tidak ada yang susah. Semuanya lagu wajib!" Bu Yessi geram melihat Aila.

"Maaf bu.." ia tertunduk.

Bruuk... tak beberapa lama, tubuh yang sintal itu terhempas ke lantai. Beliau tak sadarkan diri. Beberapa saat, sudah di gotong menuju ambulance. Bu Yessi masuk rumah sakit. Darah tingginya kumat, karena emosi berlebihan.

Sejak itu, Kendra jadi guru pengganti untuk mengajar jam Kesenian. Usianya masih enam belas tahun. Bersekolah di SMAKPA, menduduki bangku kelas satu. Ibunya sangat keberatan dengan keputusan yang diambil anaknya. Takut mengganggu nilai pelajaran sekolah Kendra, yang tahun pertama sudah menjadi juara umum. Ia tak punya pilihan, selain tetap mengizinkan putra tunggalnya. Yessi adalah adik iparnya. Ia tak ingin Yessi kehilangan pekerjaan, karena harus terbaring di rumah sakit berbulan-bulan. Setelah musibah itu, ia mengalami stroke ringan.

"Ma, Saya nggak permanen ngajar, saya masih seutuhnya jadi pelajar di SMAKPA. Hanya minta sedikit waktu untuk diri saya sendiri. Cuma tiga hari dalam seminggu ma, itupun tidak penuh. Tidak mengganggu sekolah saya" bujuk Kendra malam sebelum ia mengajar.

"Kasihan Tante Yessi, kalau pihak sekolah sampai benar-benar mencari guru baru. Murid-murid juga banyak yang tidak suka padanya. Saya takut, itu jadi alasan pihak sekolah, menggantikannya dengan yang lain. Jadi, selain saya sangat mencintai seni, alasan saya yang satu itu seharusnya bisa mama terima."

Ia pintar bernegosiasi. Akhirnya mampu meluluhkan hati Bu Yasmin. Meski ia tau ibunya tidak memberikan izin dengan sepenuh hati. Tak masalah, asal niatnya berbaur dengan seni kembali terwujud. Meski dengan target waktu yang sangat singkat. Tiga bulan. Baginya, waktu tiga bulan lebih cepat daripada satu dentuman bunyi gendang untuk dihabiskan dengan bermusik. Seumur hidup, jika bisa. Lebih tepatnya, jika ibunya memberi kebebasan untuk itu.

Hari pertama mengajar. Ia jadi idola baru. Usianya yang masih muda, lengkap dengan paras yang memesona membuat satu sekolah mengenalnya dengan cepat. Guru tampan, muda, dan jenius. Meski hanya mengajar dua kelas, yang harus ditinggalkan tantenya untuk tiga bulan ke depan. Hampir tidak ada yang tidak mengenalnya di sekolah.

Cinta Tanpa Jeda - Dee MWhere stories live. Discover now