Tok! Tok! Tok!
Aku berjengit kaget ketika mendengar suara ketukan pintu, yang lebih terdengar seperti penggrebekan. Bagiamana jantungku tidak loncat-loncat? Saat ini yang tidur di sebelahku adalah Ryan.
For your information, aku tidak melakukan apa-apa, hanya tidur karena ternyata, kamar sebelah adalah kantornya dan aku tidak tega menyuruhnya tidur di sofa. Jadi, di antara kami terdapat guling sebagai pembatas.
Tok! Tok! Tok!
"Ryan! Ry, siapa yang ngetok?" Kugoyangkan tubuhnya agar tebangun. Dia mengangkat kepalanya dari bantal, lalu menatapku datar. Aku balas menatapnya dengan tatapan bingung, tetapi dia tetap menatapku dengan tatapan datar.
Tok! Tok! Tok!
Ryan kembali mengempaskan kepalanya pada bantal yang empuk itu. Aku hendak menggerakkan tubuhnya kembali, tetapi dia membuka mulutnya.
Tok!-
"Iya, Ibu! Udah bangun!" Hanya dengan sedikit menaikkan suara, ketukan itu menghilang digantikan dengan suara orang menyapu.
"Jam berap--"
"Tujuh." Ryan memotong ucapanku. Padahal, matanya masih terpejam dan posisinya belum berubah sejak berteriak tadi. "Kalau Bu Dewi ngetok pintu, tandanya udah jam tujuh," lanjutnya. Aku menjawab dengan anggukan, walaupun dia tidak melihatnya.
"Ya udah kalau gitu, kamu bangun dong," suruhku yang sudah seperti mamanya saja. Dia hanya berpindah posisi, lalu mengangguk kecil.
Dug!
"Aduh! Sakitt," keluhnya sambil menatapku heran. Aku memukul keningnya dengan tangan semenku agar dia bangun. Ternyata, dia pemalas juga ya, padahal aku sudah membayangkan sosok yang sempurna darinya.
"Ayo bangun, kamu enggak kerja?" tanyaku yang lagi-lagi seperti mamanya. Ceritanya, aku di sini yang diurus, atau aku yang mengurus dia, sih?
"Meeting nya nanti siang, udah tidur lagi aja," ucap nya sambil menepuk-nepuk kepalaku asal, lalu berpindah posisi lagi memunggungiku. Aku mendesah pasrah melihat sikapnya yang sangat malas ini. Kupindahkan guling yang menjadi pembatas kami ke ujung kasur agar aku dapat dengan mudah mengganggu Ryan.
"Jangan punggungin akuu...," rengekku sambil menarik-narik kaosnya.
"Hmm," gumamnya sambil berbalik menghadapku.
Aku mendekatkan wajahku ke wajah Ryan. Kuperhatikan wajah masam yang tampan itu. Dengan warna kulit tan, hidung mancung, dan bibir tipis berwarna pink. Untung matanya tidak berwarna biru. Kalau iya, bisa-bisa, aku meleleh setiap hari ketika melihat matanya.
"Ah!" Aku menjerit kecil ketika mata Ryan terbuka tepat saat aku sedang memperhatikan matanya. Panjang umur, itu mata.
"Ugh, Goddess, gangguin aku melulu," katanya, kesal dengan perlakuanku. Akhirnya dia duduk sambil mengusap mukanya, kemudian menatapku dengan lemas. "Mau apa?" tanya Ryan.
"Aku mau sarapan, terus ngapain kek, jalan-jalan kek, bosen nih," jawabku santai sebelum turun dari kasur untuk mandi. Ryan mendesah malas lalu ikut turun dari kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goddess
Teen FictionAthena, Aphrodite, dan Hera. Tiga gadis biasa yang sangat menghayati nama mereka sebagai dewi Yunani. Athena, yang ateis terhadap semua pria. Aphrodite, yang sangat suka memainkan pria. Hera, yang pencemburu dan pendendam. Setelah terjadi sebuah per...