Pawang Altan

274 16 24
                                    

Jam istirahat pertama.

Ini dia... dua pangeran dari sarang penyamun.

Dua cowok TSBT yang cukup memanjakan mata Zee. Masih ingat sama ketiga cowok ganteng yang masuk tim inti basket?

Nah, dua dari tiga cowok yang didaulat oleh para fans sebagai TSBT ini, sekarang berdiri di hadapan Zee.

Cewek ini tak terlalu menyesali keputusannya untuk nggak mengekor ketiga sohibnya ke kantin. Malah sempat-sempatnya ketiga manusia itu membujuk Zee supaya urung melangkahkan kaki ke XI IPA 3.

"Ayolah Zee... Daripada ke sana, mending ke kantin. Perut kenyang hati pun senang. Ya nggak, din?" Nining berujar sambil merilik sobat lengketnya, Dinda.

"Iya, lagian ngapain ke Altan? Mau ngambil peralatan gambar sambil ngemodus?" Dinda berprasangka.

"Kamu nggak bakal kenyang cuman liatin muka orang. Mending makan gorengan... Hehe... Hehe." tambah gadis bongsor itu lagi, dia mulai cengengesan.

Mungkin dalam benaknya, raungan kelima gorengan favoritnya yang minta dimakan lebih menggairahkan daripada Altan.

"Eh, bukannya kalau ke kantin kenyangnya plus-plus ya?" suara si kalem Mala ikut-ikutan. Matanya melirik iseng pada Zee.

"Plus-plus?"

Nggak cuma Zee yang mengerutkan kening, dua sobatnya juga heran. Sejak kapan kantin kasih treatment ekstra kayak panti pijat, sampai pakai label plus-plus segala.

"Ya... Kan sambil makan, mata juga jelalatan. Perut kenyang mata pun senang...Hehehe..." Mala terkekeh, yang lain ikut ketawa. Zee manyun. Yah, itu mah 'nyindir' namanya.

Seakan tak puas, Dinda kembali mengingatkan...

"Kalian inget nggak, Zee kan saking asyiknya ngeliatin si doi, sampai sendok aja nyamperin hidung. Hahaha!"

Ketiganya tergelak, "Efek kelamaan jomblo tuh!"

Ih, makin males aja Zee ikut ajakan ketiga gadis girang ini. Meledek terus nih!

Diserang bertubi-tubi macam tadi tak membuat niat Zee kendor. Malah ia semakin bernafsu untuk mengambil buku sketsa dan jajarannya.

"Aku bakal tetep ke sana, peralatanku mahal tau! Apalagi sketchbook-nya." Zee bersikeras. Soalnya dia paling malas mengingat nominalnya.

Nining malah mencibir, "Suruh siapa beli pulpen doang sampe empat puluh ribu? Kayak kita dong, selama ada pulpen nganggur di kelas... Kita tetep bisa hidup. Iya nggak?"

Dinda mengangguk, "Berlaku hukum rimba. Pulpen tergeletak, kita bertindak... Embat aja selagi nggak ada yang ngaku."
Mendengar ini, Nining ngakak. Zee cuma bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Terserah mereka deh, batin gadis itu pasrah.

Melihat wajah Zee yang ditekuk dan menandakan cewek itu pengin buru-buru hengkang dari tempatnya, Mala kembali melancarkan aksinya untuk mencegah Zee nekat pergi.

"Eh, tapi bener kok! Daripada ke ipa tiga, lebih baik ke kantin. Kan ada si doi tuh... bonusnya, anak-anak silat pasti nangkring di kantin," Mala mengeluarkan bujuk rayunya yang paling mujarab.

Zee mendelik. Jarang-jarang makhluk kalem itu ikut nimbrung. Apalagi, Hmm... Tawaran yang menjanjikan.

Kalau dipikir-pikir, iya juga sih. Mengingat postur tubuh anak-anak silat yang menggiurkan, sambil menikmati sepotong wajah si doi dari dekat. Gimana nggak menggoda coba?

Zee merengut sambil menggigit bibir bawahnya.

Arrghh! dasar Mala. Tau aja kebiasaan Zee kalau ke kantin. Bukan cuma kerongkongan yang adem, mata juga ikutan sejuk.

BASKETCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang