Veter and Pozhar

184 8 0
                                    

Privat Message 

.... 

Pagogo : 

Jadi? Sekarang Pokke mau mbolang kemana?

Me :

Hem? Saya udah otw ke Veter, btw ^.^' 

Pagogo : 

Serius?! 

Me : 

Yup! :) 

Pagogo : 

Ngapain?! 

Me :

Saya udah pernah bilang kalau saya suka mbolang. Apalagi Pagogo tinggalnya di Veter, 'kan? 

Saya enggak punya saudara di sana dan mungkin 6 jam lagi saya udah sampai di Veter. 

Apa Pagogo bisa jemput saya di stasiun lalu ajak saya keliling kota Veter? Boleh juga kasih saran hotel buat penginapan saya. 

Please ... :) 

Pagogo : 

Kenapa mendadak sekali?! 

Saya keknya enggak bisa deh 

Me : 

Enggak bisa, ya? Umm ... Ya udah, enggak apa-apa. Nanti saya tanya-tanya orang aja. :) 

Pagogo : 

Seriusan Pokke ke Veter? Serius enggak ada saudara? 

Me : 

Iya ... Saya nekat sih kalau mbolang. Muahahahaha .... 

Pagogo : 

Sorry, saya enggak bisa jemput 

Me : 

Enggak apa-apa

Pesan masuk kosong. 

Aku sudah menduganya. Kau tidak akan mungkin mau menjemputku meski aku sudah berusaha bertekad untuk datang ke Veter, tempat tinggalmu yang tidak ingin kautinggalkan. 

Pagogo. Itu nama yang kuberikan padamu. Meski hingga saat ini aku sama sekali tidak pernah melihat rupamu tapi aku tidak lagi merasa kesepian saat setiap malam kau bersama Ponggi, sahabat kita yang lain, bercakap-cakap di dunia maya. 

Aku Pokke, kau Pagogo, dan dia Ponggi. Yah ... memang kita hidup terpisah di tiga wilayah yang berjauhan. 

Kau tinggal di Veter, kota yang selalu saja berangin dan tidak pernah berhenti memberikan kesejukan namun juga bisa mendatangkan badai, kota dimana kesunyian dan keheningan berpusat pada negeri ini. 

Aku tinggal di wilayah Pozhar, kota yang penuh dengan api dan keramaian. 

Ponggi tinggal di Negeri Terrus, kota metropolitan yang begitu besar, megah, dan juga suram. 

Hari ini hujan dan aku berdiam diri di sebuah gerbong kereta. Kutatap langit siang yang tidak menunjukkan sinar matahari melainkan awan mendung yang menggantung. Hujan sudah membasahi bumi sedari tadi pagi. Kaca kereta mengembun dan rasa dingin yang dipancarkan dari udara sekitar ditambah alat pendingin ruangan terasa membekukan tubuhku. Dan saat pesan dari Pagogo bahwa dia tidak bisa menjemputku, menjadikan hati yang ada dalam tubuhku ikut membeku. 

"Tiket, Nona?" Petugas tiket kereta mengulurkan tangannya dengan senyum sopan terhias di bibirnya. 

Aku meraih tiket yang kusimpan di balik saku hoodie berwarna putih kesayanganku dan memberikannya pada petugas itu. 

Between Veter and PozharTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang