3. Selamat Datang Di Hutan

269 16 1
                                    

Sementara itu, di suatu desa yang tentram dan makmur, hiduplah seorang gadis remaja bernama Amelia. Ia tinggal bersama ibu dan dua saudari tirinya, Lucie dan Luna. Ibu kandung Amelia meninggal saat melahirkan dirinya. Sementara ayahnya meninggal beberapa bulan yang lalu karena terserang suatu penyakit.

Ibu tiri Rosie sangat menyayangi Amelia melebihi kedua anaknya sendiri. Amelia memang gadis yang rajin dan berbakti pada orang tua. Sedangkan Lucie dan Luna adalah dua gadis pemalas yang manja. Setiap hari, Amelia selalu mengerjakan semua pekerjaan rumah, mulai dari menyapu, mencuci pakaian, sampai menimba air. Amelia tidak ingin Ibu Rosie menjadi kerepotan saat beliau harus memasak makanan untuk mereka. Karena Amelia sudah meringankan pekerjaannya, maka tak heran bila Ibu Rosie selalu memberikan jatah makanan yang lebih kepada Amelia.

Lucie dan Luna sudah sejak lama menaruh kedengkian dan kebencian pada Amelia. Mereka tak habis pikir mengapa ibu kandung mereka lebih menyayangi Amelia ketimbang mereka berdua. Di rumah, Lucie dan Luna seringkali berlaku kasar terhadap Amelia, tanpa sepengetahuan Ibu Rosie. Meski demikian, Amelia tak pernah merasa dendam kepada kedua saudari tirinya tersebut. Ia juga tak pernah melaporkan perbuatan mereka pada Sang Ibu. Amelia memang lebih suka untuk mengalah.

"Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi!" ujar Lucie, pada suatu hari. "Amelia selalu membuat kita terlihat bodoh di depan Ibu."

"Ya, benar," sahut Luna. "Tapi apa yang bisa kita lakukan? Amelia memang pintar mengambil hati Ibu."

"Aku punya rencana bagus untuk menyingkirkan Amelia dari kehidupan kita...untuk selama-lamanya."

"Sepertinya menarik. Katakanlah, Lucie." Luna tampak antusias.

"Begini rencananya. Kita ajak saja Amelia ke hutan, lalu kita tinggalkan dia disana. Bagaimana?"

"Tapi di hutan ada Peri ungu pemakan manusia. Aku takut sekali kesana."

"Ikuti saja aku. Pasti semuanya akan beres." Lucie tersenyum licik.

Keesokan harinya, kedua gadis jahil itu mendekati Amelia dengan sikap yang manis. Kebetulan hari itu Ibu Rosie sedang pergi ke kota, jadi mereka berdua lebih leluasa untuk melaksanakan niat jahatnya.

"Amelia, tadi Ibu berpesan pada kita semua supaya mencarikan tumbuh-tumbuhan berkhasiat di sekitar hutan," ujar Luna.

"Tumben sekali," kata Amelia. "Biasanya Ibu selalu melarang kita untuk mendekati hutan."

"Entahlah. Aku sebenarnya juga malas untuk pergi ke hutan," keluh Lucie. "Apa memang sebaiknya kita tidak usah mencarinya?"

"Jangan, Lucie," sahut Amelia. "Bila Ibu sudah berpesan demikian, maka kita harus melaksanakannya."

Maka pergilah mereka bertiga menuju hutan. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka pun sampai di pinggir hutan. Ketiga gadis itu mulai mencari tumbuh-tumbuhan berkhasiat seperti yang Luna katakan. Cukup lama mereka mencari, namun tumbuh-tumbuhan yang dimaksud tak kunjung juga ditemukan. Saat itulah Lucie dan Luna menjalankan tipu muslihat mereka.

"Aduh! Kakiku terkilir," jerit Luna sambil menjatuhkan diri.

"Makanya kalau jalan hati-hati." Lucie mendekati Luna dan memijit kaki saudarinya itu.

"Amelia, coba kau cari tumbuh-tumbuhan itu ke dalam hutan," pinta Lucie. "Aku akan menjaga Luna disini."

Amelia termangu. Sepengetahuannya di dalam hutan tersebut tinggal sesosok Peri ungu yang konon kabarnya gemar memakan manusia. Amelia menjadi ketakutan. "Bagaimana kalau kita hentikan saja pencarian kita?" usulnya.

"Dengar, Amelia, kita sudah jauh-jauh datang kemari. Aku tak mau kita pulang dengan tangan hampa," ujar Lucie dengan nada tinggi.

"Benar," sahut Luna. "Ibu pasti akan kecewa bila kita tak membawakan untuknya tumbuh-tumbuhan itu."

Amelia tak dapat menolak lagi. Dengan perasaan was-was, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam hutan. Sementara itu, Lucie dan Luna bergegas pergi meninggalkan Amelia disana. Kedua gadis jahil itu sangat senang karena tujuan mereka telah tercapai.

Di dalam hutan, Amelia berjalan tak tentu arah hingga ia menjadi tersesat. Kini ia benar-benar tak tahu jalan untuk kembali ke tempat semula. Ketika sedang mencari-cari jalan untuk keluar dari hutan, tiba-tiba Amelia terperosok ke sebuah lubang yang cukup dalam. Amelia menjerit kesakitan. Ternyata ia mengalami cedera pada kakinya. Sambil menahan rasa sakit, Amelia berteriak keras-keras minta tolong.

Beberapa saat kemudian, seekor kucing tiba-tiba muncul di mulut lubang tersebut. Itu Puri, kucing kesayangan Nenek Frida.

"Hai, kucing lucu," sapa Amelia. "Oh, seandainya saja kau dapat menolongku."

"Jangan khawatir, kami akan menolongmu," ujar Puri.

"Kau bisa bicara ya." Amelia terlihat senang. "Kalau begitu carilah bantuan untukku."

"Tenang saja, sahabatku Groll telah datang."

Sesosok makhluk ungu yang tinggi besar tiba-tiba mendekat dan melongok ke dalam lubang. Amelia terperanjat dan menjerit sejadi-jadinya karena ketakutan.

"Hei, tenanglah. Jangan takut," kata Groll. "Aku akan mengeluarkanmu dari situ." Ia mengulurkan tangannya untuk menjangkau tubuh Amelia. Dengan hati-hati, Groll mengangkat gadis itu ke atas, lalu meletakkannya di tempat yang aman.

Walaupun begitu, Amelia masih saja ketakutan. Baru kali ini ia melihat dan bertemu langsung dengan sesosok Peri ungu. Amelia hampir-hampir tak dapat mempercayainya.

"Apakah kau akan memakanku?" tanyanya.

Groll tersenyum. "Tentu saja tidak. Perkenalkan, aku Groll dan ini sahabatku Puri. Siapa namamu? Kenapa bermain-main sendirian di hutan?"

"Namaku Amelia. Aku kemari bersama kedua saudariku untuk mencari tumbuh-tumbuhan berkhasiat. Tapi kurasa mereka telah meninggalkanku."

"Lihat, kakimu terluka," kata Groll. "Lebih baik ikutlah ke pondok kami. Nenek Frida pasti bisa mengobati lukamu."

Amelia tak punya pilihan lain. Ia memang begitu kesulitan untuk berjalan. Maka akhirnya, Groll membawanya menuju pondok agar ia mendapatkan perawatan.

Sementara itu di desa, Ibu Rosie baru saja pulang dari kota. Ketika masuk ke rumah, ia mendapati Lucie dan Luna yang sedang menangis tersedu-sedu. Ibu Rosie keheranan dan lekas memeluk kedua putrinya tersebut.

"Kenapa kalian menangis? Dan dimana Amelia?" tanyanya.

"Maafkan kami, Ibu," ujar Lucie, lirih. "Sesuatu yang buruk telah terjadi pada Amelia."

Ibu Rosie terkejut. "Katakan, Nak, apa yang terjadi pada Amelia?"

"Ibu, tadi siang kami bertiga sedang bermain-main di pinggir hutan. Tiba-tiba tanpa kami sadari, munculah sesosok Peri ungu yang langsung menyambar tubuh Amelia," tutur Lucie.

"Kami tidak bisa berbuat banyak, Ibu," tambah Luna. "Untungnya kami masih dapat menyelamatkan diri. Namun makhluk yang bengis itu membawa Amelia ke dalam hutan." Ia menangis semakin keras dan memeluk ibunya erat-erat. Tapi diam-diam ia tersenyum dan mengedipkan mata pada Lucie.

Ibu Rosie sangat sedih dan serasa hendak pingsan mendengar perkataan dusta kedua putrinya itu. Dengan cepat, kabar itu tersiar kemana-mana hingga membuat gempar penduduk desa. Mereka khawatir jika sewaktu-waktu Peri ungu itu menyerang desa dan memangsa mereka.

Sahabat Dari HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang