Senja, Entah Keberapa

70 4 0
                                        

Sudah berapa banyak sastra yang berbicara tentang senja atau setidaknya memuatnya meski hanya satu kata? Jutaan, mungkin. Izinkan aku menggenapinya, entah menjadi keberapa. Kali ini bukan puisi. Tidak juga sajak. Hanya ingin mengagumi betapa magisnya sebuah senja. Betapa ia berhasil merangkum seluruh lelahmu hanya dengan bentangan semburat merah dan jingga. Betapa ia mampu memanggil yang lelah pulang dengan kedatangannya, menyatukan peluh dengan rindu.  Ia juga mampu memanggil ingatan-akan apapun-untuk kemudian membuat kita mengingat banyak hal yang sudah kita bunuh. Ia dijadikan simbol perpisahan hanya karena kepergiannya membekas, lekat dengan jutaan rindu, harapan, dan pertanyaan yang dipangkunya dari milyaran penghuni bumi. Tapi senja adalah penyimpan rindu yang baik, penampung penyesalan yang ulung, penangkap pertanyaan yang handal.


Ia tetap saja singkat meski kehadirannya amat dinanti pekerja yang lelah beradu dengan dunia ini. Ia tetap saja hanya menampilkan semburat merah dan jingga tiada batas itu, meskipun bisa saja jutaan rindu, harapan, pertanyaan, dan kesedihan yang dititipkan padanya menjadikannya kelabu. Tapi, ia tetap memilih menjadi senja yang dijadikan kata favorit bagi jutaan penyair, menjadi ladang dan titik awal lahirnya sebuah karya. Tapi, ia tetap memilih menjadi senja yang dengan sukarela kuratapi dan kutitipi banyak doa.



22.33 yang jelas  bukan senja lagi,

dengan playlist lagu Taylor Swift,

ditambah ratusan pertanyaan, puluhan nasihat, dan satu rindu.




AbsurdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang