Arc 1, Chapter 0 (Crimson Lightning)

9.4K 485 20
                                    

Sudah ribuan tahun pertempuran antara Divine dan Darkness berlangsung tanpa akhir. Pertempuran  antara mereka yang menyembah Tuhan dan mereka yang menjadi musuh -Nya

10 tahun yang lalu

Pertumpahan darah besar-besaran terjadi di sebuah wilayah yang bernama Zeres. Zeres yang seharusnya kota yang indah, megah, dan bersejarah telah berakhir.

Kota yang sebelumnya penuh dengan kebahagiaan menjadi peneritaan, yang sebelumnya hamparan bunga-bunga indah menjadi penuh penduduk yang tewas mengenaskan. Tubuh tanpa jiwa yang tergeletak di sana sini. Beberapa diantaranya dalam keadaan yang tidak utuh. Rumah-rumah hancur atau terbakar. Asap hitam pekat, bau amis darah, tangisan dan air mata menjadi pelengkapnya.

Sekarang Zeres menjadi medan tempur merah darah. Wilayah yang sebelumnya penuh akan warna, kini hanya tersisa warna merah pekat.

Ditengah-tengah keadaan yang suram ini terdapat sekelompok orang yang berjuang sekuat tenaga mempertahankan Zeres. Namun begitu mereka seperti tidak berdaya menghadapi ribuan darkness yang menginvasi inci demi inci wilayah mereka tanpa terkecuali. Membunuh dan melenyapkan orang atau apapun yang menghalangi mereka.

Keadaan pasukan divine mulai mengkhawatirkan. Mulai terpojok tanpa jalan keluar yang jelas seperti terjebak dalam sebuah labirin yang sangat luas.

Banyak anggota yang terluka dan tewas, senjata mengalami kerusakan berat, peluru dan anak panah yang mulai habis.

"Kapten jika terus begini kita semua akan... " ucap seorang prajurit divine yang mulai kehilangan harapan.

"Tenanglah, kita tidak akan berakhir disini."

Pantas jika prajurit tadi ketakutan. Lebih dari setengah pasukan divine dibantai oleh darkness.

Dalam keadaan terpuruk, putus asa, dan hilang harapan, di langit kilatan merah diikuti suara guntur yang menggelegar, mengembalikan cahaya yang sebelumnya hilang ditelan kegelapan.

"Hehhh... di saat seperti ini kau baru datang. Sialan kau Krei!" Celoteh si Kapten

Dalam sekejap muncul seseorang berpakaian hitam dilengkapi aura berwarna merah. Dialah Krei Bladefinger, seorang laki-laki dengan pakaian berwarna hitam dengan aksen berwarna merah. Memegang sebilah pedang katana putih dengan mata pedang berwarna hitam di tangan kanan dan tangan kiri Bladefinger yang khas, jari-jarinya yang berbentuk pisau dan lengan logam keras saat dalam keadaan siap tempur, Krei berjalan dengan tenang kedalam medan pertempuran.

"Kalian mundurlah, aku akan menahan mereka!" perintah Krei.

Dengan cepat salah satu darkness berlari kearah Krei, dia melompat kearah Krei dengan menghunuskan pedang tepat kelehernya. Saat darkness itu menebas, tak ada apapun disitu.

Saat dia mendongak melihat kedepan secercah cahaya melewatinya, dan saat itulah ia kehilangan kepalanya.

"Tapi kami... Krei kau hanya akan berakhir sia-sia disini, orang sepertimu lebih dibutuhkan dibandingkan kami!" bantah seorang prajurit divine.

"Jika itu berarti menyelematkan mereka yang berharga bagiku, Tak apa cukup aku disini!" Ucap Krei bagai seorang ksatria yang siap mengorbankan apapun demi orang dicintainya.

Mereka kemudian satu persatu mulai pergi, berlari menuju sebuah gerbang warp yang akan langsung mengantarkan mereka menuju tingkatan langit yang lain.

"Krei! Jika kau selamat dari ini, kau akan kutraktir minum sepuasmu!" Itulah kalimat terakhir dari Erick von Ardiant yang tidak lain adalah kapten pasukan divine sebelum pergi menggunakan portal warp.

"Tenanglah Eric isi dompetmu tidak akan berkurang."

'Ricane, Risa, Ariana. Maaf seperti kita tidak akan bertemu lagi,' batin Krei.

Dan sekarang hanya cahaya merah melawan kegelapan yang datang bergulung-gulung layaknya ombak dilautan. Diantaranya ada darkness dengan aura hitam kelam yang melayang diatas sana.

"LIGHTNING... RAGE... BURST!!!"

Krei yang diselimuti oleh kilatan berwarna merah, tanpa ragu menerjang maju pasukan darkness.

Ditebasnya satu-persatu musuh yang ada didepannya dengan pedang yang ada pada genggaman tangan kanannya. Dengan sekali cakar dengan jari pisaunya, zirah yang dikenakan musuh terkelupas dari tubuh mereka, sehingga lebih mudah untuk membunuh mereka.

Darah kental terus mengalir seiring Krei melancarkan serangannya yang tanpa henti. Ratusan musuh ia atasi sendirian.

Cipratan darah mulai menghiasi Krei. Warna merah mulai muncul di tubuhnya. Bahkan, rambut hitamnya kini telah basah kuyup terguyur darah musuh-musuhnya.

"Sial, mereka masih ada banyak."

Para pasukan darkness yang sebelumnya menghabisi prajurit divine kini mulai mundur sedikit demi sedikit menjauhi Krei yang dengan santainya berjalan kearah mereka.

Kini merekalah merasa ketakutan. Gemetar hingga meneguk ludah sendiri.

"Jika kalian bersikeras ingin tetap menguasai tempat ini, jangan salahkan aku kalau kalian binasa."

Apa yang Krei katakan tidak mereka indahkan. Mereka tetap mengangkat senjata mereka demi menghabisi sang malaikat.

Mereka tetap maju, meski mereka tahu bahwa mereka hanya akan menghampiri kematian.

***

Aku terbangun dan langsung menyibakkan selimut yang menutupi tubuhku. Nafasku memburu dan jantungku berdegup kencang. Entah kenapa, belakangan ini aku mengalami mimpi yang sama berulang-ulang. Bahkan terlalu sering.

Di mimpi yang kulihat, selalu dan selalu muncul segala macam hal penderitaan. Seperti apapun itu dan apa yang mereka alami. Aku tahu dan aku sering melihat sesuatu semacam itu, baik dimimpiku ataupun didunia nyata. Tapi melihatnya berulang kali tetaplah mengerikan.

Yang menjadi pertanyaan adalah, "kenapa aku selalu melihat hal seperti itu? Apakah itu berhubungan dengan hidupku?"

Blue Luminescent White KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang