Pada kenyataannya, yang mereka sebut 'demi kebaikan', dampaknya tidak selalu 'baik'.
☆☆☆
BRAKK
Hantaman terakhir kini berasal dari mobil lain yang menabrak bagian belakang mobil Damar saat tiba-tiba ia memundurkan mobilnya, sampai mobil Damar sedikit terlempar ke depan, menabrak lagi dua mobil ringsek yang berada di depannya. Hingga terciptalah tabrakan beruntun yang melibatkan tujuh kendaraan bermobil, termasuk mobil Damar, tepat di perempatan jalan raya yang letaknya satu kilometer dari lokasi taman tujuan Damar.
"Aw," lirih Damar sambil menyentuh keningnya yang sudah berdarah-darah karena membentur keras setir mobil yang berada tepat di hadapannya. Damar memejamkan matanya beberapa saat, berupaya untuk menahan rasa sakit yang menyiksa kepalanya.
Melalui kaca mobilnya yang nampak retak, samar-samar Damar dapat melihat seberapa buruk kondisi mobil-mobil lainnya yang ternyata jauh lebih ringsek dibanding mobilnya sendiri. Bahkan salah satu di antaranya ada yang mengeluarkan asap. Sampai tak lama dari itu memunculkan percikan api.
"Semuanya keluar, selamatkan diri kalian! Ada mobil yang mau meledak!" Seorang bapak-bapak dari seberang jalan berteriak sekencang-kencangnya. Meneriaki siapa pun yang masih sadar agar segera keluar dari mobilnya masing-masing.
Damar mendengar itu. Tetapi lagi-lagi Damar bersikap seolah telinganya tertutup. Dia mengabaikan segala suara yang masuk ke pendengarannya. Damar memang sengaja tidak ingin menyelamatkan diri. Damar berpikir, mungkin ini merupakan cara Tuhan menakdirkan dirinya, agar dia bisa menyusul Renaya 'di sana'.
Tok tok tok
Tahu-tahu seseorang mengetuk pintu kaca mobil Damar. "Mas, keluar, Mas!"
Damar diam. Tidak bergerak sesenti pun dari posisinya. Dia hanya mengatur napasnya sekaligus menahan rasa sakit juga perih yang menjalar di seluruh tubuhnya.
Tok tok tok
"Mas, keluar!" Orang itu mencoba untuk membuka pintu mobil Damar. Namun tidak bisa. Damar sudah terlanjur menguncinya.
Sementara orang-orang sangat panik akan dirinya, di dalam mobil Damar malah memejamkan matanya. Bersamaan dengan itu, air mata terjatuh dari ujung matanya. Dalam pejamannya, yang terbayang oleh Damar hanyalah sosok Renaya. Senyum Renaya, tawa Renaya, wajah cantik Renaya. Seseorang yang begitu anggun, yang telah menjadi gadisnya selama tiga tahun, dan masih terhitung sampai detik ini.
"Tenang, Nay. Aku gak akan biarin kamu sendirian 'di sana'. Aku akan temani kamu, biar kamu gak kesepian. Tunggu aku, Nay."
DUARRR!!!
Setelahnya hanya ada suara ledakan besar yang memekak telinga. Ledakan yang tak mampu lagi terhindarkan oleh Damar.
Di saat yang bersamaan, ingatan ketika Nael melihat dirinya bersama seorang gadis yang sedang bermain ayunan tiba-tiba juga muncul di kepalanya.
"Damar!"
Saat menoleh, Nael melihat seorang perempuan berambut panjang dengan gaun indah selutut berwarna biru yang membalut tubuh mungilnya, sedang duduk di sebuah ayunan sambil tersenyum ke arahnya.
Kini Nael bisa melihat detil wajahnya dengan jelas dari ujung kaki sampai kepala, dia memang bukan Naya. Mereka sama sekali tidak mirip. Gadis itu itu tidak memakai kacamata. Di belakangnya, Nael juga masih melihat dirinya sendiri sedang berdiri, tertawa bersama dengan gadis itu, sambil mendorong ayunan yang diduduki oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Memories
Roman pour AdolescentsSemenjak kecelakaan beruntun yang terjadi menimpa Nael, ada satu hal yang menghilang begitu saja dari ingatannya. Yaitu sepotong memori, tentang seorang gadis yang bernama Naya. Dan Nael merasa tidak ada satu orang pun yang ingin membantunya untuk m...