Singapore, June 2017
Sekeluarnya dari Changi, Syira yang tadi tidur selama di pesawat pun langsung lari dengan riang gembira ke arah taksi yang kosong. Kayaknya dia sengaja sih tidur total di pesawat supaya bisa seenerjik ini, gue sampai harus berkali-kali bilang ‘Watch out!’ karena takut dia nabrak orang-orang yang lagi lalu lalang. Tapi gue gak bisa gak senyum liatnya karena dia lucu banget.
Percaya atau tidak, kebahagiaan Syira kayaknya kebahagiaan gue juga. Dan sedihnya dia ya sedih gue juga. Gue inget banget gue ikut merasa sedih pas kita baru ketemu di bandara tadi pagi, mukanya muram banget, apa karena dianterin sama Bayu ya? Gue sempet liat mereka ngobrol tanpa ngeliat mata satu sama lain terus Bayu sempet ngecup kening dia singkat gitu.
Gue udah pada tahap gak bisa sakit hati lagi tiap liat mereka begitu karena sekarang gue malah cenderung bingung dan gak ngerti sama hubungan mereka sebenernya.
Tapi yaudahlah, peduli apa. Sekarang gue ada di Singapura, berdua aja sama Syira. Haha!!
“Lamaaa!” Syira ngomel pas gue masuk taksi.
Gue langsung aja ngacak rambutnya yang baru aja dipotong pendek dan bikin dia jadi keliatan lebih fresh. “Kamu yang kecepetan jalannya, cantik.”
Syira otomatis langsung melototin gue, “Kamu?”
“Kenapa sih, gak boleh?”
“... ya, gimana ya, Jeremy.”
“Ga peduli, bakal tetep pake aku-kamu selama disini.” Cuma ini kok, gue gak akan curang lebih jauh lagi. Hal kayak gini gak salah kan?
“Ya udah deh. Terserah.” Jawabnya dengan muka pasrah sambil sibuk ngurusin kartu SIM-nya.
“Nah gitu dong.” Gue senyum dan langsung nyubit pipi Syira sebelum kemudian ngomong ke taxi driver-nya buat pergi ke hotel yang udah kita sepakati. “BIG Hotel, please.”
Driver-nya tau-tau senyum, “Are you in a honeymoon?”
“WH—“ sebelum Syira menjawab, gue langsung interupsi, “Yes. Are we cute?” Yang tentu saja lagi-lagi mendapat pandangan tajam dari Syira.
“Yes, really cute.” Kata si driver sebelum kemudian mulai jalanin mobilnya. Gue cuma bisa senyum-senyum aja pas Syira ngeliatin gue dengan tatapan penuh tuntutan atas penjelasan. Biarin, gak ada dampaknya ini kan kalau bilang begitu ke seorang taxi driver.
---
“Kok tadi dianter Bayu? Jadinya bilang mau pergi sama aku?” Gue bertanya pas kita lagi jalan-jalan di sekitaran Bugis Street setelah selesai naruh barang-barang di kamar hotel.
Dia yang lagi makan es krim pun meringis sebentar, entah gara-gara pertanyaan gue atau mungkin karena dia kena brain-freeze. “Mmm, iya. Aku bilang. Habis nggak tega bohonginnya. Lagian pada akhirnya bakal ketauan juga.”
“Terus dia gimana?”
“Ya gitu, diem sebentar, terus nanya, ‘kenapa harus sama dia? Kenapa gak sama Mayang? Atau siapa gitu?’”
“Kamu bilang apa?”
“Hmm,” dia langsung memandang langit yang hari itu cerah banget, terus senyum, “Gakpapa, aku percaya Jeremy kok.”
Jawabannya bikin gue berubah jadi Yusuf Danish yang kalau malu kupingnya langsung merah semerah-merahnya. Untung aja dia gak lagi nengok ke gue, kalo nggak pasti gue diketawain.
Ya habisnya?? Dia bilang dia percaya gue ke cowok yang (entah jadi atau nggak) bakal jadi suaminya? Gimana gue gak deg-degan??
“Terus?” Gue cuma bisa bilang gitu, sumpah gue masih salah tingkah karena Syira bilang dia percaya sama gue.
“Ya udah, dibolehin. Terus dia ngomong panjang gitu deh, kamu gak perlu tau lah.”
“Pasti dia bilang masih sayang kamu ya, tadi gue juga liat kening kamu dikecup.”
Ekspresi Syira tau-tau berubah, dia langsung berhenti makan es krimnya dan nunduk, “Iya. Dia bilang gitu. Terus dia bilang hal yang sama kayak kamu, katanya kalau aku pergi sama kamu nanti yang ada aku makin sayangnya ke kamu. Tapi aku gak mau pergi sendiri dan cuma kepikiran kamu yang bisa nemenin aku. Pusing aku tuh.” Kemudian Syira natap gue, “Aku jahat gak sih, Jae, sama dia?”
“Enggak. Kamu cuma bingung. Lagian aku gak akan main curang kok, I won’t do anything that may affects your heart significantly and let yourself decide. Fair enough kan?” Gue langsung memberikan assuring smile dan nepuk puncak kepalanya pelan. “Semoga kamu nemuin jawabannya disini ya.”
Senyumnya yang mengingatkan gue sama anak perempuan kecil lucu di depan rumah gue pun kembali lagi. Senyum yang menunjukkan kalau dia selalu yakin bahwa semua pasti ada jalan keluarnya, kalau semuanya pasti indah pada waktunya.
“Ya udah yuk, mau kemana lagi? Mau muter-muter disini terus?”
“Jam berapa sekarang?”
“Hmm, jam 2 lewat.”
“Gosh, udah jam 2?? Temenin aku ke Sultan Mosque ya, katanya bagus banget. Sekalian aku solat dzuhur. Aku sebel habisnya tiap kesini gak pernah sempet ke masjid itu.”
Oke... lo pernah gak sih ngerasain yang namanya jantung kayak tiba-tiba terasa mau lompat gitu sampai dada lo sesek banget? Ya itu, gue ngerasa kayak gitu tadi. Sejak tiba di Changi tadi gue sempet lupa kalau kita pergi ke rumah yang berbeda. Dan sekarang langsung diingetin lagi. Bikin gue inget juga kalaupun Syira mutusin buat gak lanjut sama Bayu, emangnya gue punya kesempatan buat bisa sama dia? Nah, Jae.
“Jae? Kok bengong sih? Mau temenin kaaan? Nanti aku temenin kalau kamu mau ke gereja juga.”
Iya, iya, Syir. Gak usah diperjelas gitu.
“Iya aku temenin kok. Emang kamu ngerti kesana sendirian?” Gue berusaha senyum, dan dia masih nunjukin senyum kecilnya tadi.
“Ih, kan ada Maps!” Syira langsung megang tangan gue dengan mata yang tertuju ke hpnya, “Kata Maps, kita harus head northwest toward Queen Street.”
Is it possible for you to become mine, Syira?
---
Setelah selesai nemenin Syira solat di masjid yang emang ternyata punya arsitektur yang impresif itu, kita lanjut ngunjungin beberapa titik wisata yang gak perlu menghabiskan uang kita. Pokoknya tema jalan-jalan kita hari itu adalah happiness for free, bayarnya cuma pas makan aja dan tentu saja harus gue yang bayar. Gue nggak akan biarin Syira bayar makanannya sendiri, meskipun dia memaksa.
Sampai akhirnya jam 8 malam dan muka Syira udah mulai keliatan capek—yet she didn’t say it, gue pun memutuskan untuk langsung ngajak Syira balik ke hotel walau dia ngotot minta pulang nanti.
“Sleep tight.” Kata gue sambil ngacak rambutnya sedikit sebelum ngedorong dia pelan buat masuk ke kamarnya. Gue cuma bisa senyum nahan gemes pas dia bilang ‘good night’ sambil ngucek matanya so cutely. Rasanya gue mau ikutan masuk aja ke kamarnya dan ngeliatin wajah dia selama tidur.
Tapi nggak. Gak boleh. Gue gak boleh curang. Tahan, Jeremy Mario Ditya. Kalao kata Surya, gak boleh khilaf.
---
August 2017
Path Update Jeremy Mario Ditya
Listening to Put Your Records On by Corrine Bailey Rae
'Three little birds sat on my window.
And they told me I don't need to worry.'
KAMU SEDANG MEMBACA
for: s
Romancecuriosity made us meet with each other it was just a pure curiosity she was sure; as much as i was but, life sometimes don't agree with our wishes so that it does some cruelty like letting us know that we got something special in between when we kno...