4. Tamu yang Tak diharapkan

11.1K 770 86
                                    

"Mommy gambar ini bagusnya warna apa?"

Aku mengalihkan pandanganku padanya. Harry menghampiriku sambil membawa buku gambar lengkap dengan pensil warnanya. Belakangan ini Harry gemar menggambar. Gambarnya bahkan lebih bagus dari gambarku. Harry menuruni jiwa seni yang dimiliki Kevin, berbeda denganku. Aku harap anak ke duaku nanti akan lebih menuruni sifatku dari pada sifat Kevin.

"Warna merah sepertinya bagus," kataku.

Harry memperhatikan gambar yang belum diwarnainya. Dahinya berkerut tidak suka, Harry mendongak menatapku. "Mommy tidak pandai memilih warna seperti daddy. Biru saja." Harry mengambil pensil gambarnya yang berwarna biru. Ia duduk di lantai berkayu dan mulai mewarnai gambarnya.

Kalian lihat kan? Harry lebih membanggakan daddynya daripada mommynya. Tapi aku tidak mempermasalahkan hal itu. Anak ke duaku harus membelaku nanti di saat Harry lebih membela Kevin. Ah aku jadi tidak sabar menunggu kehadiran anak ke duaku. Pasti rumah ini akan lebih ramai jika anak ke duaku sudah hadir ke muka bumi ini.

"Lantas mengapa Harry bertanya pada mommy?" tanyaku dengan bibir yang tersenyum.

Harry tidak menghiraukanku. Kupikir ia sedang serius dengan gambarnya yang katanya memiliki nilai seni yang tinggi. Memangnya nilai seni yang tinggi itu seperti apa? Aku masih heran, gambar yang terlihat jelek dijual dengan harga selangit dan gambar yang terlihat bagus dijual dengan harga jalanan bahkan ada yang tidak mau membelinya sama sekali. Jadi katakan, dimana nilai seni itu? Uh kenapa aku jadi memikirkan nilai seni.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kevin sore hari tadi meneleponku, dia bilang akan pulang malam. Aku sedikit kecewa dia akan pulang terlambat karena jujur bayi dalam rahimku ingin sekali dibelai oleh tangan daddynya.

"Mom daddy pulangnya masih lama?" Harry menampakkan wajah jengkelnya. Ternyata bukan aku saja yang merindukan Kevin, tapi Harry juga.

Bell rumah berbunyi.

"Itu pasti daddy!" Harry bangkit dari duduknya dan langsung berlari menuju pintu utama.

Aku mengernyit. Tidak biasanya Kevin memencet bel jika ia pulang. Aku pun berjalan mengikuti Harry yang sudah berada di pintu hendak membukanya. Perlahan pintu dibukanya. Yang kutemukan bukan sosok Kevin melainkan...Adam. Astaga! Dari mana ia tahu rumahku di sini? Dan untuk apa dia kemari? Wajahku sedikit memucat. Jantungku berdegup kencang. Aku takut Kevin akan marah jika aku menemui Adam-ralat Adam menemuiku. Apa yang harus kulakukan?

Harry menarik-narik pakaianku, membuyarkan isi pikiranku. Aku menatap Adam dan menyunggingkan senyuman. "Adam?"

"Mommy siapa dia?" tanya Harry, tangannya masih menarik-narik pakaianku.

Aku menoleh pada Harry. "Teman mommy," kemudian kukembali menatap Adam.

"Mommy?" ekspresi Adam terkejut, mulutnya terbuka. Ia menatapku dan Harry bergantian. "anak itu anak tirimu?"

"Mommy, apa itu anak tiri?"

Aku seperti diapit oleh tembok besar. Bayangan Kevin yang marah tempo dulu membuatku takut. Seakan tersadar dengan kekhawatiranku, Adam menjelaskan padaku tujuannya kemari untuk bertemu Kevin.  Aku pun mempersilakannya masuk kemudian kutelepon Kevin agar ia segera pulang.

"Paman, apakah paman teman mommy? Kapan paman kenal mommy? Di mana paman kenal dengan mommyku? Paman, mommyku cantik kan seperti bidadari?" beragam pertanyaan keluar dari mulut mungil Harry.

"Harry sayang, Harry belum mengerjakan PR kan? Kerjakan PR-mu dulu," ujarku pada Harry.

"Yah mommy," Harry memasang wajah kecewanya, lalu ia melangkah dengan berat menaiki anak tangga menuju kamarnya.

STORM #TDOM2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang