~Detective 18~

5.6K 690 22
                                    

Seharusnya, cewek itu tahu jika percuma saja menghindar dari cowok itu seberapa pun kerasnya ia berusaha. Ya, percuma saja ia kabur saat berpapasan dengan cowok itu. Percuma juga ia berusaha untuk tidak keluar kelas --lebih tepatnya pergi ke kantin-- untuk menghindari cowok itu. Toh, akhirnya, ia akan bertemu dengan Ali di ruang base camp para detektif disekolah. Dengan tambahan, Kak Stev duduk di kursi sidang ruangan itu.

Oh, ia bersumpah dalam hati agar tidak lagi menebeng pada kawan barunya itu.

Oke, saatnya ia fokus. Fokus pada dua hal; menghindari kontak mata dengan Ali, dan mengintrogasi Kak Stev dengan wajah mengancamnya.

Prilly berdiri didepan Kak Stev yang duduk dengan raut wajah tak mengerti. Cewek itu melipat tangannya didepan dada tanpa mengalihkan tatapannya dari Kak Stev. "Stevano Justin. Cowok yang dipuja sama cewek satu sekolah ini, adalah pacar Yashinta, cewek cantik yang baru aja meninggal minggu ini dengan perkiraan dibunuh," katanya, dengan mata memincing menatap Kak Stev yang masih memasang wajah raut tak mengerti. Prilly menghela napas panjang, dan menyimpan kedua telapak tangannya dimeja yang berada didepan Kak Stev. "Kak, sebagai anggota sementara tim ini, saya pengen nanya tentang Kakak dan pacar Kakak, boleh?"

Baru saja Stev akan membuka mulut, lanjutan kata dari Prilly membuatnya kembali bungkam.

"Harus boleh. Karna, kalo gak boleh, Kakak jadi tersangkanya kita."

Stev memutar kedua bola matanya dengan malas. "Boleh."

Prilly mengangguk, kemudian kembali membawa tangannya untuk bersidekap dada. "Kak, hari dimana Yashinta meninggal, Kakak ada dimana?"

"Dirumah."

"Rumah?" tanya Prilly dengan alis yang bertautan. "Apa buktinya?"

Stev mengedikan bahu. "Akhir-akhir ini gue males main. Lo tanya aja sama temen-temen gue. Bahkan, ekskul aja gue jarang."

Prilly mengangguk paham. "Oke. Tar kita bakal nanya-nanya temen Kakak. Satu lagi! Kakak nanya kabar tentang Yashinta gak waktu itu?"

Stev mengangguk mengiyakan. "Iya. Bahkan gue spam beberapa kali, tapi gak dibales. Akhir-akhir ini, dia sering sibuk dan bikin dia jadi sentimental. Gue jadi kesel sendiri. Yaudah, gue males buat main atau ketemu sama dia."

Alis Prilly bertautan saat mendengarnya. "Kakak tau dia sibuk ngapain aja?"

Stev kembali mengedikan bahu. "Bilangnya sih sibuk sama urusan sekolah."

Prilly berdecak sebal. Ia menghampiri para detektif dengan menghindari kontak mata dengan Ali. Cewek itu menghela napas panjang saat sampai dihadapan mereka. "Kalo gini, susah nyari dia. Abis Kak Stev di introgasi, kita introgasi siapa lagi?" ujarnya, membuat para detektif ikut berdecak. Prilly mendengus. "Kalo aja si item-item itu gak pake baju item-item, kita kan bisa gampang nyarinya," katanya, kemudian menghela napas panjang, dan melepaskan tangannya yang bersidekap.

"Item? Baju item-item?"

Pertanyaan itu membuat para detektif serta Prilly menoleh pada Stev yang baru saja bersuara.

"Kalian tadi bilang baju item-item, kan? Maksud kalian, pelakunya pake baju item-item?"

Prilly mengangguk mengiyakan. "Ya. Si pelaku pake baju item-item waktu bunuh Yashinta."

Mata Stev melotot kaget. "Beneran? Kalo gitu, gue punya info lain."

Prilly mengerutkan alis, kemudian menghampiri Kak Stev dengan diikuti para detektif lainnya. "Apa?"

"Gue distalk sama orang. Stalker. Bener-bener penguntit karna dia emang nguntit gue sampe kamar mandi cowok dan rumah gue," kata Stev, kemudian menghela napas panjang. "Kalian tau kenapa gue males main dan jarang ekskul? Itu karna gue dikuntit. Dia nguntit gue waktu diruang ganti. Pernah sekali dia ketahuan sama gue, tapi, cowok itu malah kabur dengan lari kenceng. Waktu main sama temen-temen gue, dia ketahuan ngumpet dideket rumah temen gue buat merhatiin gue. Dan karna gue gak bisa nangkep dia, gue jadi males main kemana-mana kalo diikutin," lanjutnya, kemudian menelan ludah, dan menatap nyalang ke sudut ruangan. "Gue gak bisa jamin kalo sekarang ..., dia bahkan lagi disini. Merhatiin kita."

Detective✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang