Chap 4

55.1K 5.6K 357
                                    

Harper kesal setengah mati. Rasa sedihnya karena akan terpisah jauh dari ibu dan ayahnya tergantikan oleh rasa marah yang teramat sangat. Apalagi alasannya kalau bukan karena lelaki pemarah yang duduk tak jauh darinya itu.

Apa sih yang ada dikepala ayah dan ibunya?
Bukannya mereka tahu bagaimana dia dan Aldrian tak pernah akur sejak dulu?

Hhh...menyebut namanya saja Harper malas, apalagi harus duduk berdua selama berjam - jam dengannya.
Biasanya jika pergi naik pesawat begini, dia selalu duduk dekat ayahnya dan akan memeluk ayahnya karena dia sesungguhnya takut terbang. Dia takut ketinggian. Dan tidak ada yang tahu hal itu, bahkan ibunya. Dia hanya akan duduk dekat ibunya dan memeluknya erat tanpa pernah mengatakan yang sebenarnya bahwa dia takut. Lalu sekarang, siapa yang harus dia peluk? Tidak mungkin lelaki menyebalkan itu kan?

Shit! Saking takutnya, dia merasakan desakan yang hebat di kandung kemihnya. Harper benci harus beranjak dari tempat duduknya selama pesawat masih belum mendarat. Makanya dia selalu meminimalisir buang air kecilnya setiap dia terbang.

Harper mendesah keras dan bangkit dari duduknya. Al menoleh kearahnya.

"Ada apa?" Dia bertanya. Tangannya membuka satu headsetsnya.

Harper menggeleng. "Toilet," jawabnya pendek. Dia berjalan pelan ke toilet. Untung ayahnya mendesain pesawat ini tidak seperti pesawat pada umumnya hingga dia tidak terlalu merasa terganggu dengan kenyataan bahwa dia berada puluhan ribu kaki dari tanah.

Saat Harper kembali, tempat duduknya sudah berubah menjadi tempat tidur. Harper menatap Al kesal. "Kau apakan kursiku?"

Al tersenyum sinis. "Aku tahu kau ketakutan, lebih kau tidur saja, Gadis penakut."

Harper bersedekap dengan angkuh, khas Harper. "Kembalikan kursiku seperti semula."

Al menatapnya datar, membuat Harper ingin menjambak bulu jambangnya yang tebal itu.

"Hei, aku hanya membantumu! Dengan tertidur, kau tidak akan tahu jika ini masih diudara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, aku hanya membantumu! Dengan tertidur, kau tidak akan tahu jika ini masih diudara."

"Tapi aku tidak mau tidur! Kembalikan. Kursiku. Sekarang!"

Al berdecak dan kembali melipat kursi itu hingga kembali menjadi tempat duduk yang nyaman. Dia menyimpan bantal dan selimut di tempat penyimpanan.

"Dasar keras kepala! Mana ada lelaki yang mau menjadi pacarmu!" Gerutu Al sambil kembali ke kursinya.

Harper melotot. "Menyebalkan!"

Al terkekeh dan kembali memasang earphone miliknya. Dia bersandar di kepala kursi dan memejamkan matanya. "Tidak semua lelaki suka gadis keras kepala, Quin," katanya dengan mata yang tetap terpejam.

Harper yang sudah duduk di kursinya menoleh menatap Al. Sejak dulu lelaki itu selalu memanggilnya Quin. Tak pernah sekalipun Al memanggilnya Harper. Tapi Harper tahu, lelaki itu memanggilnya Quin hanya untuk mengoloknya.

The Journey Of Love: Harper - AldrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang