[Repost] 04: Dinginnya Langit Malam

25.4K 2.4K 55
                                    

Sepertinya pengusirannya semalam pada bintang kecil tidaklah berpengaruh pada Bintang yang satu ini!

Bintang—yang tanpa merasa bersalah karena telah menghalangi jalan Langit—menyengir lebar, menampilkan deretan giginya. Sebelah alis Langit kontan terangkat mendapati sisa cabai di sela gigi-gigi mungil Bintang.

"Kak Langit?"

Suara Bintang mengurungkan niat Langit untuk membahas lebih lanjut sisa cabai di gigi Bintang dan melupakan fakta tidak penting itu.

"Ada apa?" Langit mencoba menormalkan suaranya, namun yang keluar tetaplah nada dingin yang tak ingin diusik.

Bintang berdeham kecil dan tersenyum. "Bintang mau ngembaliin ini." Bintang menyerahkan topi Langit yang kemarin dipinjamnya. "Makasih ya," ucap Bintang tulus.

"Ambil aja. Lo nggak punya, kan?"

Pertanyaan itu membuat Bintang cemberut. "Bintang punya kok, cuma ketinggalan di rumah kemarin."

"Mana?"

"Apanya?"

"Topi."

"Kan, nggak upacara Kak, buat apa Bintang bawa?" Bintang mengerjap-ngerjap bingung.

"Berarti nggak punya, kan?"

Bintang langsung mendesis jengkel, "Ish! Bintang punya kok!"

Sebenarnya, bisa saja saat ini ia berlalu dan tidak mengindahkan kehadiran Bintang. Tubuhnya lebih besar dari Bintang. Langit bisa dengan mudah menyingkirkan sosok itu dari jalannya. Tapi tidak ia lakukan. Mengapa? Langit tidak tahu.

Saat ini Langit seolah lupa akan dirinya sendiri yang "hemat berbicara" bahkan bisa dikatakan "bisu" bagi sebagian orang. Bintang tidak menyadari, Langit hanya berbicara sepanjang itu dengannya. Ando yang selaku teman Langit saja pun pasti takjub bila menyaksikan percakapan dua insan itu.

Dengan Ando, Langit tidak jauh berbeda ketika berbicara dengan orang lain yang seperlunya—bila itu memang dikatakan penting. Bedanya, Langit agak lebih "mau" berbicara sedikiiiit dengan Ando.

Dering bel sekolah yang nyaring menginterupsi keduanya. Meskipun tidak mengenal Bintang, tapi Langit menebak bahwa gadis itu bukanlah murid yang suka membolos, bahkan tidak mau mencari masalah sedikit pun di sekolah. Tapi hingga koridor sepi, Bintang tidak kunjung pergi dari hadapannya.

"Kenapa nggak masuk?"

Bintang menggeleng. "Kata ketua kelas Bintang, ibunya berhalangan hadir. Kak Langit sendiri kenapa nggak masuk?"

"Karena lo masih di sini."

Bintang mengerjap-ngerjap sebelum menyadari bahwa Langit tengah menyindirnya karena menghalangi jalan laki-laki itu.

Sebelum Bintang sempat berkilah, Langit terlebih dulu mengulurkan tangannya. "Ikut gue."

Bintang tidak tahu harus merespons apa selain menyambut jemari Langit dan mengekori laki-laki itu ke tempat bersemayamnya.

"Sini, duduk."

Meskipun ragu, Bintang tetap menuruti Langit dengan duduk di sampingnya. "Kenapa Kak Langit ngajak Bintang ke sini?"

Langit tidak menjawab. Ia hanya mengangkat bahu dan menyandarkan punggungnya pada batang pohon raksasa di belakangnya dengan mata terpejam.

Laki-laki itu sengaja menghindari pertanyaan yang ia sendiri pun tidak tahu jawabannya. Kenapa? Langit bahkan menyesali perbuatan absurdnya barusan. Seenaknya membawa Bintang dan membiarkan gadis itu bertanya-tanya. Langit benar-benar tidak mengerti. Ia hanya...

Lagu Untuk BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang