tujuh

31 2 1
                                    

Angin yang menerpaku membuat rambut yang ku urai sedikit berantakan. Aku mengedarkan pandangan ku. Melihat keseluruhan tempat yang menurutku tak asing lagi.

Aku melihat anak kecil dari kejauhan. Dua orang gadis kecil sedang berlari kearah tempatku berada. Sedikit demi sedikit Semakin jelas ku lihat wajah nya. Aku membelalakkan mata melihat wajah gadis kecil itu.

Aku terus melihat kearah nya yang sedang berlari.

'Kak istirahat dulu ya, Lia capek' ucap gadis berbaju hijau

'Yah adek mah, dikit-dikit istirahat. Tapi ya udah deh, kita duduk di pohon itu aja ya.' Tunjuk gadis bergaun biru

Aku ingat momen ini. Diriku yang sedang mengenakan kaos polos berwarna hijau dan di sebelahku kakak yang selalu aku sayangi, Adella Resti Anggraini. Kakak yang hanya selang lima menit sebelum aku lahir.

Mengapa aku memimpikan nya?

'Dek. Kak Ella kangen mama.' Ucap Adella saat itu

'Lia juga kangen kak.' Balasku sambil mengusap rambut panjang Adella saat dia menyandarkan kepalanya di pangkuan ku.

'Dek, gemana kalo kita nyusul mama ke kantor nya?'

'ngapain kak? Gak ah, nanti kita di marah papa keluyuran jauh-jauh.'

Aku melihat mata Adella yang mulai berkaca-kaca ingin menangis, mau tak mau mengundangku untuk ikut bersedih.

Dia kembaran ku. Aku tau yang Adella rasakan saat itu. Aku pun sedih sama sepertinya.

'mama gak pernah ada di rumah buat kita dek. Kak Ella pengen main sama mama.' Kini Ella mulai terisak

Aku memeluk nya erat. Mencoba menenangkan nya. Mencoba untuk menghentikan rasa sedih nya. Aku terus mencoba membuat nya berhenti menangis dengan ucapan-ucapan yang menyenangkan dan menjanjikan nya sesuatu. Entah siapa sebenarnya disini yang lebih tua. Tepi memang begitulah kepribadian Ella yang lemah lembut dan berhati rapuh. Sangat berbeda dengan ku.

Tapi setelan beberapa lama, bukan nya mereda malah tangisan nya semakin menjadi-jadi.

Tak tahan untuk mendengarkan tangisan Adella yang begitu memilukan itu akhirnya kuputuskan untuk mengajak nya ke kantor mama. Karena memang aku tak bisa mendengarnya menangis.

'ya udah, kita ke kantor mama ya.'

Mendengar itu tangisan Adella mereda.

'Dek Lia gak bohong kan?' aku menggelengkan kepala sambil tersenyum 'asik..' girang nya saat itu

Aku pun berdiri dan ku ulurkan tangan yang di sambut Ella dengan senang hati.

Kami terus berjalan beriringan sambil sesekali tertawa karena hal-hal yang kami temui.

Nekat. Itulah kata-kata yang aku pikirkan saat itu. Bagai mana tidak, dengan umur yang baru menginjak enam tahun. Aku mengajak sodara ku berkeliaran jauh dari rumah. Dengan berbekal ingatan yang aku punya, yang hanya berkesempatan dua kali datang ke kantor mama saat itu.

Setelah perjalanan itu kami akhirnya sampai di depan gedung kantor mama. Hanya tinggal menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah dan kita menyebrang.

Jalanan saat itu sangat ramai. Kantor yang terletak di tengah kota menjadi tempat yang tak luput dari berbagai kendaraan. Tak lama warna lampu yang di tunggu sudah muncul dan kami mulai menyebrang.

Karena Adella yang tak sabar ingin ketemu mama akhirnya dia berlari dengan girang nya. Aku yang melihat nya terus berteriak hati-hati. Hingga kecelakaan itu terjadi.

Kecelakaan yang mempelantingkan tubuh mungil kakak ku.

Kecelakaan yang aku saksikan secara langsung.

Kecelakaan yang membuat malapetaka bagiku.

Kecelakaan yang menewaskan kakak ku.

Aku yang saat itu belum tau apa-apa hanya berteriak histeris saat melihat kakak yang jatuh terkapar di aspal.

Aku berlari menuju tubuh yang tergeletak lemas itu. Menangkup kepala Adella yang sudah dipenuhi darah kedalam pangkuan ku dan terus-terusan meneriakkan nama nya.

Semua orang mulai berkumpul dan meneriakan 'ambulan.. telfon ambulan.'

Keadaan sangat kacau. Aku yang mulai menangis histeris dan memeluk kakak ku yang sudah setengah sadar dan terus-terus berkata 'jangan tinggalin Lia kak. Lia sayang sama kakak. Jangan tinggalin Lia sendiri disini.' Sambil terus meneteskan airmata aku mengusap wajah cantik Adella yang sudah di penuhi darah.

Adella mengusap wajahku dengan tangan penuh darah nya 'Lia jangan nangis. Kak Ella juga sayang sama kamu kok. Lia, kak Ella pengen ketemu mama.' Mendengar itu membuatku tambah terasa terpukul.

Aku mencoba tenang 'kamu pasti ketemu mama. Makanya kamu harus kuat. Nanti kita main sama-sama sama mama, sama papa, sama kak Rian dan kak Revan. Kita main kerumah eyang, ya? Makanya kak Ella harus sehat.'

Ella hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Dari kejauhan aku mendengar suara sirine meraung-raung. Tak lama ambulan sudah berada di depan kami. Setelah itu beberapa orang memapah Ella dan memberikan nya pertolongan.

Adella di masukkan ke dalam ambulan dan tak lupa aku terus mendampinginya. Memberi kekuatan lewat genggaman tangan ku yang tak pernah lepas.

Ambulan terus melaju membelah kota Jakarta yang padat ini.

Aku terus terisak melihat sekujur tubuh yang terbentang lemah di depan ku. Gaun biru yang tadinya sangan cantik kini ternodai warna-warna merah.

Wajah pucat Adella saat itu sangat jelas terpampang kembali di hadapan ku.

Dan membuatku mengingat luka itu lagi. luka yang amat sakit. Luka kehilangan.

Memori itu terus berulang seperti film di mimpiku.

Terus...

Lagi dan lagi tanpa berhenti...

Hingga kata-kata Adella yang sangat memilukan

'Dek, badan kakak sakit semua.' Ucapnya serta di iringi tetesan air yang lolos dari matanya

'kakak sabar ya.' Kataku menenangkan

'Dek Lia, kak Ella mau tidur dulu ya. Biar sakit nya hilang.'

Aku yang saat itu tak mengerti maksud ucapan Ella hanya menganggukan kepala. Tapi tidak dengan orang-orang berpakaian serba putih yang memeriksa tubuh Ella.

Mereka panik dan mengguncang-nguncang tubuh Ella. Serta menekan-nekan dada Ella. Dan tak lama mereka menggelenggak kepala.

Aku tau raut wajah itu. Aku tau gelengan kepala itu. Aku tau apa arti semua ini.

'Kak Ella.' Panggilku sambil mengguncang tubuh nya

'kakak udah janji gak bakal ninggalin Lia.' Ucapku tetap lembut

'Kak Ella, Lia mohon. Kakak bangun.' Aku mulai mengguncang keras tubuh adikku

'Adella.... jangan main-main sekarang. ELLA..' aku mulai histeris..

'ELLA.. ADELLA...'

....................................................................~~

Kira-kira begitulah wajah mereka waktu kecil. Aku juga gak tau yang mana yang Ella dan Lia. Pokok nya gitu lah...

Bisa bayangin kan?
Kalo gak bisa di bisa bisain ya...
Hehe....

See you next time.

GAKRA ♡♡

Temani AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang