Chapter One

744 18 3
                                    

[1] Ibu dalam bahasa ibrani.

[2] Sebutan untuk penyihir hitam atau penyihir kegelapan, yang biasa membuat bencana bagi para manusia.

[3] Kata ganti ‘Tuan’ atau ‘Master’. Manusia pilihan yang harus dilindungi oleh keturunan wanita kaum putih.

[4] Sebutan untuk penyihir putih atau penyihir cahaya, yang bertugas melindungi manusia, terutama mar.

[5] Sebutan untuk para kurcaci, yang bertugas menjaga dan melayani kaum putih. Mereka adalah makhluk tua yang umurnya bisa sampai ratusan tahun, dan mereka sangat setia pada kaum putih.

***

Ima[1] masih saja terus memelototiku. Sudah dua jam lebih aku melakukan latihan dasar membuat simpul sihir dengannya – yang sebenarnya sudah sejak enam tahun lalu aku kuasai –, tapi Ima masih saja terus memelototiku. Aku menghentikan semua yang tengah kulakukan dan berbalik menatapnya jengah,

“Ima.. sebenarnya sampai kapan aku harus melakukan kegiatan membosankan ini? aku sudah melakukannya lebih dari sempurna, kau tahu?”, protesku.

Ia mengerutkan keningnya, dan berjalan mendekatiku sambil menatapku tajam, “Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kau harus terus dan terus berlatih agar bisa mendekati sempurna. Lagipula simpul ini bisa sangat berguna jika tiba-tiba ada Black[2] yang menyerangmu dan mar[3]-mu..”,

Aku menggerutu dan memutar bola mataku. Mar-ku, yeah, yang sampai sekarang keberadaannya masih tidak diketahui. Apakah manusia itu masih hidup atau sudah mati saja aku tidak tau.

“Dia masih hidup.”, ucap Ima dengan nada tajam seakan tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku mendengus seraya duduk bersila di atas lantai kayu ini. Ima mengikutiku dan ikut duduk di sebelahku,

“Mar-mu masih hidup, cassie.. hanya keberadaannya saja yang tidak kita ketahui. Kau harus yakin pada hal itu.”, katanya lagi. Tersirat dalam nada bicaranya, ia berusaha membuatku yakin pada mar-ku lagi.

Aku menatap lurus ke dalam bola matanya, “kalau ia masih hidup, kenapa sampai saat ini aku masih belum melihat tanda-tanda keberadaannya, Ima? Kau tahu, betapa aku muak pada orang-orang di luar sana yang menganggapku sebagai anggota kaum putih[4] yang aneh? Di saat para gadis sudah menemukan mar-nya pada umur 16 tahun, hanya aku saja yang sudah 21 tahun dan belum bertemu dengan mar-ku”, kataku.

Ia tersenyum kecil, lalu membelai rambutku yang berwarna kemerahan. “tidak ada siapapun yang bisa memastikan kapan ia bisa bertemu dengan mar-nya, cassie. Aku juga dulu bertemu dengan mar-ku saat aku berumur 18 tahun. Tidak perlu memperdulikan apa kata orang lain. Bukankah moyang kita yang berkata bahwa setiap gadis keturunan kaum putih memiliki takdir untuk melindungi mar-nya? menurutku itu sama saja dengan, setiap gadis, siapapun ia, selama ia adalah keturunan kaum putih, maka ia pasti akan bertemu dengan mar-nya. Yang perlu kau tekankan dalam pikiran maupun hatimu hanyalah hal itu cass, bukan hal yang lain. Kau adalah anakku, jadi kau pasti akan bertemu dengan mar-mu, cepat atau lambat.”

Kuperhatikan baik-baik wajah cantik ima yang sudah mulai berkeriput itu. selalu ada keyakinan, kebijakan, kejujuran, dan keteguhan dalam setiap raut wajahnya. Aku hanya bisa menghembuskan nafasku, dan tidak berkata apa-apa lagi. Semua yang dikatakan ima memang benar adanya, mar-ku tidak mungkin sudah mati, karena nyatanya aku ada disini, dilahirkan dan dilatih untuk melindungi orang itu.

Hanya saja sebagian dari diriku berusaha menolak keberadaannya..

Ima lalu beranjak berdiri, dan berjalan keluar dari bale-bale meninggalkanku. Sebelum ia benar-benar menghilang dari hadapanku, ia berkata, “satu hal lagi, berusahalah melupakan Raven, Cassie. Aku tidak ingin apapun tentangnya terus-menerus merusak konsentrasimu. untuk hari ini, latihan sudah kuanggap selesai.”

GUARDIAN WITCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang