“Pria-tanpa-nama” POV
AKU BERMIMPI, mimpi yang sama yang hampir setiap harinya terasa membunuhku dalam tidurku. Ratusan bahkan ribuan kali aku berharap bisa membuang memori-memori itu jauh dari ingatanku, tapi apapun yang kulakukan, memori itu tidak pernah puas menggerogoti jiwaku yang rapuh.. seperti kutukan..
Mimpi itu masih tentang diriku yang sama, berpakaian compang camping, rambut panjang tak terurus yang menutupi mata, sangat kurus dan kelaparan hingga siapapun bisa melihat dengan jelas bentuk tulangku yang menonjol dari balik kulit.
Aku duduk terkulai di pojok ruangan seraya bergumam, “makanan.. beri.. aku.. makan..”. kukatakan itu berulang kali sampai tenggorokanku rasanya tercekat, tapi begitupun aku terus mengucapkannya seakan tak pernah lelah. Yang kala itu kupikirkan hanyalah makanan, tidak kurang dan tidak lebih. Makanan adalah sumber kebahagiaanku, satu-satunya dari sekian banyak hal yang setidaknya bisa membuatku tersenyum.
Saat kulihat suatu cahaya masuk menyinari ruanganku yang muram, aku melonjak antara gembira dan takut karena itu berarti seseorang akhirnya membuka pintu yang berada di tengah ruangan. Kuperhatikan sosok orang itu melemparkan nampan berisi makanan ke hadapanku, “MAKAN DAN DIAMLAH, MONSTER !”, bentaknya. Ia lalu menutup pintunya lagi.
Borgol di tanganku bergemerincing karna aku dengan secepat kilat meraih nampan itu dan berusaha melahap isinya dengan cepat. Lapar.. aku kelaparan..
Lalu suara gaduh terdengar dari balik pintu dan akupun menoleh. Pintu kamarku terbuka lagi, dan kali ini seseorang dengan tubuh besar datang mendekatiku sambil membawa seikat tali. Ia tersenyum, senyum yang kuingat adalah senyum yang sangat menakutkan.
Tubuhku dengan refleks langsung merangkak menjauh dari nampanku, berusaha menjauhi sosok itu dan berlindung di sudut ruangan. Sekujur tubuhku gemetar, dan aku mengais-ngais tembok dengan kukuku seakan tembok itu bisa terbuka dan membawaku kabur menjauh dari sosok itu.
Suaraku bergetar, “tidak.. aku tidak mau lagi.. jangan.. aku tidak mau lagi..”,
Pria itu makin mendekat, dan ia berkata, “kemarilah nak, aku tidak akan menyakitimu..”
Dan saat aku ingin berteriak, mataku terbuka.
AKU TERBANGUN.
Rasanya masih sulit bernafas, tapi segalanya terasa jauh lebih baik.
Perlahan, pikiranku bisa kembali fokus. Syukurlah Tuhan, setidaknya itu semua cuma mimpi..
Saat ini aku terduduk di atas kasur dengan seprai berwarna putih, di dalam ruangan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Saat aku mengedarkan pandanganku mengitari ruangan itu, kusadari seorang wanita muda berparas cantik yang duduk di pojok ruangan sedang menatapku lekat-lekat.
Perasaanku langsung tidak enak. Kenapa dia memandangiku seperti itu? apa ia mengenalku?
Aku langsung menundukkan kepalaku, mengalihkan pandangan dari wanita asing itu, dan bergegas turun dari kasur. lebih baik tidak berurusan dengan siapapun.
“aww..”, saat memijakkan kakiku ke lantai, baru kurasakan sekujur tubuhku terasa nyeri. Terutama di bagian pundak dan kaki.
“Kau tidak apa-apa?”, suara wanita asing itu bergema memecahkan kesunyian. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan, masih berusaha tidak menatap sosoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUARDIAN WITCH
Fantasybercerita tentang Cassandra, gadis keturunan penyihir putih yang sudah berumur 21 tahun, dan petualangannya dalam melindungi Mar*(tuan)-nya