4. Ketakutan Flora

25 2 1
                                    

Sudah satu minggu semenjak putusnya dari Rama. Flora sudah mendatangi Rama dan meminta maaf atas sikapnya tapi Rama tidak mau ambil pusing. Rama sungguh tidak peduli dengan usaha Flora untuk memperbaiki hubungan mereka, dan baru Flora sadari ternyata orang yang di lihat Rama dua bulan yang lalu saat mereka makan siang di salah satu kafe adalah Melisa Haelfa. Mantan kekasih Rama yang pergi keluar negeri meninggalkan Rama tanpa alasan yang jelas. Dan sekarang wanita itu kembali merusak segalanya. Merusak hidupnya dengan Rama. Dan bodohnya Rama masih mencintai wanita itu.

"Non...non Flora" teriak Bi Sumi dilantai bawah dengan sedikit histeris. "Non Flora, tuan non..."

Flora yang baru selesai mandi langsung keluar kamar mendengar Bi Sumi teriak-teriak memanggil namanya. "Apaan si Bi teriak-teriak"

Dengan gemetar Bi Sumi mencoba mengatakan sesuatu. "itu non...itu tu..tuan pingsan di ruang kerjanya"

"Apah!? Sejak kapan Bi, kenapa baru manggilin aku sekarang" Flora yang panik langsung menuruni tangga tergesa-gesa menuju ruangan Papinya.

"Bibi juga gak tau non sejak kapan. Waktu Bibi mau manggilin tuan untuk makan malam. Ternyata tuan sudah..."

"Sekarang juga kita harus bawa Papi kerumah sakit"

"Baik non, Bibi panggilin mang Sapri dulu" Bi Sumi langsung berlari mencari man sapri untuk membawa Papinya Flora ke rumah sakit.

Flora menunggu dengan gelisah di depan ruangan Papinya. Dia terus berdoa semoga Papinya baik-baik saja. Flora tidak tau harus bagaimana jika Papinya juga ikut meninggalkannya. Cukup Ibunya yang pergi dan sekarang tidak untuk Papinya.

"Non yang sabar ya. Kita doain aja semoga tuan baik-baik saja" ujar Bi Sum yang melihat anak majikannya gelisah luar biasa bahkan Bi sum melihat kalau tangan Flora bergetar.

"Bi gimana kalau Papi ikut pergi ninggalin aku juga?" tanya flora pada wanita paruh baya tersebut. "A..aku gak bisa Bi. Papi akan baik-baik saja kan?" Flora terus meremas kedua tangannya. Dia benar-benar takut di tinggalkan. Apalagi ditengah masalahnya sekarang yang baru ditinggal Rama.

"Non berdoa aja semoga Allah memberi umur panjang pada tuan" ujar bi Sumi menenangkan Flora. Hanya itu yang bisa ia katakan. Meski Flora kelihatan sedikit keras tapi Bi Sumi kenal bagaimana sebenarnya Flora. Flora gadis baik meski kadang bertingkah menyebalkan dan suka seenaknya. Itu hanya cara dia menutupi ketakutannya untuk selalu diperhatikan dan tidak ingin orang meninggalkan dia meskipun caranya salah.

"Maaf, bisa saya berbicara dengan keluarga pasien?" tanya dokter yang baru saja keluar dari ruangan Papinya Flora. Langsung membuat Flora berdiri tegak.

"Saya dok, putrinya"

"Mari ikut keruangan saya"
Sesampainya diruangan dokter tersebut Flora semakin takut.

"jadi Dok, bagaimana dengan keadaan Papi saya?" tanya Flora pada dokter itu dengan was-was.

"Bapak Anggara terkena serangan jantung dan sekarang keadaannya kurang baik"

"Apa Dok?! Tapi Papi saya tidak ada riwayat sakit jantung sebelumnya. Dokter jangan macam-macam saya bisa laporin Dokter ke polisi atas tuduhan salah mengdiagnosa pasien" ujar Flora berang.

"Mungkin mbak tidak percaya. Tapi ini hasilnya" Dokter itu menyodorkan kertas hasil pemeriksaan kehadapan Flora.

"Ini tidak mungkin Dok, Papi saya sehat-sehat saja. Saya melihatnya sendiri pagi tadi"

"Kemungkinan besar pasien terkena serangan jantung tiba-tiba. Untuk keterangan lebih lanjut kita akan melihat setelah hasil lab keluar"

"Ini tidak mungkin" lirih Flora dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya dan langsung meninggalkan ruangan serba putih itu. Dia butuh sesuatu yang dapat meredakan ketakutannya.

Flora melangkah memasuki ruangan rawat inap untuk pasien. Dia bisa melihat bagaimana Papinya berbaring lemah tak berdaya. Kemana Papinya yang ceria yang begitu gagah. Flora tak kuasa menahan air matanya. Bahkan Flora harus menunggu limat belas menit untuk meredakan tangisannya dan melangkah menuju ranjang yang di tiduri Papinya itu.

"Pi.." sapa Flora pada Anggara dengan raut wajah masih terlihat khawatir.

Anngara yang melihat ekspresi Flora hanya tersenyum lirih. Kasihan putrinya - pikirnya.

"Muka kamu kenapa sedih gitu hmm? Jelek tau" Anggara mencoba bercanda. "Papi baik-baik saja kok" ujar Anggara sambil tersenyum ke arah Flora. Senyum lemah yang di paksakan.

"kenapa Papi gak pernah cerita ke Flo kalo Papi gak baik-baik aja?"

"Cerita apa, Papi baik kok"

"Papi lagi ada masalah di kantor? Apa Flo terlalu banyak nuntut sama Papi selama ini? Flora janji Pi gak lagi. Asal Papi sehat"

"Gak ada sayang. Kenapa kamu nanya gitu?"

"Gak ada gimana Pi. Papi jujur aja sama Flo. Ada masalah apa Pi? Pliss... kasih tau Flo"

"Gak ada sayang percaya sama Papi" Anggara mencoba untuk membuat Flora percaya. Ini akan sulit pikirnya.

"Kalo gak ada gak mungkin Dokter bilang Papi kena serangan jantung tiba-tiba. Dan Flora gak sebodoh itu Pi untuk percaya Papi baik-baik saja."

"Sudahlah mungkin Dokternya salah." Lalu Anggara mulai mengalihkan pembicaraan ke masa depan Flora. "Jadi, gimana hubungan kamu sama kekasih kamu. Ingat ya kamu baru sekali mengenalkannya ke Papi dan itu tahun lalu. Sekarang apa kabarnya? Kapan kalian akan menikah? Papi dengar dari Bi Sum kalian mau Tunangan. Bener Flo?"

Flora yang mendengar pertanyaan beruntun Papinya hanya bisa mengehela nafas. "Udahlah Pi, sekarang yang terpenting bagi Flora Papi itu sehat. Itu sudah cukup bagi Flo" Flora tidak mungkin mengatakan pada Papinya kalau dia dan Rama sudah putus.

"Papi harap kalian segera menikah supaya ada yang jagaain kamu kalau suatu saat Papi gak ada" Anggara menatap sayang putrinya ketika mengatakan itu. Serta seakan berharap lebih pada pendamping Flora kelak.

"Papi bilang apasih? Flo gak mau dengar. Semakin kesini omongan Papi semakin ngaco. Sebaiknya Papi sekarang istirahat, Flo pamit" Flora langsung pergi meninggalkan ruangan Papinya. Dia kesal kenapa Papinya harus ngomong gitu. Ini membuat dia takut.

KASIH PUTIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang