5. Pemuda Bersayap

54 2 2
                                    

Dimas yang sudah siap dengan tasnya datang menghampiri kubikel tempat Al bekerja. "Yuk Al balik"

"Duluan aja Dim. Gue kayaknya lembur deh. Banyak banget nih kerjaan belum kelar"

"Elah, tinggalin aja. besok lanjutin lagi"

"Males gue ntar numpuk, sama aja. lagian gue gak mau di sate sama Pak Angkasa ya"

"Terserah lo" jawab Dimas tak acuh. Kemudian dia melirik ke kubikel di seberang Al. "Eh Mir. Lo lembur juga?"

"Mau tau aja apa mau tau banget" jawab Amira sedikit di imut-imutkan. Dan itu bikin Dimas geram dengan tingkah Amira.

"Nanya doang. Kagak pengen tau-tau banget. Basa basi you know"

"I donno you kasino, who indro?" tanya Amira masih dengan muka sok imutnya. Sumpah Amira paling seneng bikin Dimas kesel. Kayak sekarang gini Dimas meliriknya tajam atas jawaban asalnya.

"Nanya tuh sama cicak di dinding, kali aja tau" jawab Dimas tak acuh.

"Aku-kan maunya Dimas di Dinding yang jawab" Amira menjwab dengan sedikit terkikik geli. Apalagi melihat wajah Dimas menahan kesal.

Dimas ingin sekali menaggapi Amira namun ya sudahlah percuma. Amira tidak pernah bisa serius jika berhadapan dengannya. "Al gue duluan ya. Dan satu lagi pesan gue hati-hati sama istri Dono sebelah sono. Menakutkan ntar lo disate lagi" ujar Dimas pada Al namun matanya ke arah Amira.

Sedangkan Amira hanya mengangkat bahu tidak peduli.
Sedangkan Al hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.

"Eh Mir. Lo lembur juga?" tanya Al pada Amira kemudian.

"Gak tau nih. Kerjaan gue gak terlalu banyak lagi sih. Mungkin satu jaman lagi siaplah. Lo?"

"Gak tau juga nih. Mungkin bakal malaman disini gue"

"Sini aja gue bantuin sebagian Al?"

"Gak papa. Gue sanggup kok. Mending lo kerjain tugas lo terus pulang istirahat"

Amira tertawa mendengar Al yang peduli. "Gak papa lho. Gue ikhlas kok. Lagian gue gak capek-capek banget" Amira masih memaksa bantu.

"Gue bisa kok beneran. Thanks tawarannya" ujar Al meyakinkan.

"Oke fine. Selamat bekerja Alfarish Ahmad" balas Amira dengan mengacungkan dua tangannya ke Al seperti abege semangatin oppa-oppanya.

Dan Al hanya membalas dengan mengangguk dan tersenyum ke arah Amira.

Jam sudah menunjuk pukul 10 malam. Dengan tatapan kosong Flora terus saja melangkahkan kakinya. Entah kemana diapun tak tau, yang dilakukan hanya berjalan lurus melalui trotoar yang sudah dilalui hampir satu jam yang lalu. Pandangannya kosong. Pikirannya melayang ke kejadian satu jam yang lalu di rumah sakit. Secara tidak sengaja Flora mendengarkan sedikit pembicaraan Papinya dengan pengacara perusahaan. Ini membuat dia tidak habis pikir. Dosa apa yang sudah dilakukan Papinya selama ini hingga harus mendapatkan semua ini. Ini benar-benar keterlaluan. Dan perkataan Papinya yang terakhir yang lebih kepada pengharapan itu membuat Flora semakin sedih. Pasalnya dia tidak dapat mengabulkannya.

Tanpa Flora sadari ternyata ada dua orang pria yang mengikutinya dari belakang semenjak ia melewati podok yang kira-kira 100 meter dari jaraknya sekarang.

"Neng geulis eyyy" ucap salah satu pria yang berbadan kurus kepada sahabatnya yang berbadan tambun. "Boleh juga nih. Mimpi apa kita Cup ketiban bidadari di pinggir jalan" jawab si pria tambun sambil terus menatap memuja ke arah Flora.

Flora yang terperanjat dari lamunannya langsung melangkah mundur sambil memeluk kedua lengannya ketubuhnya. Flora tidak berfikir panjang bahwa ia bisa saja di ganggu preman-preman di pinggir jalan. Ia ketakutan. Ingin meminta tolong tapi pada siapa, tidak ada orang yang bisa di mintai pertolongan. Hanya ada beberapa mobil yang berlalu lalang. Dan mungkin saja tidak akan peduli.

"Tolong jangan ganggu saya" mohon Flora pada kedua pria itu.

Kedua preman itu tertawa melihat Flora ketakutan. "Tenang, kita gak gigit kok. Paling elu-elus dikit ya tak Ron" ujar yang sebelumny di panggil Cup itu.

Flora semakin ketakutan. Dia terus melangkah mundur. Dan menatap was-was pada preman yang sekarang berjarak dua meter dihadapanya.

"Ayo neng sama abang. Kita main, main kuda-kudaan" preman itu terus melangkah maju dan menatap Flora mesum. Lalu keduanya tertawa girang. Seakan mendapat jackpot besar malam ini.

"Tolong jangan ganggu saya. Saya mohon" ucapnya setengah mati ketakutan. "Kalian mau apa? Jam? Saya ikhlas, ini ambil" Flora melepaskan jam mahalnya dan mencoba memberi kepada kedua preman itu.

"Sayang-nya kita gak tertarik sama jam tangan itu. Abang maunya neng puasin abang malam ini" melihat flora melangkah lari preman itu langsung bergerak menuju Flora dan tanpa perlu waktu lama tangan sudah ditarik oleh salah satu dari preman itu yang bertubuh kurus.

"Mau lari kemana hah?" premen itu berteriak marah karna Flora terus meronta. "gue gak akan lepasin lo sebelum lo senangin kita" lalu kedua preman itu tertawa keras dan mencoba untuk menarik Flora ketempat yang lebih sepi.

"lepasin, aku mohon" Flora terus meronta. Dalam hatinya ia terus berdoa semoga ada orang yang mau menolongnya.

Seakan-akan doanya terjawab. Tiba-tiba dari arah belakang tubuhya dan kedua preman itu di sinari oleh lampu yang berasa dari sebuah mobil. Sontak ketiganya melihat kearah belakang. Preman itu menggeram kesal. "Shit, mengganggu saja"

Lelaki itu turun dari mobilnya dengan sebelah tangan menggengam ponsel yang di tempel ke telinganya. "aku sedang menelpon polisi. Jika ingin selamat sebaiknya kalian pergi dari sini sekarang juga" gertak pemuda itu pada kedua preman tersebut.

Dengan kesal preman itu melepas Flora tak lupa menghadiahi tatapan mematikan ke arah pemuda itu sebelum akhirnya pergi dengan langkah marah.

"Lo gak papa?"

Sedikit gemetar Flora menjawab pertanyaan pemuda itu."Gu..gue ba..baik aja kok"

"Sebaiknya lo ikut gue ke mobil"
Flora menatap pemuda itu ragu.

Kejadian barusan sedikit membuat dia takut berurusan sama orang tak dikenalnya.

Melihat sikap Flora yang hati-hati pemuda itu mencoba menjelaskan. "oke gue gak akan ngapa-ngapain lo. Gue janji. Dan setelah itu gue akan anterin lo pulang"

Flora akhir mengangguk dan mengikuti pemuda itu.

setelah beberapa saat akhirnya keheningan itu pecah. "thanks udah nolongin gue tadi"

"kembali kasih" jawab pemuda itu canggung. "kalo gue boleh tau, kenapa lo tengah malam gini sendirian di jalanan?" sumpah ini pertanyaan yang ingin ditanyai nya sejak tadi namun selalu diurungkan karna melihat perempuan disebelahnya yang hanya diam membisu.

"Awalnya Cuma pingin jalan-jalan, gue gak tau kenapa gue bisa jalan sejauh ini"

Pemuda itu mengernyit mendengar jawaban dari perempuan disebelahnya. "Sejauh ini? Lo jalannya dari mana?"

"Dari rumah sakit Medika sejahtra"

Pemuda itu membelakkan matanya mendengar jawabam Flora. Bayangin aja Rs. Media sejahtra ke sini itu jauh banget. Jalan kaki pula. Pasti terjadi sesuatu pikir pemuda itu.

"Lo ada masalah?" seakan tersentak dengan pertanyaanya. "Maaf gue gak maksud ikut campur urusan lo. Lo bisa abaikan pertanyaan gue" pemuda itu menggigit bibirnya pelan, kenapa dia jadi kepo dan kelihatan peduli gini.

"Bokap gue sakit, sekarang sudah empat hari dirumah sakit. Kondisinya semakin hari semakin parah. Dan...gue takut Papi ninggalin gue" pemuda itu tidak menyangka perempuan disebelahnya akan menceritakan masalahnya. Dari tampang nya dia bukan orang yang peduli dengan orang lain.

"Gue doain semoga Bokap lo cepat diberi kesehatan kembali" jawab pemuda itu sambil tersenyum tulus ke arah Flora.

Flora hanya mengangguk dan air mata kembali menetes dari celah matanya. Sebenarnya selain itu masih ada yang dipikirkan Flora dan dia ingin sekali menumpahkan semua ke pemuda ini namun itu tidak mungkin mereka bukan orang yang saling mengenal. Meskipun kehadiran pemuda ini disampingnya walau hanya berdiam saja sudah membuatnya nyaman.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KASIH PUTIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang