Jogja malam ini begitu ramai, lampu-lampu kota sudah mulai menerangi gelapnya malam. Lalu lalang kendaraan semakin padat. Aku duduk di sebuah taksi yang kupesan. Memandang ke arah luar, menikmati keramaian disepinya hati.
Jalan Afandi tak pernah sepi, semakin banyak kafe-kafe baru berjejeran. Tapi malam ini bukan salah satu dari kafe itu yang menjadi tujuanku. Melainkan kedai yang berada di belakang sebuah mall besar di jalan Solo, Kedai Juyo.
Aku menemukan kedai ini dari sebuah instagram. Awal buka masih sepi, tapi makin ke sini kedai ini semakin ramai. Pelayannya bagus dan kuakui makanan di sini enak sesuai harga. Cappucino menjadi menu pesanan utamaku. Yang lucu dari kedai ini adallah password wifinya, I love You. Lucu bukan? Membuat yang bertanya akan tercengang di awal saat salah satu pelayan memberikan password-nya.
Sepertinya cukup aku membeberkan tentang tempat favoritku yang satu ini. Setelah memesan menu kusapukan pandanganku, mataku menangkap sosok yang sering duduk di pojok dengan kameranya. Sibuk dengan kamera dan gelas yang dia tata.
Senyumku terulas saat memerhatikannya. Sungguh, melihatnya begitu menyenangkan. Dia terlihat serius saat memotret. Sesekali dahinya berkerut lalu memindah posisi gelasnya.
Sepertinya dia merasa kuperhatikan, dia menoleh padaku. Tak ada senyum, dia kembali sibuk dengan kameranya. Sesekali berbicara dengan si pemilik kedai.
"Silahkan, Kak. Apakah pesanan sudah lengkap?"
"Yap, makasih ya."
"Sama-sama. Silahkan menikmati."
Melihat menu yang kupesan rasanya tangan gatal untuk memotret. Ya, hobiku itu memotret makanan lalu ku posting di Instagram. Akun Instagramku lebih banyak berisi makanan dari pada foto yang lain, terutama kopi.
Segera kuposting foto yang kudapat. Jangan tanya caption apa yang aku tulis krena aku paling tak bisa menulis caption. Yang penting aku sudah menyimpan kenangan di Instagramku. Investasi masa depan yang sulit tergantikan.
Sebuah notifikasi masuk. Salah satu teman kantor mengomentari foto yang baru aku posting.
Rhane: Sendiri?
Aku: Enggak
Rhane: Sama siapa?
Aku: Sama sepinya hati dan ramainya kedai bahahahaa
Rhane: Gila! Aku di sbux, sini susulin. Cepet!! Aku sama yang lain nih
Aku: ok, meluncurSegera kuhabiskan pesananku dan meluncur ke Starbucks Galeria. Tempat Rhane dan yang lainnya kumpul. Mereka hobi ke tempat ngopi yang satu ini. Selain dekat dengan rumah kami -genk potok, juga karena salah satu baristanya gebetan Rhane.
"Kalian kumpul kok ngabarinnya telat?" seruku seraya duduk di kursi favorit kami berlima yang letaknya di luar. Smoking area. Maklum di antara kami ada yang merokok.
"Kamu sih baper mulu malah ngopi sendirian. Cek tuh grup WA."
Kucek ponselku, ternyata sudah ada 125 chat yang membahas ngopi cantik di tempat biasa. Aku pun nyengir.
"Sorry, tadi gabut banget seharian mager. Aku pesan dulu."
Langkahku terhenti saat melihat barista yang berdiri di tempat pemesanan, cowok berkacamata dengan tinggi menjulang dan senyum manisnya. Kenapa dia di sini? Aku tak bisa mundur lagi ketika Sam -gebetan Rhane tiba-tiba menyapaku.
"Hai, kok baru datang?"
"Iya, tadi makan dulu. Kamu off?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kopi, dan Kamera
Short StorySudah terbit Aku, Latte. Cewek 20 tahun yang tak suka mencari rindu. Karena tanpa rindu aku tetap mencintaimu. Aku, Reon. Cowok 21 tahun yang mencari rindu. Karena ingin merasakan dinginnya malam agar cintaku tak pudar bersama waktu yang berputar. ...