Putih. Itu lah satu-satunya warna yang dapat Yeri lihat saat ini. Dirinya seakan dikelilingi oleh cahaya putih yang menyilaukan, dan juga tidak berujung.
Cahaya itu memudar, tergantikan dengan sebuah taman yang memiliki jembatan panjang. Perlahan kakinya bergerak ke sana, kabut mulai menghalangi penglihatannya, namun gadis itu terus melangkah dengan yakin.
Disaat dirinya berada di depan jembatan, Yeri dapat melihat dengan jelas sosok orangtuanya yang telah beridiri di sebrang sana, menantinya.
Matanya berkaca-kaca, tidak dapat menahan gejolak emosi yang muncul. Dirinya justru terisak dan tidak dapat melanjutkan langkahnya.
Tiba-tiba gadis itu merasakan suatu genggaman hangat di tangannya. Yeri membalikan wajah, dirinya terkejut akan sosok Mingyu yang kini sudah berada di hadapannya.
Yeri menatap Mingyu sayu, dengan sisa-sisa air mata yang masih menggenang di kelopaknya. Sedangkan lelaki itu justru memberikan senyum manisnya. Tulus dan memabukkan. Dan ketika pandangan mereka bertemu, Yeri seakan tersedot ke dalam dunia masa lalunya.
Mendadak matanya terpejam. Gadis itu dapat merasakan semilir angin musim semi yang mengibarkan surai coklatnya. Sebuah tangan halus terus mengelus pipinya dengan lembut. Ditambah dengan genggaman hangat yang seolah tidak akan pernah terlepas. Tanpa membuka matanya pun, Yeri tahu pasti siapa sosok yang tengah bersamanya kini.
Sebuah kecupan manis mendarat di kening gadis itu. Cukup lama, dan cukup membuat pipi Yeri bersemu merah. Tepat ketika ciuman itu berhenti, Yeri mulai mendengar suara-suara asing yang masuk ke dalam telinganya.
Aneh. Sosok lelaki yang Yeri ketahui sebagai Mingyu itu hilang. Dirinya sudah tidak dapat lagi merasakan hembusan angin, elusan di pipi, dan juga genggaman lelaki itu. Justru sebaliknya, Yeri dapat mendengar suara dari alat monitor yang teratur.
Dengan panik, gadis itu mencoba membuka matanya. Gelap. Ruangan serba putih. Itulah hal-hal yang dapat Yeri lihat saat ini. Tidak ada sosok Mingyu.
Seorang perawat menyadari pergerakan gadis itu. Dengan wajah yang sumringah, dirinya bergegas mendekati Yeri, diikuti dengan seorang pria asing berbadan kekar yang justru sibuk dengan ponselnya.
Berbeda dengan ekspresi lega dan bahagia yang ditunjukan oleh sang perawat, Yeri justru meinitikan air matanya. Gadis itu menggigit kuat bibirnya, sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menangis. Untuk kesekian kalinya upaya bunuh dirinya gagal. Apakah Tuhan juga membencinya? Hingga dirinya pun ditolak oleh Yang Maha Kuasa.
"Kau menangis? Lukamu sakit?" Wajah perawat itu mendadak panik. Dirinya segera menekan tombol darurat, memanggil dokter yang sedang berjaga. Yeri ingin menggerakan kepalanya, namun lehernya terasa sakit, sulit untuk digerakan.
Tak berapa lama masuklah beberapa orang berpakaian serba putih. Dari ujung matanya, Yeri dapat melihat Wonwoo yang turut hadir dalam rombongan tersebut.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Wonwoo. Yeri mengangguk pelan.
"Jangan banyak gerakan kepala. Aku tahu rasanya pasti sakit karna ada banyak jahitan di lehermu." Kali ini seorang dokter perempuan yang berbicara. Yeri menggumam sebagai jawaban.
Mata gadis itu terus mencari ke sudut-sudut ruangan ICU, berharap ada sosok Mingyu disana. Namun sepertinya mustahil, mengingat waktu sudah menunjukan pukul satu lebih. Lelaki itu pasti sedang beristirahat di rumahnya.
"Tidurlah dulu. Besok kami akan memindahkanmu ke ruangan lain." Ucap Wonwoo seraya mengelus lengan gadis itu pelan. Yeri kembali menggumam.
Rombongan itu sudah pergi sekitar dua jam yang lalu. Itu berarti sekarang waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi. Namun mata Yeri masih terbuka nyalang. Dirinya hanyut ke dalam lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped ✿ Mingyu
Fiksi Penggemar"Just let me die." Ucap Yeri pasrah. Keringat dingin telah membasahi pelipisnya, dan darah segar mulai mengucur dari bibirnya. Tubuh gadis itu bergetar hebat, ia bahkan sudah tidak bisa berdiri jika Mingyu tidak menahan tubuhnya. Mingyu memberikan...