Chapter Nine

267 28 2
                                    

BLUE

Menatap lirih kearah Uncle Zayn yang tengah berbincang bersama Dad di ruang tamu. Aku hanya dapat bungkam sambil mendengarkan pembicaraan mereka. Di samping kiri Uncle Zayn ada Ansel yang sibuk memainkan ponsel pintarnya. Aku muak berada di tengah-tengah perbincangan seperti ini. Namun apa boleh buat karna Dad meminta.

Mum ada arisan bersama Aunt Eleanor. Entah arisan macam apalagi yang Mum hadiri. Kau tau? Ia seperti tidak memiliki pekerjaan. Memang sih ia hanyalah ibu rumah tangga namun bukankah ia bisa melakukan hal lain selain arisan? Berkumpul bersama kami begitu?

Karna mum sedang pergi, Dad pun menyuruhku untuk membantunya memecahkan masalah yang tengah dialami perusahaan Dad dan Uncle Zayn. Soal Ansel, ia pun disuruh ikut oleh Uncle Zayn. Ansel memang jago soal masalah perusahaan, sepertinya darah Uncle Zayn turun banyak padanya.

"Dad, aku gangerti kalian membicarakan apa. Aku keatas aja, ya?" Bisikku.

Aku memang tidak memiliki minat sedikitpun pada bidang bisnis seperti ini. Rasanya seperti bukan aku banget. Entahlah, aku dan Nike sama-sama tidak memiliki darah pembisnis Dad.

"Biar kamu ngerti,Blue. Contoh tuh Ansel, dia jago ngurusin beginian. Kan kalau kamu sama Ansel berjodoh kalian bisa sama-sama membangun perusahaan bersama. Keren gak tuh?" Bisik Dad balik.

"Dad, kalau mau muji Ansel muji aja. Gak usah bawa-bawa masalah jodoh. Aku gak ada perasaan sedikitpun sama dia. Sekecil biji jagung juga enggak ada. Dia itu musuh bebuyutan aku,dad,"Balasku kembali berbisik.

"Kita lihat beberapa bulan mendatang ya,Blue. Apa kamu bisa memegang ucapan kamu atau tidak."

"Oh ya Zayn, Ansel, lanjutin aja. Gimana masalah perusahaan tambang kalian." Ucap Dad.

Memang Uncle Zayn memiliki sebuah perusahaan tambang terkenal. Nama perusahaannya 'Gold Malik.' Menurutku agak aneh namanya, namun kata Uncle Zayn nama itu pemberian dari mantan istrinya jadi ia tetap mengabadikan nama itu di perusahaannya.

Drdtt..

Ponselku berdering. Menandakan ada pesan masuk. Langsung saja kurogoh saku celana pendekku dan membuka message yang masuk kedalam inbox ku itu.

From: Ansel the pig

Kayak ngerti bisnis aja. Otak sekecil kotoran telinga mana ngerti masalah beginian? Hahaha...

Aku berdecak. Menatap sekilas lelaki yang tengah duduk di hadapanku itu. Matanya fokus pada layar ponselnya, seolah tak terjadi apapun diantara kami berdua. Namun kutahu sebenarnya ia mengharapkan jawaban pedas dariku.

To: Ansel the pig

Nyindir diri sendiri ya?

Aku terkikik pelan setelah membaca kembali pesan yang kukirimkan untuk Ansel.

From: Ansel the pig

Kayanya ada yang ga nyadar diri nih.

Menatap sekilas Ansel kembali lalu tertawa pelan.

To: Ansel the pig

Bukannya daritadi yang ga nyadar diri anda ya? Ngaku aja deh Mr. Malik

Bukannya menjawab pesanku, Ansel malah menarik tanganku untuk pergi dari ruang tamu.

"Uncle Niall, aku pinjam Blue sebentar, ya."

Ansel membawaku ke halaman belakang. Hanya kami berdua disini. Aku ingin sekali kembali, namun tubuhnya yang jauh lebih besar dariku itu terus menahan tubuhku agar tidak kabur dari jangkauannya.

Beside HoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang