Setelah acara reuni itu, Nami kembali ke Surabaya. Menjalani kembali aktivitasnya. Subuh seperti ini, badannya sudah sudah segar sehabis mandi. Salat berjamaah akan segera dimulai, azan dari musala Ponpes (Pondok Pesantren) pun sudah dikumadangkan. Memanggil umat untuk melaksanakan kewajiban. Di saat-saat seperti ini selalu Nami nikmati. Betapa nikmat Allah yang luar biasa. Ia menjawab azan merdu dengan khidmat dan tak lupa ia memanjatkan doa.
"Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak" (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: "Hasan Shahih")
Setelah salat subuh, para santri yang terdiri dari mahasiswa serta mahasiswi tak membubarkan diri. Tentu saja akan dilanjutkan dengan mengaji AlQuran. Beberapa santri, terutama laki-laki paling malas kegiatan seperti ini. Mata masih belum on, meskipun hal ini sudah jadi kebiasaan, tapi tetap saja. Beberapa mereka ingin merasakan sang punggung direbahkan ke kasur yang tak seberapa empuk itu. Berbeda dengan Nami, ia begitu menikmati aktivitas di ponpes ini. Salat berjamaah dan mengaji sudah menjadi kebiasaan keluarganya juga di rumah. Dan mumpung masih muda, Nami ingin menggunakan kesempatan hidup ini sebaik-baiknya, menjalani perintah Allah sebaik-baiknya, menjalankan serangkaian ibadah karena kecintaanya terhadap Allah. Sungguh, ia sangat tidak setuju dengan perkataan orang 'tak apa bermain-main di saat masih muda, taubat nanti jika tua.' Kalau bisa baik saat masih muda kenapa tidak? Justru saat masih muda, lebih baik terus memperbaiki diri kan? Seperti yang Nami lakukan saat ini, ia ingin di masa muda menanam hal-hal positif sebanyak mungkin, dan saat tua nanti ia tinggal memanennya saja.
Menjadi mahasiswi semester akhir, tentunya Nami disibukkan dengan skripsi. Hari ini ia akan pergi ke kampus untuk bimbingan dengan dosennya. Namun setelah sampai sana, sang dosen bilang ada urusan mendadak. Jadi, batal sudah rencananya. Ia mondar-mandir bingung di gedung fakultasnya, bingung apa yang akan ia lakukan. Moodnya sudah benar-benar buruk. Ia pun memutuskan duduk-duduk saja di taman Fakultas, mengeluarkan ponsel pintarnya. Ia butuh hiburan agar tidak terlalu stres dengan skripsinya ini. Ah, bukan masalah skripsinya sih, tapi ia sedikit kesal dengan dosennya.
Nami menarik nafas lalu mengeluarkannya lagi. Begitu terus terhitung tiga kali, tak lupa kalimat istighfar ia ucapkan. Sebisa mungkin ia mengusahakan agar dirinya tak mudah kesal dengan orang. Kesal tak ada gunanya, malah akan menambah penyakit hati saja. Ya, itu adalah satu dari sekian banyak hal yang sering abinya ucapkan pada ia dan juga kakak-kakaknya. Bicara soal kakak, ia jadi merindukan para ponakan lucunya.
Nami membuka browser youtube, lalu mulai melakukan pencarian. Mungkin lagu-lagu nasyid terbaru bisa menyegarkan pikirannya juga menghibur dirinya. Dan pencariannya itu berakhir pada serial cinta positif dari Teladan Cinta. Kebetulan sekali, ia sudah menonton episode 1, dan kini sudah muncul episode 2-nya dengan judul 'Untukmu Calon Imamku'. Entah kenapa, Nami jadi dag-dig-dug sendiri setelah melihat judulnya.
Untukmu calon imamku,
Kutulis kisah ini di malam-malamku yang panjang
Bagai goresan getar hati dalam rindu yang tertahan.
Untukmu, sesorang yang akan menemaniku di masa depan
Kamu...siapa kamu? siapa namamu? dimana kamu berada?
Aku menantimu bersama semua pengabdianku yang tertunda
Bersama segenap cinta yang tak akan sempurna
Bila engkau tak kunjung hadir dihadapanku.
Untukmu calon imamku yang aku tidak tahu dimana engkau berada
Suatu saat bila engkau datang, tolong cintai aku karena Allah
Bimbinglah aku, jadilah imam dalam salatku
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Strata (REPOST)
Spiritual(DI PRIVAT ACAK) Daniyah Namira Handoko, atau yang biasa dipanggil Nami. Mahasiswi tingkat akhir Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) salah satu universitas negeri di Surabaya. Anak dari Muhammad Rian Handoko-seorang guru besar, sekaligus cucu dari Kyai y...