3S :: (4) Satu Permintaan

50.2K 4.2K 128
                                    

3S :: (4) Satu Permintaan

===================

 

Perkataan Ibuku benar, Penjahat yang menolong orang lain pasti ada maunya. Oh, tidak. Aku tidak mengatakan Mason yang telah menyelamatkanku seorang Penjahat. Dia lebih dari itu. Dia ... monster dalam rupa cowok remaja biasa dengan aura luar biasa.

“Kenapa diem?” sekarang, Mason malah mendelik seolah tadi membaca pikiranku.

Aku nyengir. Tanpa sepengetahuan Mason, diam-diam aku menjauh sedikit demi sedikit. Ketika aku bergeser untuk yang ketiga kalinya, dia melotot, “dan jangan kemana-mana.”

“Eh? Aku gak nyoba kabur!” Kilahku.

Alis Mason naik sebelah, “siapa bilang lo nyoba kabur?”

Kata-kata menyudut Mason memberi efek gagu pada pita suaraku. Wajahku pasti memerah sekarang. Iya, ya. Mason kan hanya bilang ‘jangan kemana-mana’ bukan berarti maksudnya seperti ini;‘jangan coba-coba buat kabur.’ Aduh, aku kok jadi bego gini, sih? Mana Tiffany, si cewek pintar dan PD?

Ilang gara-gara ketemu Vampire cakep, benakku mencemooh. Dengar? Bahkan dia bilang, Mason adalah Vampire cakep. VAMPIRE CAKEP! Bayangkan, benakku mengkhianati hanya karena Mason. Kenapa ini terjadi padaku, Ya Tuhan??

“Heh, heh,” Mason menepuk pipiku dengan tangan dinginnya, “permintaan gue gak panjang. Cuman satu kalimat.”

Tanpa bisa kabur lagi, aku mendongak. Mataku membulat begitu sadar jarak kami tak lebih dari sepuluh senti. Aku langsung mundur, dan Mason tak mencegahku. Baguslah. “A—apa?” tanyaku takut.

Mason tersenyum seolah umpannya terpancing, “seperti yang gue bilang kemaren, bantu gue nyari bokap gue.”

Mulutku langsung melongo selebar jalan tol. Bahkan aku merasa otot mataku tertarik saking kencangnya pelototanku. Gila. Ini gila. Bukan, bukan ini, tapi dia, tapi Mason. It—itu tidak mungkin ‘kan?? Kenapa harus mencari Ayahnya? Padahal dia sudah bahagia selamanya di keluarga Syler. Di keluarga yang menerimanya seperti keluargaku menerimaku. Ini hanya akan ... menambah masalah.

“Apa lo gak penasaran gimana asal-usul lo sebenernya?” tanya Mason dengan wajah yakin.

Aku tetap mempertahankan ekspresi gak bangetku seolah terkena face freeze. Kadang, aku memang penasaran, sih. Tapi setiap kali aku penasaran, bayangan Titania, Rex, Papa, Mama dan seluruh kehidupanku di kota ini sirna, membuatku berhenti melakukannya. Aku berhenti hanya karena takut mengetahui hal yang tidak boleh kuketahui. Aku berhenti karena sudah merasa cukup hidup di kota ini sebagai anak dari keluarga Nicole. Tak lebih.

“Bisa aja, setelah lo tau, hidup lo lebih baik? Emangnya lo mau terus bermimpi di kehidupan fairy-tale ini? Punya Kakak pengertian. Punya Papa Mama harmonis. Punya temen-temen baik. Punya nilai akademis yang sempurna. Berkecukupan. Apa ... lo gak bosen?” tanya Mason lagi.

Menghela nafas, aku mengacak rambutku, “oke, itu menurutmu. Dan jika aku membantumu mencari Ayahmu, bagaimana caranya?”

Senyum Mason berkembang, dia langsung merangkul bahuku. Kayaknya, cowok ini bersemangat banget. Padahal, aku masih menyelipkan kata ‘jika’ di ucapanku tadi. Mason menggiringku ke jok motornya. Dia sendiri berdiri sambil bersedekap sementara aku duduk di jok belakang, “lo bener-bener mau ngebantu gue?” tanyanya.

Aku mengangkat bahu sambil nyengir ragu, “yah, kau beritahu dulu apa rencanamu ...”

“LO BENER-BENER MAU NGEBANTU GUE ‘KAN?” Tanpa bisa dicegah, aku merinding karena nada Mason naik tiga oktaf. Aku menganggukan kepala beberapa kali dengan buru-buru. Sebelum ini, tak ada yang membentakku seperti itu kecuali Mason.

ST [7] - Step-Sister SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang