3S :: (9) Kadang-Kadang Itu Menyakitkan

44.1K 3.6K 242
                                    

3S :: (9) Kadang-Kadang Itu Menyakitkan

================================

Kau tahu bagaimana perasaanku?

Aku membeku. Senyumku pudar dan semuanya harus diperburuk ketika Mason sama sekali tidak menolak Ava. Kuputar balikkan tubuhku sehingga tak harus repot-repot melihat mereka. Seluruh syarafku mendingin. Aku tak mengerti ini semua. Terlalu tiba-tiba.

Begitu Carmen membuat ancang-ancang untuk melabrak mereka, aku menahan pergelangan tangannya. Nafasku yang turun-naik ternyata membuat ketujuh sahabatku menatapku. Aku memejamkan mata. Yang tadi hanya mimpi. Namun, saat aku membuka mata, semuanya bukan mimpi. Seolah semuanya belum buruk, satu kesadaran menamparku.

Keras dan menyakitkan.

Aku seharusnya tahu tapi aku tidak ingin mencarinya lebih jauh. Aku tahu, Mason adalah tipe cowok yang sifatnya memakai kata pengantar 'kadang-kadang' 'kan? Kadang-kadang galak. Kadang-kadang dingin. Kadang-kadang pengertian. Kadang-kadang baik.

Kadang-kadang dia ... kadang-kadang dia sayang padaku.

Tapi, satu yang kutahu. Tak ada yang abadi dalam kata 'kadang-kadang'.

"Tiffany," aku melihat Ammabel yang barusan memanggilku. Kugelengkan kepalaku, mengucapkan kata aku-mau-sendiri tanpa suara. Ammabel mengangguk simpati, dia tidak menahanku yang kabur.

Kabur dari kenyataan selalu indah 'kan?

Ketika aku sampai di halaman belakang yang sepi dan gelap, aku langsung berjongkok, menangis tertahan karena menyadari kebegoanku. Seharusnya, aku tidak menyukai Mason dan tetap menjadi Tiffany yang dulu, yang jutek dan dingin, jika kejadiannya seperti ini. Aku tidak harus menangis. Aku kuat.

"Gue sayang sama lo."

Aku kembali terisak, memukul dadaku yang tiba-tiba terasa perih. Sangat perih. Mungkin bagi Mason, aku hanya ... hanya temannya. Dia sayang padaku sebagai teman. Dia tidak pernah menganggapku lebih. Seharusnya aku tahu itu. Kami bahkan tidak pernah membicarakan hal semacam cinta.

Aku bodoh.

"It's you. And me. Moving into speed light into eternity."

Bukan. Bukan aku yang bernyanyi. Kutolehkan kepalaku ke asal suara sembari menyeka air mata. Aku tidak percaya pada penglihatanku begitu melihat Tyler sudah berada di sebelahku, ikut berjongkok. Kedua telinganya terpasang earphone. Ketika dia sadar aku melihatnya, Tyler tersenyum. Dia melepas satu earphone-nya, lalu memasangkannya di telinga kananku. Suara Aaron, aktor dalam film ABCD Love sekaligus pacar Danies terdengar mengalun dengan lembut di ujung sana.

Aku menggigit bibir bawahku. Menahan tangis yang kian mendesak begitu mengingat ini lagu romantis sepanjang masa. Bahkan, kemungkinan aku berdansa dengan Mason diiringi lagu ini hanyalah 0.00001%.

Lebih baik aku terjun bebas di pohon toge.

"Suaranya bagus, ya?" Tyler mengisi keheningan kami. "Aku sering dengar lagu ini."

Ya, dan aku bahkan sedang tak mau peduli pada apapun.

Melihat keenggananku, Tyler mendesah. Dia mengubah posisi jongkoknya dengan posisi sila. "Gak enak ya, suka sama orang yang gak jelas suka atau gak sama kita."

Aku terdiam. Kata-kata Tyler terasa menohok hatiku. Dia benar. Aku tekankan lagi. Dia selalu benar dan bisa mengintip hatiku.

"Pertama, kamu mengira dia tertarik. Dia berlaku baik dan pengertian. Pandangan matanya pun membuatmu bertanya-tanya apa maksudnya. Tapi... gimana kalo realitanya jatuhin kamu? Bahkan, kamu gak tau dimana dasarnya. Bahkan, kamu belum bilang bahwa kamu menyukainya. Bahkan, perasaan itu baru saja tumbuh." Aku serasa seperti Tyler tengah membuka lembaran hatiku dan membacanya dengan jelas sekarang.

ST [7] - Step-Sister SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang