Saat bocah kecil mengajarkan kehidupan

283 4 0
                                    

Semelingir angin sore di pantai parangtritis menerpa permukaan wajah seorang lelaki berkulit coklat.


Dengan sendal jepit dan boxer pantai nya ia berjalan santai di pasir putih parangtritis.


Beberapa penjual otak otak bakar menyapa nya dan menawarkan dagangannya dengan harga yang berbeda beda.


Azki, lelaki yang tengah berjalan menyusuri parangtritis sesekali mengusap wajahnya yang kebas.


"Hey, mas. Nggak main selancar?" Tanya seorang bocah lelaki berkulit legam sembari memeluk papan seluncurnya.


Azki menggeleng pelan. "Belom bisa, ajarin dong." Azki menjawab pelan seraya tersenyum simpul. Ia menyamakan tingginya dengan bocah tersebut, ia menjulurkan tangannya menyentuh helaian rambut bocah kecil itu. Bocah itu tersenyum hangat mengiyakan ucapan Mas didepannya.


Mereka berlari beriringan, nampak seperti adik dan kakak.


Mereka tertawa riang bersama sama. Anak itu ternyata bukan penjual jasa papan seluncur, anak itu malah dengan pedulinya mengajak semua pengunjung agar mau berselancar, meskipun berkali kali di tolak.


Azki berkali kali tersenyum canggung saat ia terjatuh dari papan selancar. Bocah itu mengetawainya secara puas.


"Payah, ah. Keliatannya nggak fokus mulu." Ujar Kenzo dengan nada mengejeknya.


Azki tersenyum miring, ia berjalan menghampiri Kenzo sembari memeluk papan nya. Kenzo terduduk di atas hamparan daun kelapa yang mengering.


"Kakak nggak bisa terlalu ngeforsir tubuh kakak, Ken." Lirih Azki. Mata Kenzo menatapnya tajam seakan menelanjangi Azki.


Tidak lama dari itu Kenzo menghela nafas.


"Cerita." Tuntut Kenzo tajam. "Kakak epilepsi, paru paru basah, plus anemia. Ya, jadinya gini deh dek. Haha menyedihkan." Azki tertawa getir. Seakan menertawakan hidupnya yang malang.


Kenzo menatap Azki secara lekat. "Kak Azki nggak boleh menyerah pada hidup ini. percaya nggak? Kalau ada orang yang koma sampai 10 tahun tapi dia tetap bertahan ngelawan kanker otaknya, dia tetap hidup meski tidur panjang. Dan ayahnya percaya anaknya akan hidup lagi." Kenzo mengangkat tangan kanannya hendak menyentuh bahu lebar Azki. "Allah ada disekitar kita." Lanjut nya.


Azki menoleh, ia menatap lamat lamat kearah Kenzo, tidak percaya dengan apa yang di ucapkan bocah berkulit legam tersebut. tiba tiba Azki mengatupkan manik kelam nya.


Merasakan bahwa ia terlalu mendiskriminasikan dirinya sendiri. Kenzo benar, ia terlalu terlarut dalam titik lemahnya, dan ia tidak mau keluar dari comfort zone nya. Azki merutuki dirinya sendiri, menyadari kedunguannya selama ini.


Azki tetap mengatupkan matanya kuat kuat, ia menahan tetesan air matanya yang berlomba ingin menderai pipi Azki.



***



Warung tenda di pinggiran jalan malioboro disaat malam ini begitu ramai, banyak pengamen yang berlalu lalang dari satu meja ke meja yang lain. Kebanyakan dari mereka menyanyikan lagu yang sedang booming di Indonesia saat ini, Reyno memandang syahdu saat si pengamen menyanyikan lagu salah satu penyanyi legendaris indonesia. 'Iwan Fals - Ijinkan Aku Menyayangimu' bahkan Reyno jauh lebih asik memandang si pengamen ketimbang Adamian yang menatap Reyno dengan pandangan heran.


Apanya yang bagus dari pengamen ini? Fikir Adamian saat itu.


"Ijinkan aku membuktikan inilah kesungguhan rasa, ijinkan aku, menyayangimu.. sayangku.." Di bait terakhir, Reyno bertepuk tangan paling heboh di dalam tenda, beberapa pasang mata menatapnya heran dan aneh. Apanya yang spesial dari suara si pengamen? Suaranya pas pas-an dan tidak pas partitur notasinya. Haruskah itu semua di apresiasikan dengan baik oleh Reyno? Adamian merasa itu hal aneh.


Reyno langsung menghampiri pengamen itu dan memberikan nya uang sepuluh ribu, angka yang fantastis bagi seorang pengamen. Mana ada zaman sekarang ada yang mau memberi sebesar itu?


Akhirnya si pengamen meraih tangan mungil Reyno untuk berterimakasih.


"Apanya yang kamu suka dari pengamen itu?" Adamian bertanya dengan nada sebal nya. Reyno membagi senyum nya.


Adam mendengus kasar. "Tampangnya? Suaranya? Bajunya? Gitarnya?" Lagi lagi Adam bertanya sarkas, membuat Reyno tersenyum geli dibuatnya.


Ia tau kini Adamian cemburu berat.


"Aku cuma suka liat orang main gitar." Balas Reyno.


Adamian mengerutkan dahi nya, mencoba mencerna apa yang barusan di ucapkan si bocah kelinci ini. "Dari tadipun banyak pengamen, kenapa kamu cuma antusias ke dia?" Adamian perlu penjelasan lebih rinci kali ini. Ia tidak habis fikir dengan arah dan arus pemikiran bocah yang ada dihadapan nya.


"Karna lagunya, aku suka." Reyno menjelaskan singkat, ia menopang dagu dengan tangan kirinya, dan tangan kanan nya mencoel sambal pecel lele nya.


Adamian kembali mendengus sebal, dia lebih memilih diam tidak mau menanggapi bocah ini. Karena pasti urusannya akan melebar luas.


"Gimana sekolahnya? Ada yang masih jail?" Reyno terdiam saat mendengar ucapan Adamian, kini lelaki itu tengah sibuk dengan gadget nya. Membuka salah satu aplikasi jejaring sosial.


Reyno berpura pura fokus dengan pecel lele nya.


"Gimana." Adamian tetap menunggu jawaban. Reyno mencebik kesal. "Gimana toko rotinya? Rame?" Reyno kini berbalik menanyai Adamian. Ia kesal terhadap sifat ingin taunya seorang Adamian.


Adamian meletakkan gadgetnya diatas meja warung ini, ia menatap sebal kearah kekasihnya.


"Dasar anak nakal. Aku bertanya, bukan ingin ditanyai." Adamian menjentikkan jarinya untuk menyentil dahi Reyno.


"Kepo deh." Jawab Reyno malas, Reyno kembali menyambar sambal dengan lalapan nya. Adamian tersenyum geli melihat tingkah Reyno.


"Aku makan, ya." Ujar Adamian, Reyno meliriknya sebentar. Ia tersenyum mengiyakan.


Adamian mulai menyuapkan sesuap nasi dengan ayam panggang plus sambal khas mbok marni di warung ini.

MAAFKAN AKU (BxB)Where stories live. Discover now