Bab 1 Wanita Ganggang

176 20 0
                                        

Pagi itu, embun masih bergelayut diatas daun yang hijaunya belum nampak. Matahari pun begitu, baru sinar fajar kemerahannyalah yang muncul di ufuk timur. Tak mau kalah dengan ayam jago yang sudah bernyanyi, gadis itu pun turut bernyanyi.

Melantunkan untaian bait Al-Qur’an yang ada di genggamannya. Gadis fajar, gadis yang selalu berjalan menuju arah fajar sembari bibirnya berkomat kamit melafalkan surah yang dibacanya.

Bukan maksudnya mengejar fajar, tidak, dia tak senorak itu. Hanya saja rumahnya berada di sisi timur masjid, sudah tentu kiranya ia berjalan ke timur, kan?

Hari ini, tepatnya sore nanti, ia akan pindah tempat kerja. Ke tempat yang jauh lebih besar yang tentu saja menawarkan gaji yang cukup dari kata lumayan.

Pagi selepas subuh nanti ia akan mengejar -dalam arti sesungguhnya- bus ke Solo. Malam tadi keperluannya sudah di-packing oleh nenek super rempongnya.

..

Dalam perjalanan, bus menyebrangi sungai Bengawan Solo, sungai yang berwarna kecoklatan itu sungguh menarik bagi Anisa. Terlintas di benaknya, bagaimana jika warna coklat itu berasal dari ganggang yang sedang memproses muatan organik di sungai itu.

Jika 1m kubik ganggang dapat memproses muatan organik seluas 10m kubik, mungkin saja selama setahun sungai itu akan bening, sebening air dalam botol kemasan –bekal dari neneknya. Kemudian ganggang tadi akan berubah warna menjadi merah atau hijau yang cantik, hingga menarik layaknya wanita cantik dimata pria. Mungkin sungai ini akan ganti nama ‘Ganggang Ayu’. Halah sudahlah, hayalan tak nyata pula.

“Sudah selesai ngelamunnya?” pertanyaan wanita disebelahnya sukses memporak porandakan hayalan nyelenehnya. Ingin coba mengabaikan, seperti kebiasaannya bila dengan orang baru, tapi tak bisa.

Wanita itu punya binar mata yang meneduhkan, bagai ruangan ber-AC ditengah gurun pasir. Oke, ini agak lebay memang.

“Eng..” gumam Anisa sebagai jawaban, malah dibalas seutas senyum dan uluran tangan, “Tasya Zahir”.

Eh, dia mengajak kenalan? Poor her. Anisa hanya berbalik kearah sungai Bengawan Solo -lagi.

“Ganggang, itukah yang kau pikirkan?” tanya Tasya lagi, cukup supel juga wanita satu ini.

“Huh, kenalan wae, susah tenan jon” Tasya dengan logat jawa.

“Anisa Alga” Tasya tercengang mendengar gadis disampingnya berucap, suaranya begitu sejuk. Sejuk tapi ada ketegasan dan aura mendebat di dalamnya. Sesejuk air di Grojogan Sewu, air terjun di Tawangmangu yang sempat ia kunjungi.

“Wanita ganggang, wanita yang punya kekuatan untuk melawan arus, sampai ketemu lagi ya,” dalam diamnya, Anisa mengamini semua doa yang diucapkan Tasya.
Pertama, ia didoakan kuat melawan arus kehidupan yang sudah ditakdirkan padanya. Doa yang kedua inilah yang paling seru diaminkan oleh Anisa. ‘Sampai ketemu lagi’ ia anggap sebagai doa agar ia selalu sehat hingga bisa bertemu dengan wanita ini di lain kesempatan, lagi.

Anisa Alga, singkat penuh makna.

“Algalan Zahir, kamu ingin mbak jewer ya, koper mbak nih, bawanya gimana?” Tasya masih berkoar koar di dekat pintu masuk.

Algalan Zahir, namanya mirip dengannya. Anisa tersenyum segaris sembari menata barangnya untuk turun di terminal Tirtonadi Solo.

Untuk apa perkenalan yang langsung berjabat tangan lalu menyebut nama. Namamu akan segera dilupa karena mereka tak tau maknanya. Hei, kau berkenalan dengan manusia, bukan robot. Manusia itu lebih banyak lupanya daripada ingatnya.

..

Di bus yang sama, tapi dengan tempat duduk berbeda, 15 menit yang lalu Algalan Zahir sedang asyik dengan smartphone. Ia baru saja pulang dari Jakarta selepas menyelesaikan seminar kedokteran spesialisasi bedah dada, langsung menuju ke desa neneknya, dan sekarang ia dalam perjalanan menuju kota Solo bersama kakaknya untuk bekerja. Baru saja turun dari bus, smartphonenya berkedip menandakan pesan masuk. Pesan gambar.

Pesan yang berisi perintah dari atasannya di akademi kemiliteran, bahwa di kota Solo terjadi perdagangan gelap, berupa ekspor gingseng ke Korea Selatan yang dicurigai pula ada unsur penipuan mengandalkan orang lemah. Foto seorang gadis memakai toga tersenyum disebelah bapak-bapak.

Tugas barunya. Anisa Alga, wanita itu.

Wanita, Galan benci itu. Wanita selalu dijadikan sasaran pemerasan dan peganiayaan. Memangnya setiap laki-lak didunia ini dilahirkan oleh siapa, kalau bukan wanita. Galan yakin wanita itu juga mendapat beban psikis juga, tapi semoga saja tidak.

Seharusnya dia sebagaimana namanya. Wanita Ganggang

Follow MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang