Bab 2 Bagai Ganggang dibelah Dua

120 18 0
                                    

Dengan jas putih panjang selutut kebanggaan semua orang, profesi idaman setiap anak sekolah dari TK sampai SMA. Dia berjalan begitu angkuh, angkuh dalam artian lantai marmer dan tembok berlapis keramik seolah akan sujud memeluk ujung sepatu yang tiap langkahnya menimbulkan nada yang melantun seirama.

Algalan Zahir, rangkaian huruf dengan 1 spasi itulah yang tertulis di name tag, menempel di jas putih bersih itu, selain lambang rumah sakit, nama departemen, dan stetoskop yang dipakainya sebagai kalung. Itulah kalung yang mahal dalam artian sesungguhnya.

Dokter muda, eoh? Tidak. Galan tahun ini sudah 27 tahun. Sudah cukup tua untuk dikatakan muda.

Dari arah belakangnya, nampak gadis dengan setelan celana hitam panjang dan baju batik diatas siku dan tas selempang yang hampir jatuh dari pundaknya. Sepatu? Katakan padanya untuk mengganti flat-shoes tali spagettinya. Itu sudah model lama, girls.

Se-tua itukah Anisa? Tidak. Tahun ini Anisa 23 tahun, terlalu dini untuk dikatakan tua.

Memang gadis itu sudah tinggi tanpa high heels, setidaknya dia menggunakan sepatu yang agak rapi, agar berbanding lurus dengan profesinya, pe.ra.wat. dengan akhiran -t yang artinya dia harus bisa merawat dirinya dulu baru merawat orang lain. Lain lagi kalau yang berakhiran –n dia harus jaim menjaga hartanya sampai ada orang yang bersedia tanggung jawab atas dirinya melalui sebuah akad.

‘TING’

Pintu lift terbuka, silih berganti orang nampak padat. Senyum? Galan senyum? Tanyakan saja pada lesung pipit yang membelah kedua pipiya menjadi cekungan imut imut itu. Yakin saja, kalian akan refleks ikut senyum lebar, padahal dianya cuma senyum segaris. Miris. Memang.

Tak mau kalah cepat, Anisa –gadis itu memperbaiki tali selempang di pundaknya, dan dengan langkah lebar memasuki lift.

‘Duk’

Entah ini sial atau keberuntungan, kepalanya terantuk pada benda berbahan mirip karet silikon yang elastis lembut, kenyal, hangat, dan berdebar dari dalamnya.

Da..Da.. Bukan ucapan selamat tinggal dengan lambaian tangan, bukan itu. Bukan pula dada kentucky, menu andalan KFC. Bukan dada melon semangka A B C D plus plus di majalah Playboy.

Tapi ini dada, bukan sembarang dada, tapi ini dada pria dewasa yang saking bidangnya bisa buat sepakbola kertas ala Upin&Ipin, saking hangatnya bisa dipakai buat selimut, saking lembut kenyalnya bisa buat bantal, tapi saking malunya Anisa dengan pose seperti ini, dada bisa jadi tempat bersembunyi paling aman.

Ada sekitar 5 orang lain –selain mereka berdua, yang naik dari lantai 1. Jika Anisa ingin kelantai 4, masih ada kemungkinan orang bertambah, itu berarti tumpukan malu yang tadinya serpih mendadak bisa jadi gumpal.

Bagai menggeser monas, Anisa susah payah memundurkan lelaki yang di dadanya masih bersembunyi wajah malu Anisa.

Galan? Jangan ditanya, dia geram, ini skinship pertamanya setelah 10 tahun yang lalu, wajahnya tegang dan merah.

Sepersekian detik, Galan dengan cekatan menggeser badannya ke samping. Dan begonya dia, gadis di dadanya malah terantuk –lagi ke dinding lift.

Gadis tegas, berjiwa pendebat, pekerja keras, angkuh, serupa dengannya, setidaknya itu yang ada di pikiran Galan saat melihat gadis itu malah kembali asyik menekuri smartphonenya.

"Mbaknya masih muda, sudah makai nama suami ya? Namanya sama dengan masnya.."

1..2..3.. kepala Anisa dan Galan otomatis berbalik menuju tante yang bicara itu, sembari memberi tatapan 'WHAT DID YOU SAY..?!' yang membunuh. Tapi karena dengan orang tua, mereka langsung menggantinya dengan garukan kepala yang sangat canggung.

Anisa Alga, Galan sudah menemukan target penyelidikannya.

Di lantai 3, ada pasien, sehingga sebagian keluar dari lift dan menunggu di lift sebelahnya. Inilah yang disebut emergency. Galan dan Anisa turut keluar.

Lagi, mungkin hobi Anisa menjedukkan kepalanya, kali ini punggung, tepatnya tulang belikat Galan. Galan benar-benar geram, ia menarik paksa smartphone dari tangan Anisa. Dan tebak, page apa yang ia lihat? INS-TA-GRAM.

‘Dan dia pakai wifi RS? Siapa dia, huh?!’ gerutu batin Galan.

Sebelum gadis itu sadar akan keterkejutannya, Galan mengetik username-nya dan follow. @anisaalga resmi mem-follow @galanalga. Anisa yang sudah sadar dari bengong beberapa saatnya, merebut kembali smartphonenya dan berlari memilih tangga darurat, sedangkan Galan masih menunggu lift.

Gesit cenderung tak sabaran, lagi Galan memberi gadis itu penilaiannya. Anisa Alga, sesuai dugaan Galan, gadis itu akan se-Alga namanya yang berarti akan ada kesamaan dengan Galan, karena namanya ALGAlan. Inikah yang disebut ‘Bagai ganggang dibelah dua’?

Dilantai 4, Galan dengan segera menuju bagian Bedah Dada, yang kini dikomandoi dirinya. Dari jarak 5 meter ada gerombolan perawat, ‘halah, paling nge-gosip’ pikir Galan.

Saat dirinya lewat, bagai ada gelombang elektromagnet dengan Galan sebagai magnet dan gerombolan perawat itu pasirnya. Kemudian, saat pasir mulai menepi, nampaklah baja. Baja disini Anisa.

Tanyakan pada pakar hukum fisika, Kirchoff, Newton, Einstein, Mallard, dan kawan-kawannya. Mengapa ada baja yang tak tertarik pada magnet. Setelah memberi senyum ala kadarnya, dia –Anisa malah menjauh, seolah ada aura “don’t close to me” mengekor padanya, menolak mentah-mentah gelombang elektromagnet Galan.

Follow MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang