7

307 47 0
                                    

Lampu bernuansa industrial yang menggantung diatas meja kerja Hanbin kembali meredup. Cahayanya berhenti berpendar pada titik tertentu dan tak dapat menyentuh sisi lain dari mejanya. Bohlam putih itu seolah menjadi salah satu bintang yang terus bertambah usia karena dimakan waktu, walaupun lampu berbentuk bulat tersebut bukan bagian dari bintang sebenarnya. Pria yang memperhatikannya seperti meringis dalam diam—mengingat bahwa salah satu bintang dalam hidupnya juga sempat hilang oleh cepatnya waktu berjalan.

Tak ingin terlarut dalam suasana, Hanbin pun bergegas untuk memadamkan cahaya redup itu dengan tangannya sendiri. "Sudah sepantasnya kau ditukar dengan yang baru," Suara yang tak begitu dalam menjadi ciri khasnya saat menghadapi suatu hal yang dianggapnya rumit. Mungkin untuk sebagian manusia, hal itu hanyalah lampu yang kehilangan energinya. Namun bagi pria manis tersebut, hal itu lebih dari sekedar lampu yang harus ditukar.

"Sayang sekali, energimu sudah habis dikuras oleh pemikiran tajamku untuk organisasi ini. Tidakkah kau menjadi salah satu hal yang dimanfaatkan oleh kami, lalu akan digantikan jika tak dapat memberi manfaat lagi?"

Sudut bibirnya terangkat paksa. Menoreh senyum tanpa alasan dengan darah yang masih menetes pada lubuk hatinya. "Hayi pun begitu, sobat. Tak terhitung lagi berapa kali namanya terbesit dalam pikiranku hingga saat ini."

Belum sempat dirinya membuang napas panjang, seseorang mulai mengusik dalamnya Hanbin tenggelam pada pikirannya. Terdengar suara ketukan pintu yang halus juga berirama, diikuti oleh erangan buatan yang sangat ia benci. Dengan satu buah lampu pada genggamannya, ia menghampiri pintu kamarnya dan berkata, "Terkutuklah kau, wahai wanita sialan."

Ia menarik engsel pintu secepat angin hingga meninggalkan senyum nakal pada sudut bibir wanita yang mengetuk pintunya. Dan disanalah ia, berhadapan dengan seorang wanita muda berbalut dress yang panjangnya bahkan tak hinggap disebagian pahanya. Ditambah oleh warna merah yang mencolok, juga surai pirang yang ditata rapi pada bahu kanannya. High-heels hitam pun seolah memberinya kecantikan yang lebih untuk disaksikan oleh pria tampan dihadapannya, Hanbin.

"Apakah kedatanganku mengganggumu?" Bibir yang telah terolesi oleh lipstik merah marun itu terbuka. Jemarinya mulai aktif menyisir rambut sang pria hingga pemilik rambut tersebut menjawabnya ketus. "Bagaimana jika jawabannya adalah sangat mengganggu?"

Tawa mulai terlepas dari mulut wanita cantik itu. "Oh, sayang sekali, kupikir kedatanganku kali ini dapat—" Sebelum kalimatnya selesai terucap, wanita tersebut menghambur masuk menuju ruangan dan mendorong sang pemilik kamar hingga tembok terdekat. Jemari nakalnya meraih titik kejantanan milik Hanbin yang masih tertidur disarangnya. "Dapat menjadi pertemuan terbaik yang pernah kita lakukan."

"Lalice," Genggamannya pada lampu putih dijemari kirinya terasa semakin erat. Matanya tertancap tajam pada manik mata milik wanita tersebut yang diketahui bernama Lalice, diikuti oleh pergerakan tangan kanannya untuk menghalau hal yang dilakukan wanita tak tahu diri itu. "Go fuck yourself."

Deru napas Lalice seolah berhenti seiring dengan kasarnya Hanbin mendorong tubuh seksi itu keluar dari ruangan. Tanpa ampun, pria diambang pintu itu meraih leher jenjangnya keras, menutup katup pernapasannya erat seperti saat dirinya diperlakukan hal yang sama oleh kekasihnya, Donghyuk. "Tiada hal lain yang akan menusuk kemaluan tak berharga itu kecuali penis laknat milik kekasihmu, keparat!" Bisikan penuh amarah yang keluar dari bibir Hanbin menjadi luka tersendiri bagi Lalice yang saat ini tengah menarik oksigen penuh menuju paru-parunya setelah pria manis itu mencekiknya kasar. Pintu dihadapannya pun terbanting cukup keras walaupun terdengar lebih baik dari ucapan Hanbin yang sadis.

"Kau pantas menerimanya, wanita murahan."

Ketusnya menjadi indah didengar setelah dirinya mampu menolak Lalice untuk bermain. Walaupun hasrat dan nafsu sempat membutakan nalurinya, namun Hanbin berusaha keras agar hal buruk itu tak terjadi. Bagaimana mungkin dirinya dapat menerima tubuh Lalice yang sudah tak suci itu hanya untuk dijadikan 'pelipur nafsu' belaka?

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang