10 / end

543 56 11
                                    

Dentuman keras terdengar begitu gaduh. Seluruh manusia yang berada disekitarnya berteriak, meratapi badan kapal yang telah terpecah menjadi puing-puing kecil. Ledakan besar itu muncul dari pusat kendali tanpa awak yang berada tepat dijantung kapal. Seperti bunga yang mekar, si jago merah mulai melahap segala yang dilewatinya: lantai kayu, lampu-lampu industrial, hingga titik tertinggi kapal. Semuanya terbakar.

Orang-orang disekelilingnya kalang kabut, seolah Tuhan baru saja menjatuhkan kiamat diatas kapal besar tersebut. Seorang wanita mencari sinyal komunikasi untuk menghubungi kerabat yang dapat menolong, juga terdapat seorang lelaki yang berlari terbirit-birit karena bagian belakang tubuhnya terbakar. Manusia tak berdaya, pikir Hanbin dalam hatinya. Ia dapat menatap semua korban menyedihkan itu berjatuhan menuju Pasifik. Hari itu, minggu terakhir bulan Desember, menjadi tak terlupakan baginya.

"Apa yang terjadi?!" Jiwon menghampiri Hanbin disisi lain kapal. "Mengapa kau berdiam diri saja?! Ini bencana!"

Pria manis itu menanggalkan jas putihnya. Lalu berkata, "Junhoe akan menunggumu didalam jet terakhir," Ia mengambil sebuah senjata laras panjang dari tas besar disampingnya. Tangan lihainya segera memasang satu amunisi baru untuk segera dipakai. "Ia ingin membawamu bersama Kim Jisoo."

Senjata laras panjang bernama M16 tersebut telah berada tepat dilengan kanannya. "Apa yang kau tunggu? Gadis itu menanti datangnya pahlawan tak disiplin seperti dirimu."

Sepasang mata Jiwon memandang lurus pada sebuah speedboat yang berjarak sekitar 300 meter dari kapal induk yang sedang dipijakinya. Ia masih tak bergeming—terlepas dari fakta bahwa kekacauan masih berada disekitarnya—seolah hanya rembulan dan desir angin yang dapat mendengar keraguannya akan Jisoo. Aku mencintainya, batin Jiwon. Dia membutuhkanku, dia membutuhkanku, dia memang mencintaiku.

"Kau benar-benar membutuhkan dorongan."

Hantaman keras itu mampu mendorong Jiwon hingga terjatuh bebas dan tak terkendali menuju dalamnya samudra. Pria yang melemparnya, Kim Hanbin, menggerutu dan menyumpahinya saat melihat sahabatnya itu terhempas sempurna ke dalam laut. "Perang telah dimulai, bung!"

-

"Persetan kau, bedebah!"

Setelah bertahan didalam dinginnya Pasifik, akhirnya Jiwon berhasil mengendarai speedboat lain sesaat dirinya berhasil menembak kedua tengkorak manusia yang menjaga pelabuhan kecil didekatnya. Ia mendongak, menatap seluruh kekacauan yang telah terjadi diatas kapal besar tersebut. Disaat itulah ia memekarkan senyum kemenangannya kembali.

Dengan setelan yang masih terasa lembab dan angin yang menusuk tubuhnya, ia berselancar diantara desir ombak. Jiwon lebih terlihat seperti seorang pangeran tengah mengejar cintanya—karena ia baru saja menghantam batu dalam kehidupan, dan menyebutnya dengan penyesalan. Terlepas dari kegaduhan dibalik tubuhnya, kedua manik matanya dapat melihat jelas jika Hanbin berada ditengah perang tiada akhir. Sahabatnya itu sedang memperebutkan keadilan atas kematian gadis yang dicintainya, Lee Hayi, kepada seorang pengecut bernama Donghyuk.

"Kim Jisoo!" Teriakannya tak bergema. "Kim Jisoo!"

Terlambat.

Ditengah ketakutannya, ia menembak seluruh kru diatas speedboat yang mengangkut Jisoo. Ia telah tenggelam, pikir Jiwon dalam gelapnya malam. Kapal kecil itu bersimbah darah, sebagian korban bahkan memberi warna diatas lautan biru itu. "Dimana Kim Jisoo?!" teriaknya pada salah seorang kru yang sibuk menutupi luka tembak pada paru-parunya.

"Wanita malang itu telah kami turunkan. Ia sudah mati termakan arus laut."

Dor! Satu peluru kembali melesat dari revolver pendek milik Jiwon. Ia menembak mati sang korban tepat dibagian leher, dan darah pun kembali berceceran. Senyum pahitnya mewakili seluruh perasaannya. Dunia tak lagi berorientasi padanya. Langit malam semakin padam, angin pun terasa gaduh. Cahaya bulan mulai tertutupi oleh awan hitam pekat. Jantungnya lebih cepat memompa darah. Desir ketakutan merenggut batinnya: Jisoo telah mati.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang