Prolog

7 1 0
                                    


                Ruangan tersebut sungguh luas dengan tiang-tiang besar yang terbuat dari marmer. Jendela-jendela yang berjejer memberikan celah cahaya untuk masuk. Di kedua sisi yang berlawanan, terdapat dua pintu yang saling berhadapan. Ukiran-ukiran rumit menjadi pesona pintu kayu tersebut.

"Tuan, Sudah siap?"

Tanya Galyen, Ia salah satu kesatria kerajaan yang royal. Penampilannya sangat mencolok sebab rambut perak yang Ia miliki. Bukan hanya penampilan, kemampuan berpedangnya sungguh luar biasa untuk dimiliki pemuda sepertinya. Bakat inilah yang membuatnya menjadi buah bibir kerajaan.

Galyen menatap Tuannya dengan cemas. Rambut hitam kecokelatan milik pemuda didepannya berpadu dengan aura kelabu disekitar, aura sedih yang dibiarkan terpancar begitu saja. Pemuda yang biasanya serius dan waspada, kini tidak terlihat seperti orang yang Ia kenal.

Sambil menghela napas panjang, pemuda bernama Aram itu memandang keluar jendela dengan santai. Santai, namun terlihat sedih.

"Aku bahkan tidak bisa bilang bila aku siap. Aku tidak ingin mengikuti upacara ini" Ucap Aram. Mata yang indah itu menatap kekejauhan. Sorot matanya terlihat layu. Caranya bersikap sekarang sangat menentang para rakyat kerajaan Hyrakasa yang bersorak gembira diluar dinding kerajaan.

Gaylen membisu cukup lama hingga akhirnya Ia angkat suara.

"Tuan, Penentuan pasangan anda akan segera dimulai. Dibalik pintu ini..." Gaylen menaruh telapak tangannya pada sebuah pintu kayu yang kokoh dan besar. Gagang pintunya terbuat dari emas dengan ukiran-ukiran unik. Ia juga tidak lupa meneliti setiap sudut ruangan megah yang Ia pijaki, selalu waspada adalah prinsip seorang kesatria. Kemudian ditatapnya kembali pintu kayu tersebut. "...Dibalik pintu ini, Yang mulia menunggu dengan para bangsawan. Bila anda tidak siap dengan segera, tentu reputasi kerajaan ini akan memburuk. Terutama bagi kaum Api.

Tuan. Kau tahu bukan, menjadi 'pasangan' bukan berarti menjadi pasangan hidup.".

Aram tidak bisa mengelak. Terutama bila mengangkut Yang mulia. Ia menyibakkan jubah merah tua tebal yang Ia kenakan dan berjalan kearah pintu. Rasanya berat sekali, aksesoris serta perlengkapan untuk upacara yang Ia kenakan bukan atas kemauannya. Ia juga berpikir kenapa pula dimasa kekuasaan Ayahnya, Yang mulia saat ini, adat dari Raja-raja yang lampau masih berlaku.

"Galyen, Aku tahu itu. Dan aku tidak dengan mudah dapat membiarkan hal itu terjadi padaku. Aku adalah aku, penerus kerajaan Hyrasaka" kata Aram sambil mencengkram erat gagang pintu.

Pintu terbuka perlahan. Ruangan berdinding batu yang remang-remang mulai terlihat. Jejeran pengawal kerajaan membentuk jalan dengan tegap didalamnya. Aram masuk dan mulai berjalan dengan gaya seorang bangsawan. Seketika, bau tanah yang lembab membuatnya kurang nyaman. Didepan ratusan pengawal tersebut, para bangsawan dan kaum terhormat dari penjuru dunia maupun keluarga kerajaan mulai mengiringi Aram satu persatu. Tidak lupa disisi kanannya terdapat Gaylen yang siap berjaga. Ruangan yang hanya diterangi obor tersebut semakin terang ketika mendekati tangga. Tangga yang hanya terdiri atas tiga anak tangga, diatasnya, terdapat air terjun kecil setinggi sepuluh kaki dengan cahaya yang menyala disetiap tetesnya. Alirannya tenang serta halus, tidak ada percikan air yang keluar seperti air terjun pada umumnya.

"Dengan segenap jiwa serta rasa hormat pada penerus kerajaan Hyrasaka. Darah dari kaum Api yang mengalir dalam dirinya, yaitu salah satu pengendali elemen terkuat didunia, Pangeran Aram!" seseorang yang disebut Golongan "Qyra" memberikan peringatan kepada para pengiring untuk berhenti. Kini Aram harus melangkah maju seorang diri menghadap sang Raja, Ayahnya sendiri.

Sesuai dengan adat yang telah dijalankan selama bertahun-tahun, Aram harus menundukkan kepalanya kemudian mendekati air terjun yang disebut dengan "Cermin Suu". Di dekatnya, tidak diperkenankan seseorang selain pewaris tahta yang mengikuti upacara. Bahkan Gaylen harus berhenti tepat disamping Raja.

Setelah Aram berada didepan cermin Suu, Qyra tersebut sekali lagi berkata dengan lantang.

"Dengan ini, sesuai dengan legenda. Tepat saat sang Pangeran menginjak 25 tahun, Cermin Suu akan menunjukkan pasangan sejati bagi Pewaris tahta. Dikala suara kita telah selesai menyanyikan lagu suci ini, jiwa dari keempat tetua akan menyampaikan pesannya melewati Cermin Suu, yaitu pasangan bagi Pangeran Aram" Qyra tersebut diam sejenak. Dengan napas yang Ia pulihkan kembali, Ia memulai aba-aba untuk mulai bernyanyi.

......

Pedang membelah cermin

Ketika itu memalingkan wajah

Sosok yang dinanti...

Muncul dihadapan Raja

Tubuhnya terbalut cermin suci

Wajah elok yang terhalang waktu

Ulurkan tanganmu...

Kelak malam tiba

Kelak kegelapan akan menelan

Saat sinar tidak lagi ada

Sosok itu akan membawa kepalamu pergi

Ketika dunia dijatuhi ombak serta badai hebat

Api, Air, Tanah, Udara

Ketika legenda menjadi nyata

Hyrasaka yang diagungkan akan bangkit

.......

Nyanyian berhenti seketika. Air terjun tersebut mulai mengalir tidak wajar. Alirannya menjadi deras dan tidak lembut. Cahayanya berubah menjadi kebiru-biruan.

Padahal lagunya belum selesai dinyanyikan. Apakah Cermin Suu benar-benar seperti dilegenda?, apakah ....ah... Lyra, Batin Aram.

Para bangsawan serta keluarga kerajaan mulai berbisik kecil. Mereka benar-benar dibuat heran serta takut oleh aliran air dari Cermin Suu. Banyak yang bilang bila upacara ini tidak berhasil, berarti raja yang selanjutnya akan kehilangan tahta atau tidak memiliki keturunan.

Namun, kebisingan tersebut terganti oleh rasa kaget. Para hadirin juga tercegang. Dari tengah Cermin Suu, sesuatu muncul keluar. Seperti membelah air. Semakin lama, wujudnya semakin jelas. Sebuah tangan manusia muncul keluar dari balik air terjun tersebut.

"Penjaga!" teriak seseorang. Para penjaga mulai mengerumuni air terjun tersebut dan mengamankan Aram. Gaylen juga telah bersiap dengan berdiri dibarisan paling depan. Pedang tajam dan tua yang Ia pegang mengacung tanpa goyah. Anehnya, Ia tidak merasakan hawa jahat.

Tak terduga, mereka mendapati seorang gadis dengan pakaian anehnya. Pakaian tersebut berwarna biru terang mencolok, tidak seperti pakaian umum kaum bangsawan maupun rakyat biasa. Seperti jubah pendek, celana hitam dengan garis putih pada pinggirnya, serta sepatu yang terbuat dari kain. Dia basah kuyup setelah melintasi Cermin Suu. Meski sama herannya dengan semua orang, Gadis tersebut lebih heran ketika pedang-pedang mulai diacunkan kearah lehernya.

"Gusti.... apa yang sebenarnya ..... terjadi?" Gumam Gadis tersebut.


           

Hyrasaka, when the world aren't the sameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang