Aku berlari dengan napas memburu menuju taman tempat dimana janji itu ada. Sebelum senja itu hilang di peraduan malam. Kuatur napas yang berantakan karena terburu-buru dan menghampiri seseorang tak asing lagi bagiku.
"Maaf Ryu, aku telah membuatmu menunggu lama," ucapku bernada bersalah karena datang terlambat.
"Sudahlah tak apa, kamu sudah berusaha hingga napasmu masih terdengar seperti itu?" tatapnya senyum.
"Terima kasih, Ryu."
Sikapnya tak berubah, masih sama sebelum pergi meninggalkanku dengan cerita hangatnya cinta dia titipkan. Wajahnya yang bersih dengan rambut pirang keemasan, mata birunya yang menyejukkan serta senyum di apit dua lesung pipi. Sungguh beruntung diriku di cintai olehnya.
Ryu menatap siluet senja yang mulai mundurkan diri. Raut wajahnya tertekuk, senyumnya mulai terlihat terpaksa. Ada apa dengan dirinya? Hatiku mulai cemas.
"Mataharinya mulai di ujung tirai, rasanya berat melangkah dari sini."
"Apa kau akan pergi lagi? Ryu, kita baru saja ketemu?" tanyaku bernada marah bercampur sedih.
Ryu menatapku ketika itu, meletakan kedua tangannya di pundakku. Perlahan tubuhku mendekat dan terjatuh dalam pelukannya.
"Yui, hanya Yui kucinta senja sebagai saksinya, aku akan selalu merindukan hal ini," ucapnya seakan tak ingin melepaskan peluknya.
"Berjanjilah kau akan kembali, Ryu. Kau kembali untukku selamanya," pintaku.
Ryu melepas pelukannya dan memandang mataku," Sebelas oktober aku akan kembali, aku berjanji Yui dan kau harus menjemputku di sini kala senja itu datang. Aku akan menunggumu di sini."
Kini aku yang memeluknya,"Aku akan menunggu Ryu di sini, dan tak akan telat lagi."
"Sekarang aku harus pergi, rinduku padamu sudah terlepas walau nanti akan kembali menyiksa. Sampai jumpa lagi, jangan sedih yaa... Aku akan kembali untukmu." katanya mulai melangkah pergi.
Jika ayah tidak menuntut Ryu untuk pergi menangani perusahaan di luar dan menghalangi hubungan kami untuk jauh lebih dekat. Mungkin aku bisa terus bersamanya setiap harinya, tapi aku tak mengerti jalan pikiran ayah menjarakkan kedekatan aku dan Ryu.
Berat terasa harus melihatnya pergi, aku ingin Ryu tetap tinggal di sini bersamaku.
"Ryu! Awas ...!" teriakku ketika melihat mobil melaju kencang ke arahnya. "Ryuuu!!!" teriakku berlari.
Terlambat. Mobil itu telah menabraknya dan meninggalkan Ryu tergeletak berlumur darah.
Aku memeluk Ryu yang berlumur darah.
" Ryu, bangun." Aku mendekap erat tubuh Ryu yang dingin.
"Ryu, bangun. Jangan tinggalkan aku, bangun Ryu ... Kumohon bangunlah!" tangisku.Kurasakan denyut nadinya mulai melemah.
"Ryu, kamu nggak boleh pergi. Kau sudah berjanji? Ayoo ... Bangun! Bangun!" pintaku. "Bangun, Ryu."
****
Tahun telah berganti dan musim salju pun datang. Entah, berapa lama aku berada di ruangan ini? Aku tak ingat apa yang terjadi sebelumnya hingga aku ada di ruangan yang tertutup, tangan yang terinfus, kepala yang di perban. Ada cerita yang hilang dalam ingatanku tapi kepalaku sering sakit untuk menemukan bagian ingatan yang hilang. Kubuka jendela kamar, udara dingin pun masuk dan menusuk tulang-tulang. Bayangan itu membuatku ingin melihat lebih jelas, anak-anak bermain perang salju membawaku ke dalam kenangan bersamanya saat itu. Perang salju."Yui."
"Ibu," panggilku melihat ibu melangkah mendekat.
Ibu menutup jendela yang kubuka,"Jangan lakukan itu lagi nanti tak kunjung sehat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerita Pendek
Historia CortaBerbagai cerita pendek ada di sini. Yang suka baca yang langsung cepat habis ya di sini ヽ('▽`)/