Chapter 3

1.4K 57 4
                                    

"Ujan?"
"Ya, ada apa pelangi?"

Hanya itu. Sebuah sms singkat yang ku kirim namun tak kulanjutkan untuk membalas jika Ujan sudah membalas pesanku. Hampir setiap hari sesudah pulang sekolah, kegiatan mengirim pesan tidak jelas ku lakukan.

Kau tahu apa tujuanku? Sekedar mengetahui bahwa kondisinya baik-baik saja setelah pulang sekolah dan sudah sampai rumah. Tidak lain tidak bukan hanya itu. Tapi, setiap kali Ujan menanyakan hal ini aku tak pernah bicara sedikitpun. Aku menutup bibirku rapat-rapat. Tak ingin seorang pun tahu maksud anehku. Aku lebih sering menjawabnya dengan senyum penuh misteri yang terjuntai dari bibirku ini. Dan tidak jarang pula, Ujan menyebutku perempuan aneh. Namun aku tak sekalipun marah. Karena aku tahu, ini merupakan hal bodoh yang sudah pasti terjadi jika seseorang tengah jatuh cinta. Ya, dilanda asmara berkepanjangan. Sama seperti yang sedang ku alami, saat ini.

"Hah, senyum misteri...." gumamku pelan.

"Senyum misteri...." suara itu hampir mengagetkanku. Terdengar begitu jelas ditelingaku. Aku tersadar bahwa dia ternyata sudah sejak lama berada dibelakangku. Memperhatikanku dalam diam. Sejak tadi, sejak aku melamunkannya di perpustakaan sekolah ini, yang sepi dari murid-murid karena sudah jam pulang sekolah.

Dia, Ujan.
Laki-laki yang sedang ku lamunkan. Laki-laki yang baru saja ku kirimkan pesan tidak jelas dari ponselku.

Ujan menatapku dengan senyum khasnya kemudian tertawa kecil. Hanya ada aku dan Ujan disana. Aku tak membalas senyumnya, hanya tatapan mata yang cukup tajam terlihat dari kedua bola mataku ini.

"Kok belum pulang?" Tanyaku, sekedar mencairkan suasana kikuk antara aku dan Ujan.

Ujan tidak menjawab tetapi tangannya bergerak ke dalam ransel dan mengeluarkan sebuah buku. Buku Sejarah. Aku hanya diam, keningku sedikit berkerut. Bingung.

"Lupa ya?kebiasaan deh!"

"...."

"Kan ada tugas merangkum di buku sejarah, Pelangiiii. Minggu depan dikumpulin dan bukunya enggak tersedia banyak di perpus."

Ah, ya!
Aku menepuk keningku berkali - kali. Dasar, pelupa!

Dengan sigap akhirnya aku mengambil seribu satu langkah menuju jajaran rak buku sejarah dan sosial. Mengobrak - abrik dengan cepat, sampai akhirnya Ujan menghampiriku yang tengah dilanda was - was.

"Gausah ganggu dulu, Ujannn. Please."

"Buku yang gue pegang, ini stok terakhir. Lo kalah cepet."

Aku menoleh dengan cepat. Bibirku berbentuk "o" dengan bulat yang pas ketika mendengar ucapannya. Astaga! Lagi - lagi aku merutuki diri sendiri.

Ini, pelupa atau beneran bodoh sih?

Dan tidak lama, aku pun memilih untuk kabur dari ruang perpustakaan setelah membereskan beberapa buku yang ku acak berantakan. Sambil sesekali merutuki diri sendiri yang sangat lalai, padahal Bu Eni- Guru mata pelajaran sejarah telah menjadikanku sebagai murid kepercayaannya. Hilang sudah kepercayaan yang Bu Eni beri jika tahu sifat lalai ku yang sudah sangat akut.

"Tuk.. tuk.. tuk." Suara detakan sepatu. Jelas bukan sepatu yang aku kenakan tapi suaranya seperti membuntutiku pulang.

Sesaat aku menoleh dan mendapati sosok Ujan tengah berjongkok seraya mengikat tali sepatu sebelah kanan. Keningku berkerut,

"ngapain Ujan ngikutin gue ya?" Pikirku dalam hati.

----

Hai, baru update ceritanya lagi hihihi abisnya galau tingkat dewa bgt bingung mau ngapain. Fix mungkin rada gak nyambung :(
Minta vommentnya yap!

UJAN DAN PELANGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang