6. The Hit

87 14 2
                                    

-Harry's POV-

"Rumahmu besar." Itu adalah kata pertama begitu aku melangkah masuk melewati pintu. Semuanya terlihat mewah dan mahal. Dua grand satircase marmer dengan tralis berwarna emas lansung memanjakan kedua mataku. Seperti yang ada di rumah keluarga Kardashian, hanya saja tidak sebesar itu.

Jangan bertanya kenapa aku bisa tahu rumah kardashian. Salahkan saja Gemma karena dulu dia sering menonton acara keluarga itu yang menurutku tidak begitu penting.

Lampu gantung dua tingkat berbahan crystal yang ada di atasku, masih menyala hingga membuat ruangan ini terlihat keemasan dan memberikan kesan elegan.

Tapi walaupun segalanya serba mewah dan mahal, rumah ini tidak begitu homey yang biasa kurasakan ketika aku masuk ke rumahku.

Rumahku memang tidak sebesar ini-- hell, bisa dibilang dua kali lipat lebih kecil dari ini, tapi rumahku terasa lebih homey ketimbang rumah ini yang terasa begitu dingin dan... Entahlah, sepi.

Apa karena dirumahku banyak terpajang foto keluarga? Karena kulihat disini hanya terpajang satu foto keluarga yang besar. Dan itu pun foto studio. Mereka bertiga tidak tersenyum.

Disana Ravhel terlihat sangat cantik menggunakan gaun berwarna plum, hanya saja matanya terlihat kosong dan... Tidak bahagia seperti yang biasa kulihat di sekolah.

Kudengar Ravhel terkekeh. "Yeah, terlalu besar untukku." katanya sambil menaiki salah satu tangga yang langsung kuikuti.

"Kau membersihkan rumah besar ini sendirian?" sebenarnya aku hanya bercanda, karena disaat aku melihat sekeliling ruangan ketika kami sudah berada di lantai dua, semuanya terlihat bersih seperti baru. Tidak mungkin juga Ravhel membersihkannya sendirian. Pasti keluarganya sudah menyewa belasan pelayan untuk membersihkan rumah ini.

"Kadang-kadang, ketika aku tidak ada kerjaan." jawabnya membuatku menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Aku kira kau itu tuan putri yang akan berteriak meminta pelayanmu datang saat punggungmu gatal." candaku tidak bermaksud apapun dengan ucapanku. Ravhel jauh dari image seperti itu. Hanya saja, aku tidak menyangka Ravhel mau ikut membersihkan rumahnya yang besar ini. Jika aku menjadi Ravhel, aku sama sekali tidak mau capek-capek membersihkan rumah sebesar ini. Pelayan dibayar untuk membersihkan rumah majikannya, benar?

"Banyak yang bilang begitu."

Ravhel membuka pintu berwarna krem yang langsung dimasukinya. Untuk beberapa detik aku memperhatikan ruangan yang baru dimasuki Ravhel, setelah sadar itu ruangan apa, aku berhenti.

Menyadari aku tidak lagi mengikutinya, Ravhel menolehkan kepalanya menatapku. "Kenapa?" tanyanya dengan kening mengerut. Ia juga menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghadapku.

"Ini kamarmu." kataku tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan.

Walaupun wajahnya terlihat bingung, namun ia tersenyum kecil. "Umm... Yea ini kamarku. Kotak P3K yang kau inginkan ada di dalam kamar mandiku, jadi..."

"Aku berubah pikiran," kataku cepat. Alis Ravhel makin menaut. "Aku tidak lagi memerlukan P3K, tapi sekantung es. Dan err... ibuprofen, jika ada." tambahku sambil menggaruk tengkukku dengan canggung. Wajahku mulai terasa panas  begitu Ravhel terus menatapku dengan senyuman bingungnya.

Sebenarnya aku sendiri juga bingung kenapa jantungku harus berdebar kencang begitu tahu Ravhel akan membiarkanku masuk ke kamarnya. Mungkin karena ini baru pertama kalinya aku mau memasukki kamar gadis selain kamar Gemma.

Fuck! Sungguh, ini sangat memalukan.

Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat tatanan kamar Ravhel memang tidak seperti tatanan kamar Gemma yang banyak ditempeli poster ataupun foto. Tapi Ravhel sepertinya lebih senang menempeli dindingnya dengan lukisan coretan warna-warni yang sama sekali tak kumengerti gambarnya apa. Sepertinya Ravhel senang dengan seni lukis. Dan tentu saja kamarnya lebih luas dari ruang keluarga rumahku.

Kismet | H.S.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang