Prologue

940 125 47
                                    


Gangnam tidak pernah menjadi tempat yang tenang, setidaknya begitu pikir seorang pemuda bersurai coklat gelap dengan rahang tegas menawan. Beberapa tahun yang ia habiskan untuk menimba ilmu di negeri orang tidak membuat sudut pandang tentang tanah kelahirannya menjadi berbeda dari sebelumnya. Hiruk piruk Distrik Gangnam pun tetap begitu terasa meski benda yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan waktu tengah malam, cahaya masih sibuk menyoroti jalan bersama dengan orang-orang penuh gaya menyusur langkah tanpa rasa lelah menantang gelapnya langit.

Sampai di hotel, pemuda itu menggumam terima kasih pada sang supir taksi dan melangkah masuk menuju kamar yang sudah ia pesan dengan bantuan orang-orang yang menyambutnya turun. Kamarnya sudah dingin dengan pendingin ruangan memanas di luar sana, tubuhnya masih sedikit tidak biasa dengan Korea Selatan yang beberapa derajat lebih tinggi dibanding Inggris dan ia puas dengan sambutan yang diberi oleh tempatnya kali ini.

"Selamat datang di Korea Selatan, Kim Mingyu," pemuda itu menggumam lirih dengan senyuman merekah, berbicara pada diri sendiri dan mata menatap lurus ke luar sana dengan pantulan dirinya yang tergambar tipis di kaca.

Neuronnya bergerak cepat, memutar semua kenangan yang rasanya sudah terlalu usang di dasar memori. Menyetel segala hal ringan tentang dirinya dan Korea Selatan. Senyumnya terkikis perlahan bersamaan dengan ingatan-ingatan tentang masa lalu.

Orang pikir kepergiannya ke negeri orang semata-mata untuk menambah wawasan, meraih pendidikan lebih tinggi. Nyatanya, semua hal itu ia lakukan karena seseorang di masa lalu. Seseorang yang meninggalkan sejuta kenangan dan cerita panjang. Ia tidak akan lupa dan tidak bisa lupa, jadi, di sini ia sekarang. Kembali ke alasannya pergi dengan niatan mengubah akhir cerita panjangnya.

A CUP OF COFFEE

Aku tidak pernah menyukai kopi, kecuali jika kau alasannya.

Yeppeutta © 2016

Mingyu melangkah sepanjang jalan setapak. Pakaiannya rapi layaknya semua muda-mudi yang menikmati waktu di Gangnam dengan teman ataupun kehormatan di genggaman tangan. Matanya mengedar, membaca satu persatu nama toko yang tidak sepenuhnya berubah di ingatannya. Saat matanya melihat sebuah plang besar bertuliskan J's café, senyumnya merekah selebar telinga. Langkah kakinya dipercepat untuk segera masuk ke dalam tempat itu.

Aroma menyenangkan kopi membuat kepalanya langsung terpenuhi rasa bahagia. Dengan senyuman masih terpatri, ia melangkah menuju tempat kosong di sudut jendela.

"Silakan, ingin pesan apa?" Suara seorang gadis membuat Mingyu yang asik memperhatikan orang-orang di luar mendongak.

Mingyu menerima buku menu yang diberikan sang pelayan, "satu iced americano dengan...," ia menggantungkan kalimat sambil matanya berpindah menatapi deretan menu makanan. "Ah, tidak, cukup satu americano."

"Baiklah," sang pelayang menerima kembali buku menu yang diulurkan balik oleh Mingyu. Ia membaca apa yang sudah ditulisnya tadi. "Satu iced americano, ya? Tunggu sebentar," lalu gadis itu membungkukkan badannya sopan dan melangkah meninggalkan meja Mingyu.

Masih menikmati pemandangan, pesanannya kemudian tiba, "silakan pesanannya," suara gadis itu berbeda dengan yang sebelumnya, Mingyu yang awalnya memperhatikan ramainya Distrik Gangnam kemudian mendongak untuk sekedar melihat siapa yang mengantarkan pesanannya. Matanya membola saat menemukan seorang gadis bersurai pendek dengan pakaian sama dengan yang sebelumnya, seorang gadis yang tiba begitu cepat mengejutkan memorinya. "Mingyu...," gadis itu berbisik lirih saat matanya yang bulat menatap Mingyu dengan tatapan terkejut.

Mingyu memberi senyuman yang sulit diartikan pada gadis di depannya, "Jeon Hana," ia menggumam pelan dengan atensi bergeming pada gadis bersurai pendek itu. Senyumnya kemudian berubah menjadi lebih tulus dengan tatapan mata meneduh. "Sudah lama tidak berjumpa, ya?"

Kalau boleh mengatakan dirinya bodoh, mungkin Mingyu memiliki sederet makian untuk dirinya sendiri tentang tingkahnya yang benar-benar di luar batas. Batinnya sibuk memaki diri sendiri sambil tangan meremas gelas plastik americano dingin yang berada di genggaman tangan kanannya. Seharusnya ia bertingkah biasa, memberi gumaman terima kasih tulus kemudian meminum minumannya tanpa masalah. Tapi, lagi pula, dirinya hanya terlalu gegabah. Bertemu kembali dengan gadis tadi memang tujuannya datang ke tempat itu, juga memilih menginap di sebuah hotel daerah Gangnam. Reaksinya jelas reaksi reflek karena belum mempersiapkan apapun untuk melihat lagi gadis tadi, hanya berpikir untuk menemuinya, bukan berarti ia ada ide tentang pertemuan secepat tadi.

"Maaf, tapi apa aku boleh menyuruhmu pergi?"

Masih teringat bagaimana suara tenang dan rendah dari gadis tadi membuatnya merasa seolah dirinya hancur begitu saja, tatapan terganggu bercampur dengan luka menusuk tempat pada dasar kepala Mingyu hingga ia memutuskan untuk melangkah ke luar tanpa berniat mendengar permintaan maaf lain karena tidak ingin sakit hati terlalu banyak.

Itu Jeon Hana, gadis yang menyisakan sejuta kenangan dan cerita panjang dalam dasar memorinya. Gadis yang membuatnya memutuskan untuk pergi ke negeri orang dan menjadi seorang baru dengan memori lama yang terpendam sambil menimba ilmu dan pendidikan lebih tinggi. Gadis yang tidak pernah bisa terlepas dari memorinya meski kepalanya ia doktrin penuh untuk melupakan. Kembalinya ia ke Korea Selatan membuat nama Jeon Hana kembali naik ke permukaan seolah Jeon Hana adalah representasi dari negeri gingseng.

Napasnya ia tarik dalam-dalam, sekedar untuk menenangkan pikiran dari rasa kecewa telah dibuang begitu saja oleh seorang gadis yang amat ia pikirkan setelah mendarat hingga ia melupakan jet lag-nya. Ini kesalahannya, cerita masa lalu yang tidak pernah bisa diubah dan selalu terkenang di ingatan.

- kkeut.

( a/n : ini baru prolog ya, semoga tanggapan yang saya dapat lumayan karena saya butuh penyemangat untuk cerita debut saya. Terima kasih! )

A Cup Of Coffee | MingyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang