Untitled

58 3 0
                                    

By: Haidar

Kau tahu kawan, sesungguhnya berapa banyak warna yang ada di dunia ini..?

Sepuluh..? Dua puluh kah..? Atau mungkin ratusan, tak terhitung..?

Aku..? Bila kau tanyakan itu padaku, yahh.., singkat saja mungkin.

Hitam. Putih. Dua warna.

Ya, dua warna. Tak lebih tak kurang. Sepanjang yang ku ingat, hanya dua warna tersebut yang ku tahu, ku lihat, ku mengerti.

Kau pikir aneh..?

Atau mungkin kau tengah berfikir betapa malangnya diriku, seseorang dengan hidup yang terlampau suram, menatap dunia secara monoton, hitam dan putih bak putaran klip video lama, hingga tak mampu menikmati betapa berwarnanya dunia ini, yang teramat indah.

Kau salah kawan, bila kau beranggapan begitu, kau sama sekali jauh dari kata benar.

Aku bahagia, amat sangat bahagia. Meski terlahir dengan tanpa penglihatan, hidupku bahagia kawan.

Meski kebahagian itu harus kutebus dengan semburat darah yang menggenang, sekali lagi kutekankan kawan, aku bahagia.

Meske kebahagian itu harus... -

Krsk..., krsk..., krsk...,

Samar- samar tendengar suara dari saku kemejaku. "Segera bung, kelinci yang sendirian tanpa kawanan adalah mangsa terempuk bagi serigala yang lapar"

Kutekan tombol radio komunikasi, "Tak perlu tergesa, kawan. Serigala ini terlalu tua untuk berlari menerkam langsung mangsanya, meskipun tengah kelaparan"

"Hahahahaha..." Tawa lepas terdengar dari radio, "Tolong kau jelaskan padaku Ray, serigala tua mana yang berani menghabisi kawanan macan di kandang mereka sendiri, ditambah fakta bahwa serigala tua tersebut kembali tanpa luka sedikitpun..?"

Aku tersenyum, "Serigala tua ini sedang beruntung, kawan. Dan tolong jangan lagi kau ganggu aku saat tengah menikmati santap siangku "

"Ya ya, silahkan kau nikmati santapanmu itu."

Suara di seberang terdiam sejenak.

"Kuingatkan sekali lagi bung, misi dimulai saat lonceng menara berdentang dua belas kali. Saat kau mendengarnya,tinggalkan semua santap siangmu atau segala apapun itu. Kau tak ingin mati muda bukan..?"

Aku memasukkan potongan terakhir roti ke mulut, "Tentu kawan, aku belum mengizinkan diriku untuk mati, tidak sampai kutuntaskan semua dendamku."

Aku harus bergegas, karena putaran detik jelas tak akan mau menunggu.

Klik.

MonokromWhere stories live. Discover now